Bagian 13

486 26 0
                                    

Semoga kau paham, aku sungguh tidak ingin membiarkan hatiku untuk jatuh terlalu jauh pada hatimu. Andai kau tau, aku sedang menguatkan diri agar tidak mudah kau buat lemah pada akhirnya. Akhir dimana kau bersikap seenaknya padaku, kau memperlakukan aku seperti mereka yang 'pernah hadir' dalam hidupku.

****"

Salma berdiskusi dengan otaknya yang payah. Semakin dia berpikir lebih jauh, semakin sakit juga apa yang dirasanya. Segala 'mungkin' negatif yang sulit sekali dibuat positif. Apa yang menjadi perbincangan mereka sehingga membuat Egi meminta maaf kepadanya?. Mungkinkah sesuatu yang amat sangat menyakitkan? Atau hanya sekedar permintaan maaf biasa?.

Ingin sekali rasanya Salma menanyakan perihal maaf Egi. Namun sejak setengah jam yang lalu, handphone yang sedari tadi di genggamnya hanya mampu Salma perhatikan. Tidak membuat pergerakan apapun selain masuk dan keluar room chat bersama Egi. Segala macam pertanyaan telah bermunculan dalam kepala Salma, namun yang mampu Salma lakukan hanyalah berdiam diri menunggu keajaiban, terutama keajaiban keberanian dirinya untuk bertanya.

Hingga pada saat ini, saat dimana bis yang mereka tumpangi telah sampai di sekolah. Artinya, pertemuan Egi dan Salma hari ini akan segera berakhir. Pertanyaan Salma tidak terungkapkan hingga sekarang. Semua pertanyaan itu Salma simpan dalam otaknya, menunggu keberaniannya untuk berbicara.

Salma menarik nafas sebelum menguatkan kakinya untuk berdiri, menguatkan hatinya jika akan melihat Egi dengan wanita si pemberi bekal itu. Teman-temannya sudah lebih dulu keluar dari bis, dan Salma memilih untuk tidak terburu-buru dengan alasan 'masih belum sadar sepenuhnya'. Seperti biasa, teman-temannya selalu mengerti tanpa bertanya, membuat Salma tidak perlu berbohong lebih jauh lagi kepada teman-temannya.

Setelah dirasa cukup untuk menguatkan diri, Salma berdiri kemudian diam kembali. Salma menutup matanya dan menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan. Matanya kembali dibuka, dan dia berikan senyuman manisnya pada angin. Baru saja Salma membantu kakinya melangkah, tangannya sudah di genggam oleh seseorang yang dia rasa adalah Egi. Salma membalikan badannya dan melihat Egi sedang memperhatikan bagaimana tangan mereka terasa begitu pas dan nyaman untuk seorang Egi Mahesa. Namun, ada yang lain dari tatapannya. Tatapan Egi terlihat seperti... sedang menahan tangis?.

"Hei... kenapa?" Tanya Salma memecahkan keheningan yang selalu terjadi diantara mereka.

Egi masih diam memperhatikan tangan mereka.

"Egi, kenapa?"

Suara Salma begitu pelan namun masih terdengar jelas di telinga Egi.

Egi mengangkat kepalanya dan mendapatkan Salma sedang menatapnya dengan tatapan tidak mengerti. Egi kemudian mengangkat sudut bibirnya membentuk bulan sabit dengan sempurna, membuat siapa saja yang melihat senyuman itu akan merasa tenang. Tangannya yang bebas terulur untuk mengelus puncak kepala Salma yang hanya sejajar dengan dadanya. Kemudian dilihatnya gadis didepannya itu tersenyum begitu manis dimata Egi. Egi merekam dengan sangat detail setiap senyum Salma hari ini, karna setelah hari ini dia tidak akan melihat senyuman semanis ini karena tingkahnya yang sederhana.

"Yuk, keluar" ajak Egi pada akhirnya.

"Boleh"

Kemudian mereka benar-benar meninggalkan tempat yang semesta ciptakan untuk seorang Egi Mahesa melihat keberadaan Salma Amanda.

"Boleh saya antar?" Tanya Egi hati-hati setelah mereka keluar dari bis dengan tangan yang masih saling menggenggam seolah tidak ingin saling melepaskan.

"Tidak usah, aku bisa sendiri ko" jawab Salma ragu.

"Saya antar saja, ya?"

"Rumahku jauh, nanti kamu kecapean kalo harus nganterin aku dulu"

"Saya akan lebih kecapean kalo harus mikirin kamu sudah sampai atau belum"

Perkataan Egi membuat Salma tidak bisa berkata apa-apa selain tersenyum.

"Boleh, ya?" Tanya Egi memastikan.

"Tidak merepotkan, kan?" Ucap Salma balik bertanya.

Kemudian tiba-tiba, tangan Egi menekan wajah Salma membuat pipi Salma terlihat seperti seekor ikan. Terlihat begitu lucu di mata seorang Egi Mahesa.

"Tidak sama sekali, Salma Amanda" sembari melepaskan wajah mungil Salma dalam tangannya.

Begitu tangannya terlepas, Salma menekuk bibirnya dan membuat Egi mencubit gemas pipi Salma.

"Ish... Egiiii" ucap Salma sebal karena sekarang Egi berlari menghindari dirinya. Kemudian, dia menyusul dengan langkah cepat.

Salma menyerah, dia diam pada tempatnya saat melihat Egi sedang menyalakan Vespanya. Salma memperhatikan Egi sembari mengatur nafasnya, menyiapkan raganya agar lebih kuat saat berasama di satu tempat duduk dengan Egi untuk yang kedua kalinya. Salma tersenyum saat melihat Egi dan Vespanya menghampirinya membuat Egi pun ikut tersenyum.

"Silahkan ditumpangi, nyonya" katanya dengan nada sopan seperti seorang dayang kepada ratunya.

"Ga usah gitu juga kali" ucap Salma sambil menahan wajahnya yang memerah.

"Jadi, mau diem aja disitu? Gaakan naik?" Tanya Egi ketika melihat Salma masih saja menunduk dengan wajah yang memerah.

"Iya ini mau" ucap Salma pada akhirnya. Kemudian memposisikan dirinya dengan nyaman di belakang Egi pada tempat yang sama.

"Eh Sal, kamu tau ga?" Tanya Egi tiba-tiba.

"Tau apa?" Jawab Salma dengan polosnya.

"Kata pak polisi, jika sedang diatas motor itu harus pegangan supaya tidak jatuh"

"Tapi motor kamu gaada tempat pegangan di belakangnya"

"Aturannya harus seperti ini kalo mau pegangan di motor Vespa, Salma Amanda" jelas Egi seraya melingkarkan tangan Salma pada pinggangnya.

"Nah, seperti ini" ucapnya setelah selesai melingkarkan tangan Salma.

Salma di buat malu karenanya, "emang ga berlebihan?" Tanya Salma dengan suara pelan namun masih terdengar jelas di telinga Egi Mahesa.

"Memang peraturannya begitu, Sal"

Wajah Salma menghangat, senyumnya tidak pudar sedari tadi. Bahagianya jelas terasa nyata. Isi dalam perutnya sudah seperti taman kota yang begitu asri. Sejuk namun hangat. Seperti Salma dan Egi saat ini.

Salma pasrah, dia tetap memeluk Egi dengan senang hati. Pikirannya sudah melanglang buana, hatinya sudah berharap begitu jauh, membuat senyum dan rona merah dari wajahnya enggan untuk pergi.

Mereka meninggalkan sekolah, tempat yang akan membuat Salma Amanda semangat tanpa di komando, yang akan selalu membuatnya bahagia kedepannya. Begitu dalam pola pikir Salma. Namun, tidak untuk Egi Mahesa. Sekolah akan menjadi tempat yang tidak ingin Egi datangi, sebab takut-takut membuat Salma kembali menyimpan kesedihan. Egi takut. Takut jika dia tidak akan melihat senyum seorang Salma Amanda, lagi.





*****
Selamat bermalam minggu kelabu, teman-teman.
Selamat membaca dan menikmati bahagianya Salma dan Egi, biar malammu tidak terlalu kelabu wkwk.

Filosofi SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang