Chapter 12

61.8K 2.5K 36
                                    

Cathy's POV

Kok dia bisa ada di sini? Dia kan harusnya ada di sekolah elit khusus putra di belahan Jakarta yang lain.

"Kok lo bisa ada di sini sih?" tanya gue kesal sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan mautnya. Akhirnya kedua tangannya terlepas dari badan gue dan cowok itu terkekeh geli.

"Gue kangen Cathy, jadi gue pindah ke sini biar bisa ketemu," jawabnya dengan gaya kekanak-kanakkan.

Terdengar suara langkah kaki seseorang yang sedang berlari di lorong. Lalu Elys muncul di depan pintu kelas dengan napas yang terengah-engah. Wajahnya kusut dan dia melangkah ke arah cowok di hadapan gue.

"Lo bisa gak usah kabur-kaburan gitu gak? Capek gue ngejarnya! Mentang-mentang pemenang lomba lari tingkat internasional terus lo lari-lari gitu. Pikirin dong kaki gue yang gak sekuat kaki lo!" semprot Elys.

"Hehehe, iya deh, maaf. Ah, halo! Nama gue Leo, sepupunya Elys, " kata cowok itu.

Leo mengulurkan tangan ke arah Ervin yang sedari tadi berdiri di belakang gue. Ervin menyambut uluran tangannya. "Ervin," ucapnya singkat, padat, dan jelas. Elys yang sedari tadi hanya merengut memperhatikan tingkah sepupunya, akhirnya bergerak untuk meletakkan tasnya di bangku tempat duduknya yang biasa, di samping bangku gue.

"Oh iya, gue duduk di mana? Ada bangku yang kosong gak?" tanya Leo begitu melihat apa yang dilakukan Elys.

"Ada tuh, di sampingnya Zahra," ucap gue sambil menunjuk bangku di urutan ketiga dari belakang di barisan kedua dekat pintu masuk.

"Oke!" Leo dengan santainya melenggang ke arah bangku yang gue tunjuk dan meletakkan tasnya di bangku sebelah kanan. Itu membuat gue mengerutkan kening.

"Leo, kok bangku yang itu?" tanya gue bingung. Leo menaikkan sebelah alisnya.

"Bukannya lo tadi bilang yang ini?"

"Gue gak nunjuk yang itu kok."

"Terus yang mana?"

"Bangku yang sebelah kiri, soalnya yang kanan itu tempat Zahra biasa duduk," ucap gue.

Leo menepuk jidatnya, sedangkan Elys tertawa geli. "Ya ampun, mana gue tau lo nunjuk yang kiri," kata Leo, kemudian dia memindahkan tasnya ke bangku sebelah kiri.

"Masih pagi banget ya. Terus kita mau ngapain di sini?" tanya Leo.

"Gak tau," jawab Elys cuek mewakili gue yang barusan pengen jawab itu.

"Ayoo, anter gue keliling sekolaahh!" pinta Leo sambil memeluk Elys dengan manja. Ya ampun, Elys udah kayak emaknya Leo.

"Ih, apaan sih lo?! Sana, pergi sendiri!" bentak Elys dengan sadis.

"Elys jahat banget," gerutu Leo. Seketika, wajahnya berpaling ke arah gue dan seketika itu juga, perasaan gue gak enak.

"Cathyyy, temenin gue keliling sekolaahh!!" Leo memeluk gue, lagi. Tuh kan. Elys malah pasang tampang lega. Kejamnya Elys.

Akhirnya waktu menghayal gue diganti dengan tur keliling sekolah bareng Leo. Ya ampun, dia tetep nyebelin kayak waktu pertama kali ketemu. Apa dia gak bisa berhenti senyum dan ngilangin sifat kekanak-kanakkannya untuk sementara? Gue bisa ngebayangin penderitaan Elys karena punya sepupu jenis ini.

Beberapa anak yang melihat kita berdua, kebanyakan cewek, sempet berbisik-bisik. Tapi cewek-cewek itu langsung terdiam kayak orang tole waktu disenyumin sama Leo. Bener-bener deh nih anak. Untunglah bel sekolah bunyi tepat di saat gue udah gak tahan lagi ngadepin curut satu ini.

Gue langsung masuk ke kelas setelah nganterin Leo buat ketemu sama guru kita yang ngajar jam pertama hari ini, Pak Hasan. Setelah duduk cukup lama di kelas, Pak Hasan sama Leo akhirnya dateng, disambut dengan bisikan-bisikan dari temen-temen sekelas yang pastinya ditujukan untuk Leo. Leo pun dipersilakan sama Pak Hasan untuk memperkenalkan diri di depan kelas.

Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang