Chapter 14

54.3K 2.5K 34
                                    

Author's POV

Mata Elys membesar mendengar hal yang baru saja dikatakan oleh sahabatnya. Dia sempat berpikir bahwa telinganyalah yang bermasalah sehingga salah dengar, soalnya nggak mungkin, kan, kalo Cathy suka sama...

"Apa? Coba lo ulangin kata-kata lo barusan. Kayaknya telinga gue lagi bermasalah. Coba ulang!" pinta Elys dengan tidak sabar.

Wajah Cathy yang semakin membara membuat Elys semakin percaya dengan apa yang dikatakan sahabatnya barusan. Dia mengusap dahinya sampai ke ubun-ubun.

"Lo... Gila, gue gak percaya. Kok bisa...?" Elys jelas-jelas kehabisan kata-kata. Tapi tiba-tiba di menjerit.

"KOK LO BISA SUKA SAMA-- HMMPPHH!!!" Omongan Elys terpotong karena mulutnya ditutup rapat-rapat oleh kedua tangan Cathy.

"Sstt!! Cempreng banget sih! Jangan kenceng-kenceng, nanti kedengeran sama anak-anak! Apalagi kalo dia juga denger. Bisa mati gue," bisik Cathy panik. Matanya melirik murid-murid di kelas mereka, memperhatikan apakah ada yang mendengar jeritan Elys barusan. Beruntung baginya (tumben bisa beruntung), mereka sepertinya sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Cathy mengangkat tangannya dari mulut Elys setelah dia yakin Elys tidak akan menjerit-jerit lagi.

"Kenapa lo bisa suka sama dia?" tanya Elys segera setelah tangan Cathy tidak lagi menutupi mulutnya.

Cathy terlihat ragu, kemudian dia menghela napas berat. "Gue... Gue juga gak tau kenapa bisa," jawabnya pelan.

Elys memperhatikan sahabatnya selama sejenak, lalu dia melipat tangannya di dada dan bersandar pada balkon di sampingnya. Matanya tertuju pada lapangan.

"Gue tau, sih, perasaan lo," ujarnya. "Kita semua pasti punya tipe orang yang kita suka. Tapi kadang-kadang kita justru suka sama orang yang gak pernah kita duga. Bisa jadi dia malah orang yang kita pikir kita gak akan suka."

Mata Elys kembali tertuju pada Cathy yang masih memperhatikannya. "Tapi sebenernya, siapa pun dia, itu gak masalah. Yang bermasalah itu apakah kita ngerasa nyaman sama dia atau nggak. Kalo lo ngerasa nyaman, itu oke-oke aja. Tapi kalo lo ngerasa gak nyaman, jangan sekali-kali lo mau atau lo bakalan nyesel."

"Jangan pernah ngeliat orang dari luarnya aja. Sering, kan, denger gituan? Siapa pun mereka, mereka berhak untuk merasa diterima sama orang-orang di sekitarnya. Kalo lo suka sama dia, itu terserah lo. Jangan dengerin apa kata orang karena mereka cuma liat luarnya aja. Lo yang lebih tau tentang dia, bukan mereka. Mereka selalu bilang sebuah pasangan itu cocok kalo yang cowoknya ganteng dan yang ceweknya cantik," lanjut Elys.

"Bukan itu yang seharusnya mereka liat. Yang perlu diperhatiin itu adalah sifat dan kelakuan mereka. Kalo luarnya bagus tapi dalemnya busuk, ya, sama aja." Elys tersenyum dan meletakkan tangannya di bahu Cathy. "Jadi, keputusan ada di tangan lo. Lo hanya punya 2 pilihan: lo perjuangkan perasaan lo atau lo tinggalin. Apapun keputusan lo, jangan sampe itu ngebuat lo menyesal," ucap Elys tegas.

Cathy tersenyum kecil. Di dalam hati, dia membatin bahwa hanya ada dua orang yang bisa menasihatinya sekaligus menyemangatinya: ibunya dan Elys.

*****

"Lo serius?"

Kevin menatapnya dengan mata melotot. Elys mengangguk. Wajahnya datar tanpa ekspresi.

Sekolah sudah sepi karena waktu pulang sekolah sudah lama berlalu. Hanya terlihat beberapa murid saja yang masih di sekolah, termasuk mereka berdua. Elys sengaja memanggil Kevin ke kantin sepulang sekolah untuk membicarakan hal terjadi waktu istirahat tadi. Pengakuan Cathy.

Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang