Bagian 7

620 34 0
                                    

Salma dan ketiga temannya berjalan seperti pagar. Mereka membawa kain polanya masing-masing. Memainkannya membuat Salma tersadar bahwa dia tidak membawa benda serupa dengan teman-temannya. Membuat langkah kakinya terhenti. Tiga yang lainnya ikut terhenti juga.

"El, kain gue ada di Lo kan?" Tanya Salma hati-hati.

"Udah gue simpen di paha Lo sebelum gue tidur tadi, Sal" jawab Eliana polos.

"Anjir kayanya jatoh pas gue berdiri tadi, soalnya gue ga tau lo nyimpen kain itu di paha gue" nada suara Salma meninggi.

"Yaudah sana Lo balik lagi ke bis sebelum pintu bisnya di tutup sama supir. Kita tunggu ditempat bikin batiknya aja" saran Riana.

Tanpa membalas apapun, Salma berbalik kemudian berlari kecil menuju bisnya. Dari jauh, dia melihat Raka temannya Egi baru saja keluar dari bis. Salma semakin mempercepat langkahnya membuat dia kini berada di ambang pintu bis tersebut. Kepalanya menunduk mengatur nafas, kemudian dia mengangkat kepalanya setelah dirasa nafasnya mulai bisa normal kembali.

Deg.
Tenggorokan Salma tercekat, dia berusaha menelan ludahnya susah payah. Melihat bagaimana sosok tinggi yang sedang berdiri beberapa langkah saja di depannya melihat Salma untuk yang ketiga kalinya. Mata mereka kembali bertemu, dan Salma melihat bagaimana teduhnya mata seorang Egi Mahesa dari jarak sedekat ini. Jangan tanyakan kabar hatinya saat sedang seperti ini. Hati bahkan jantungnya bergdegup begitu hebat.

'kenapa baru sekarang dia ngeliat gue?'
'kenapa baru sekarang dia tau gue ada?'
'kenapa kejadiannya harus terjadi setelah gue berhenti berharap?'
Otak Salma bertanya pada suara degup jantungnya tanpa jawaban apapun.

Semesta, permainanmu membingungkan.

Salma menggelengkan kepalanya, membantu dirinya sendiri untuk sadar dari segala isi kepalanya. Kemudian dia menarik nafas. Mulai menaiki tangga yang membantunya masuk ke dalam ruangan yang berisikan seorang Egi Mahesa di dalamnya. Matanya mencari celah pada tubuh Egi yang berdiam diri di tengah-tengah kursi menghalangi jalannya Salma.

'sebelah kanan' batin Salma.
Kakinya dia gerakan ke sebelah kanan. Namun pria di depannya mengikuti langkahnya.

'oke ini cuma kebetulan' batinnya berbicara lagi.

Salma menggerakkan kakinya ke sebelah kiri, pria di depannya pun begitu.

Salma menarik nafas, kemudian memberanikan diri mengangkat kepalanya dan langsung berhadapan dengan mata seorang Egi Mahesa.

Deg.
Egi tersenyum.
Merasa tidak kuat, salma menggigit bibir bawahnya.

"Gue, Egi" suara Egi pelan memecahkan keheningan diantara keduanya.

"Gue mau lewat" ucap Salma berusaha terlihat biasa saja.

'jutek bener makin manis kan liatnya' batin Egi berkomentar.

Salma melangkah kedepan membuat Egi refleks memberikan sedikit jalan untuknya. Setelah melalui Egi, Salma menarik nafas pelan, kemudian melanjutkan jalannya ketempat dimana dia duduk tadi.

"Saya Egi, Egi Mahesa"

Langkah Salma tertahan. Lalu berbalik badan berniat membalas ucapan Egi.

"Satu sekolah juga tau kalo kamu seorang Egi Mahesa" Salma berbicara tanpa sadar telah mengubah bahasa Lo menjadi kamu.

Egi hanya tersenyum memperlihatkan giginya membalas ucapan Salma. Membuat Salma berbalik badan dan melanjutkan langkahnya.

Mata Salma menangkap kain putih tak berdosa itu tergeletak di bawah kursinya. Dia berjongkok, kemudian berusaha keras menormalkan kembali jantung dan hatinya. Merutuki dirinya sendiri yang mencoba terlihat biasa saja padahal organ tubuhnya tidak mampu untuk biasa saja ketika menyangkut seorang Egi Mahesa.

Salma kembali berdiri kemudian berbalik dan menemukan Egi tidak ada di tempatnya tadi. Salma bersyukur saat ini. Jika situasinya tidak begini, mungkin Salma senang berduaan dengan Egi seperti tadi. Namun ini salah, Salma sudah berusaha keras untuk menghilangkan rasa pada Egi yang sudah tumbuh hampir tujuh bulan ini. Tapi semesta baru mempertemukan Egi pada Salma sekarang. Saat Salma sedang berusaha menghilangkan perasaannya.

Salma menarik nafas menguatkan dirinya, memegang pipinya yang kini sudah tidak terlalu panas. Kemudian melangkahkan kaki keluar bis. Namun baru satu langkah kakinya menginjak tanah, tangannya di genggam membuat langkahnya terhenti. Dan merasa seolah semesta sedang memberhentikan mesin waktu untuk Salma. Tanpa berbalik pun dia sudah tau siapa yang menggenggam tangannya.

"Saya udah nunggu kamu dari tadi, kamu gaakan bilang makasih?"

Salma membalikan badannya dengan tangan yang masih di genggam oleh Egi.

"Minta di ucapin makasih kan ga perlu megang tangan kaya gini, ya?"

"Kamu itu ceroboh, saya gamau kamu jatuh saat berjalan dari bis ke tempat pembuatan batik. Jadi izinkan saya seperti ini untuk memastikan bahwa kamu baik-baik saja" jelas Egi dengan suara lembutnya membuat Salma diam membeku.

Melihat bagaimana rona merah menguasai wajah gadis di depannya, dan tangan yang di genggamnya terasa dingin. Membuat Egi semakin mempererat genggamannya pada gadis itu. Kemudian mereka meninggalkan tempat yang mempertemukan Egi pada Salma. Perjalanan mereka hening tanpa suara. Namun semburat merah di wajah Salma enggan hilang. Bahkan setelah mereka berada di tempat pembuatan batik saja wajahnya masih merona.

Keduanya diam, tanpa suara.
Merasakan kenyamanan yang tersalur dari genggaman tangan mereka.

"Aku duluan ya, Gi" ucap Salma memecahkan keheningan sembari melepaskan tangannya dari genggaman Egi. Kemudian meninggalkan Egi sendirian di tempatnya.

"Hati-hati yaa" suara Egi pelan namun dia yakin masih bisa di dengar oleh gadis yang meninggalkannya itu.

"Muka Lo kenapa, Sal?" Tanya Citra setelah Salma bergabung.

"Ahh, malu gue, Cit. Tadi jatoh di depan orang-orang" bohong Salma.

"Jatuh cinta sih iya, Cit" celetuk Riana asal.

"Apaan sih, ahh" tukas Salma membuat sahabatnya tertawa.

Di tempatnya, Egi memperhatikan Salma tersenyum seperti itu. Rasanya berbeda dari saat dia melihat perempuan lain tersenyum. Salma seolah punya pesona sendiri lewat senyumnya yang membuat Egi berisi keras ingin menciptakan setiap senyuman dari gadis itu.



*****
Akhirnya semesta membuatku berfikir gimana caranya mempertemukan keduanya. Dan sal, kenapa jadi jutek gitu sih?:(

Filosofi SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang