Bagian 20

313 13 0
                                    

Terimakasih terucap berulang kali dalam benak dua insan ini. Meski mereka menyadari bahwa waktu untuk bersama sudah semakin menyurut. Karna sebentar lagi, mereka akan sampai di rumah Salma.

'Terimakasih, telah mengantarkan senja pada wanita yang selalu menunggu kehadirannya meskipun tidak pernah bertahan untuk waktu yang lama'
Batin Salma bersuara saat menatap langit yang begitu indah.

Kini, Salma dan Egi saling tatap. Entah untuk saling mengucapkan terimakasih, entah untuk mengatakan jangan dulu pergi, atau entah untuk apapun itu rasanya Egi tidak ingin memalingkan pandangannya dari Salma saat ini. Namun, tetap saja suasana canggung seperti ini membuat Salma merasa tidak nyaman.

Dengan senyum yang masih mengembang dibibirnya, Egi berpamitan kepada Salma untuk pulang karena memang malam sudah semakin larut, dan Salma harus beristirahat.

"Sampai jumpa, Sal"
"Iya, hati-hati"

Suara Vespa yang semula jelas terdengar, kemudian hanya  meninggalkan sayup-sayup dan senyum yang belum juga pudar dari wajah Salma. Salma mengalihkan pandangannya kepada langit yang sedang memperlihatkan kecantikannya dengan bintang-bintang yang tak terhitung banyaknya.

Bagaimanapun ia harus bersyukur sebab semesta sedang berbaik hati padanya, bukan?

Pagi menyambut, namun senyum yang semalam belum juga surut. Menjadikan pribadi yang setiap harinya terbangun ketika mentari beranjak meninggalkan pagi, kini jadi terbangun bahkan saat mentari menyapa dengan malu-malu. Memang, pada setiap penikmatnya, cinta bisa berpengaruh sebesar itu. Entah bagaimana kita berusaha menyembunyikannya, namun tetap saja semua itu terlihat begitu natural tanpa disadari, bahkan oleh penikmatnya itu sendiri.

Begitulah yang terjadi pada seorang Egi Mahesa.

Rindu.
Itulah yang selalu dirasakan penikmatnya. Meski belum lama bertemu, rindu itu tetap terasa. Rasanya ingin terus bertemu lagi dan lagi. Itulah yang terjadi pada Salma yang sedaritadi mengutak-ngatik handphonenya yang sebenarnya tidak ada apa-apa apalagi notifikasi dari orang yang di rindunya.

"Argh... Sebel" geram Salma pada akhirnya karena lelah menunggu.

"Salmaaa" teriak ibunya dari bawah.

"Kenapa, Bu?" Balas Salma tanpa beranjak dari kasurnya.

"Ini ada temanmu, Nak. Turun yaa"

Dengan langkah gontai Salma menurut saja meski pada awalnya dia bingung teman yang mana karena sebelumnya tidak ada janji dengan siapapun. Namun setelah sampai di ruang tamu, Salma mematung. Dia kaget, tapi yang amat sangat terasa adalah senang. Karena yang dia tunggu sedaritadi, kini sudah berhadapan dengannya.

"Ha-hallo" Sapa Salma dengan hati yang berharap untuk tidak terdengar oleh Egi yang kini di hadapannya.

Egi hanya membalasnya dengan senyuman yang terlihat begitu manis di mata Salma pagi ini.

Kemudian Salma duduk di hadapannya dengan senyum yang terlihat jelas bahwa dia senang dengan kehadiran seorang Egi Mahesa di rumahnya.

"Eh, mau minum apa?" Tanya Salma membuka pembicaraan.

"Sudah tidak perlu repot repot. Saya kesini untuk ketemu kamu bukan untuk minta minum" jawab Egi menetralkan suasana tanpa tau yang terjadi pada Salma saat mendengarnya.

"Tapi tetep aja, kamu itu tamu yang harus aku layani, Egi"

"Saya bukan tamu, Salma. Saya akan menetap, bukan singgah"

Salma berpikir kemana arah pembicaraan ini. Salma tau apa yang pria di depannya ini maksudkan. Sebenarnya, masih terlalu dini jika memang harus melibatkan perasaan diantara keduanya saat ini. Namun, bukankah cinta membuat manusia kehilangan akal sehatnya? Dan mengharuskan penikmatnya diatur oleh alam bawah sadarnya?.

Filosofi SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang