Bagian 12

532 38 0
                                    

Aku bagaikan bintang yang begitu terang pada langit malam yang begitu pekat. Dan kau, bagaikan awan pada langit malam.
Aku diam pada posisiku, menunggumu. Menunggu angin membawamu padaku. Kau sampai pada tempatku, lalu kau goyah lagi dengan angin yang membawamu kepadaku. Bertahan hanya sesaat, kemudian pergi pada bintang yang bukan aku.
Hanya sesaat tapi begitu kurasa bahagia, amat bahagia.
                         *****

"Saya emang lebih ganteng kalo lagi tidur, Sal"

Setelah mendengar kalimat itu, Salma menjauhkan teleponnya yang semula dia simpan di telinga.

'ini apa deh? Ko dia bisa tau gini?' batin Salma berbicara tidak percaya, namun bibirnya tetap menciptakan bulan sabit.

"Iya kan, Sal?" Suara itu terdengar lagi. Salma kembali menyimpan teleponnya di telinga.

"Iya? Apanya yang iya?" Tanya Salma pura-pura tidak mengerti.

"Iya saya jatuh cinta pandangan pertama sama kamu"

'Ini salah'
'Ini mimpi'
'Ga mungkin Egi cinta sama aku'
'Eh tapi tadi juga dia bilang tau namaku satu jam setelah dia jatuh cinta sama aku'
'Telinga aku emang bener-bener bermasalah'
Hati dan otak Salma bekerja lebih cepat dari biasanya.

Karna tidak ada balasan apapun dari Salma, dan dilihatnya tidak ada pergerakan apapun di tempat gadis itu, Egi memutuskan untuk menghampiri tempat gadis itu. Namun, ketika satu langkah lagi dia sampai pada tempat Salma, Egi di kagetkan dengan kehadiran wanita pemberi bekal dengan tempat makan berwarna biru. Vina datang dari arah berlawanan. Vina berdiri tepat di samping Salma, tentu saja Egi tidak bisa melanjutkan langkahnya. Mata Egi dan Vina bertemu dengan tatapan yang berbeda. Tatapan Vina terlihat begitu bahagia dengan penuh harap. Sedangkan tatapan Egi terlihat ramah namun datar.

"Kenapa, Vin?" Tanya Egi dengan menaikan sebelah alisnya tidak mengerti karena Vina hanya diam menatapnya tanpa berkata apa-apa.

Mendengar suara yang telah menciptakan kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya, Salma menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapatkan Egi sedang berdiri berhadapan dengan seorang wanita yang dia ingat adalah wanita pemberi bekal makan pada istirahat kedua yang membuatnya menangis di kelas saat pelajaran masih berlangsung. Merasa tidak kuat untuk melihat apa yang akan membuatnya sakit hati lagi, Salma kembali membenarkan posisi duduknya, memejamkan mata dan mencoba untuk menutup telinga tanpa kedua tangannya.

"Gue mau ngomong sama lo" ucap Vina pada akhirnya setelah diam seribu bahasa selama beberapa saat.

"Ngomong aja, gue dengerin"

Suara ramah namun terdengar ketus itu membuat Salma membukakan sedikit telinganya untuk mendengar perkataan Egi yang berbeda saat berhadapan dengannya.

"Lo beneran mau gue ngomong disini?"

"Mau dimana lagi emangnya?"

Mendengar itu, Salma memutuskan untuk menutup telinganya dan menunduk. Berharap dia tidak akan mendengar apa-apa setelah ini.

"Ya gue sih gamasalah kalo Lo mau gue ngomong disini, cuma..." Vina menggantungkan ucapannya dan melirik ke arah Salma di sampingnya.

Egi mengikuti arah pandang Vina yang tertuju pada Salma yang sedang menutup kedua telinganya dan menunduk.

"Cuma gue gamau nyakitin orang lain disini" lanjut Vina.

"Gue keluar duluan" ucap Egi setelah mengerti kemana arah pembicaraan Vina. Kemudian berlalu tanpa melihat kearah Salma.

Vina tersenyum puas melihat bagaimana Egi lebih memilih untuk berbicara bersamanya daripada menghampiri Salma. Vina melirik sekilas tubuh Salma yang masih menutup kedua telinganya dan menunduk. Kemudian berlalu menyusul Egi.

Egi memutuskan untuk menunggu di pinggir bis, dia sandarkan tubuhnya pada bagian kiri bis. Tangannya dia masukan pada saku celananya, matanya menatap langit kosong. Hal yang dia takutkan akan muncul setelah ini.

"Hai gi" Sura Vina terdengar.

"Mau ngomong apa, Vin?"

"Hmm, by the way Lo tau nama gue darimana?"

"Semua orang tau nama Lo dari name tag seragam Lo"

"Hmm" jawab Vina singkat.

"Gue pengen ngasih Lo bekel tiap hari, Lo keberatan ga?" Tanya Vina pada akhirnya.

"Gue sih ga masalah selama ga ngerepotin Lo dan Lo ga ganggu Salma." Jawab Egi meminta.

"Oh jadi cewe yang sama Lo tadi itu Salma?"

Egi diam sebagai jawaban. Dia bukan tidak ingin menjawab. Hanya saja takut terjadi hal yang paling dia takutkan setelah ini.

"Gue gaakan ganggu Salma kalo Lo setiap istirahat makan dari bekal yang gue kasih dan selalu makan sama gue. Deal?" Tangan Vina terjulur menunggu persetujuan dari Egi.

Egi terdiam kembali. Dia memaksakan otaknya untuk berpikir lebih keras tentang konsekuensi setiap jawaban yang akan dia kasih. Dia tau, jika dia menerima tawaran dari Vina, mungkin saja dia akan melukai Salma. Namun jika dia tidak menerima tawaran dari Vina, mungkin juga dia akan melukai gadis itu karena sudah membiarkan Salma di ganggu oleh Vina dan teman-temannya yang dia tau adalah penguasa angkatannya di sekolah. Apalagi sekolahnya mayoritasnya perempuan, yang ucapannya tidak bisa di jaga dan bisa melukai lawan bicaranya kapanpun dan di manapun.

"Yaudah deh, asal Lo ga nyentuh Salma sedikit pun, gue mau terima tawaran Lo" ucap Egi setelah berpikir beberapa saat.

Vina tersenyum puas pada tempatnya. Namun senyumannya hilang begitu saja saat mendengar ucapan Egi setelahnya.

"Inget, Vin. Gue ngelakuin ini untuk melindungi Salma. Perempuan yang udah ngambil bagian kecil dari hati gue hanya dalam hitungan detik" ucap Egi mengingatkan Vina dengan tanpa sadar sudah membuat wanita itu patah semangat.

"Iya, Egi gue paham ko" Vina berkata dengan pasrah.

"Yaudah gue duluan ya, eyang" pamit Vina membalikan badan seraya meninggalkan Egi sendirian.

"Apaan tuh eyang?" Nada suara Egi meninggi sebab tak suka mendengar dirinya dipanggil 'eyang' denganyang baru masuk SMK ini.

Vina menghentikan langkahnya dan kembali berbalik melihat Egi.

"Eyang itu adalah singkatan dari 'egi sayang'" jelas Vina seraya tersenyum kemudian membalikan badan dan melanjutkan langkahnya.

"Najis, Vin" ucap Egi setelah sosok Vina terlihat semakin menjauh.

Sepeninggalan Vina, Egi diam memandang langit. Sebenarnya dia tidak yakin jika Vina benar-benar tidak akan menggangu Salma. Namun, jika tadi dia menolak tawarannya, Egi yakin Salma akan merasa sakit hati beberapa saat setelah ini. Dia mencoba mencari cara untuk melindungi Salma. Meski pada akhirnya dia akan melukai Salma secara tidak langsung.

Egi menghela nafas panjang sebelum akhirnya beranjak meninggalkan tempat itu. Memasuki bis dengan hati yang tidak tenang. Egi melihat ke tempat Salma dan mendapatkan Salma sedang menatapnya. Egi memperhatikan wajah Salma yang sedang tersenyum kepadanya membuatnya ikut tersenyum, kemudian mempercepat langkahnya. Egi berhenti di tempat Salma membuat gadis itu menaikan sebelah alisnya tanda bahwa dia tidak mengerti. Kemudian Egi terkekeh kecil seraya mengelus rambut Salma.

"Maafin saya ya" Ucap Egi tulus seraya mengehentikan pergerakan tangannya. Kemudian melanjutkan langkahnya untuk menuju kursi tempatnya bertemu dengan Salma.

Pada tempatnya, Salma terdiam tidak mengerti. Dia benar-benar tidak mengerti mengapa Egi meminta maaf kepadanya. Ingin bertanya perihal permintaan maaf Egi, namun rasanya dia terlalu gugup. Salma menggigit bibir bawahnya berusaha menghilangkan gugup pada hatinya dan mencoba memantapkan diri untuk menghampiri tempat Egi. Namun baru saja Salma berdiri pada tempatnya, teman-temannya yang satu bis dengannya mulai memasuki bis tersebut membuat Salma kembali duduk dan mengurung niatnya. Sebab, tidak ingin membiarkan dirinya dihujani hujatan yang akan menggangu hatinya, dan tidak ingin mengganggu ketenangan seorang Egi Mahesa. Sehingga pada akhirnya dia kembali duduk dan berdiskusi dengan otaknya.




*****
Selamat datang di porak-poranda yang semesta ciptakan untuk Salma dan Egi.

Ini adalah bagian panjang pertama yang aku tulis, lebih dari seribu kata. Kenapa? Sebab, lebih mudah menulis cerita saat sedang sedih, atau menceritakan bagian yang sedih. Dan, jangan lupa tinggalkan jejakmu ya. Terimakasih.

Filosofi SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang