Chapter 10

60.4K 2.9K 137
                                    

Author's POV

Malam itu, Cathy berbaring di atas tempat tidurnya. Matanya menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Angin malam berembus sepoi-sepoi lewat jendela kamarnya yang terbuka. Setelah beberapa saat, dia terduduk dan mengacak-acak rambutnya sendiri. Kemudian dia terdiam sambil merengut. Dialihkannya tatapannya ke jendela di samping tempat tidurnya.

Jendela itu tepat menghadap ke taman di bagian belakang rumahnya. Cathy bergeser mendekat dan bersandar pada kusen jendela. Ditatapnya halaman belakang rumahnya itu dan sesekali menatap tanpa minat pada langit malam yang tak berbintang.

"Apa-apaan...," gumamnya.

Dia menjedukkan kepala ke kusen jendela beberapa kali---kebiasaannya kalau dia galau, bingung, atau kalut waktu sedang memikirkan sesuatu. Dan apa yang dia pikirkan sekarang itu gabungan dari ketiganya.

"Iiihhh, apa-apaan sih diaaaa!!!! Gaje bingitzzz pake 'z'!!!" omelnya sambil melanjutkan aktivitas menjedukkan-kepala-ke-kusen-jendela yang juga gaje. Dia aja yang nggak sadar kalo dia gaje.

Akhirnya dia berhenti dan kembali ke posisinya yang semula---tiduran karena pusing.

Cewek cengeng kayak lo gak akan gue bagi luka-luka gue beserta rasa perihnya. Gak akan.

Kata-kata Ervin tadi siang kembali terngiang di dalam pikirannya. Hal itu membuat dia menghembuskan napas dengan kesal. Cewek manapun pasti akan tau apa makna yang tersirat di dalam kata-kata Ervin, walaupun mungkin Ervin nggak menyadari apa makna kalimat tersebut. Tapi sudut pandang Cathy berbeda dari cewek-cewek tersebut. Menurut pandangan Cathy...

"Iiihh, dia jeleeeekkk!!! Kok aku dikatain cengeng sih?!! Jelek jelek jelek jeleeekkk!!! Liat aja pembalasan aku besok!" jeritnya.

"CATHYYYYY, BERISIKKK!!! UDAH JAM BERAPA INI?! KAMU BESOK SEKOLAH KAN?? CEPETAN TIDUR!!!"

Cathy terlonjak kaget mendengar ada yang membalas jeritannya dari luar kamar. Dia sudah akan membaca-baca doa, sebelum akhirnya menyadari bahwa itu adalah teriakan mamanya.

"Iya, Mamaaaa!! Maaaafff!!!" balasnya.

Dia segera mematikan lampu kamarnya dan membungkus diri dengan selimut sembari meringkuk di dalamnya.

*****

"Wanjer!!! Cathy, lo serius? Gak bohong? Demi apa?"

Cathy menutup kupingnya mendengar pertanyaan-pertanyaan sahabatnya yang keluar tanpa jeda. Mirip mencret. Bedanya, pertanyaan itu keluarnya dari mulut sedangkan mencret keluar dari pantat.

"Yaelaaahh, gak guna lo nutup kuping juga. Masih kedengeran kan suara gue? Cepetan ceritaiiinnn!!!" paksa Elys dengan gusar sembari mengguncang-guncang badan Cathy.

"Adoh, Elyyysss!!! Iya ntar gue ceritain pas pulang!" balas Cathy yang akhirnya menghentikan Elys mengguncang-guncang badannya.

Cathy mendengus dan duduk kembali di bangkunya dengan tenang. Dia menoleh ke belakang dan matanya menangkap bangku kosong di pojok kelas.

Bangku Ervin.

Dia kemana ya? Gak biasanya dia dateng siang, batin Cathy.

"Heyyy semuaaahhh!" sapa seseorang yang membuat Cathy terlunjak dan menoleh ke asal suara.

Kevin berdiri di depan meja Cathy dan Elys sambil menggendong tas hitamnya dengan cengiran jahil khas dia terpampang di mukanya. Elys merengut dan mengomeli Kevin karena sikapnya yang memalukan. Oh iya, mereka udah jadian lho! Iya, berkat Cathy yang nyelipin cabe rawit banyak-banyak ke makanan Kevin. Besoknya, Kevin gak masuk karena mencret. Elys pergi ke rumah Kevin sambil bawain dia obat mencret dan besoknya mereka jadian. Kurang elit sih. Ide Cathy.

Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang