Bagian 16

431 18 0
                                    

Baik buruknya keputusanku, itulah yang akan ku jalani. Maka dari itu, tolong untuk tidak menghancurkan keputusanku. Sebab jika kau menghancurkannya, yang akan terjadi selanjutnya adalah, luka.

*****

06.35

Waktu yang sudah menjadi jawaban bahwa Egi akan terlambat hari ini. Bukan untuk yang pertama kalinya, ini sudah menjadi yang kesekian kalinya namun rasanya seperti dia baru melakukannya. Entah apa alasannya, yang jelas dia ingin cepat sampai di sekolah. Ada rasa yang tak wajar pada perasaannya pagi ini. Kesal pada diri sendiri, dan entah kenapa rasanya dia khawatir pada Salma. Tidak tau apa yang terjadi, namun rasanya dia benar-benar khawatir.

Bandung, selalu bercanda.
Waktu, selalu mempermainkannya.

Jika saja dia bisa membawa Vespanya lebih cepat, dia tidak akan ada disini sekarang. Di dalam kelompok orang-orang yang terlambat. Dengan rasa khawatir yang entah apa artinya, Egi mencoba duduk dengan tenang. Memejamkan matanya meskipun tatapan dan bisikan di sekelilingnya membuatnya tidak bisa tenang. Fokusnya tidak bisa menunjukkan rasa tenang. Akhirnya dia memutuskan untuk membuka matanya dan dilihatnya perempuan yang pernah meminjamkan handphone kepadanya, dan perempuan yang dia sudah duga adalah temannya Salma. Keduanya menghampiri guru yang sedang piket di loby.

"Maaf Bu, saya boleh izin untuk membeli makanan? Teman saya penyakitnya kambuh lagi, dia harus makan" ucap temannya Salma.

"Memang siapa yang sakitnya?"

"Salma Bu"

Deg. Telinga Egi tidak mungkin salah. Seseorang yang disebut perempuan itu adalah Salma. Pantas saja perasannya tidak enak sedari tadi. Tanpa berpikir panjang, Egi langsung berdiri dan memisahkan diri dari kelompok kesiangan itu. Dia berjalan sedikit berlari ke arah kantin. Setelah sampai di area kantin, dia bingung. Bingung harus membeli apa untuk Salma. Dia takut salah dan dia takut Salma akan menolaknya. Hingga pada akhirnya, pilihannya jatuh pada penjual lontong kari. Meski dengan ragu, dia tetap memesan satu porsi lontong tanpa rasa pedas. Tidak lupa juga dia membeli air mineral dan lima susu kotak dengan rasa yang berbeda. Alasannya cuma satu. Dia tidak tau apa yang Salma suka, jadi dia membeli semuanya. Dia melihat kedua teman Salma sedang memesan bubur, Egi dengan cepat menghampiri keduanya dengan tangan yang penuh dengan makanan yang akan dititipkan untuk Salma.

"Hm permisi" suara Egi terdengar ragu

"Eh Egi"

"Iya nih hehe, gue boleh minta tolong ga?"

Kedua teman Salma saling melemparkan pandangannya.

"Gue cuma minta tolong dan itu ga susah ko, kalian bisa bantuin gue?" Ucap Egi dengan masih tidak percaya diri.

"Eee... Boleh deh, kenapa?*

"Gue mau nitip makanan ini buat Salma. Gue ga yakin dia bakal suka. Tapi kalian harus tetep ngasih ini ke Salma, ya?" Egi menaikkan sebelah alisnya. "Oh iya, buat susu kotaknya, gue ga maksa Salma buat minum semuanya, gue beli semuanya karna gue gatau apa yang dia suka" lanjutnya dengan memberikan cengiran khasnya.

Kedua temannya hanya mengangguk mengerti. Namun saat mereka ingin mengambil alih makanan dan minuman itu, Egi menarik kembali semuanya.

"Tapi gue gamau kalo Salma tau ini pemberian dari gue, ya?"

"Maksudnya?" Tanya perempuan pemberi pinjam handphone itu.

"Maksudnya, Lo kasih semua ini tapi Lo gausah bilang ini semua dari gue ya?" Jelasnya.

*Ohh iya iya"

Egi memberikan semua pada keduanya dan mereka menerima dengan baik.

Emang orang-orang yang baik temen-temennya Salma tuh.
Batin Egi berbisik.

Filosofi SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang