Chapter 16

49.2K 2.4K 131
                                    

Leo's POV

Wah, ternyata udah jam 9.16. Berarti gue udah terlambat 16 menit. Oke, ini bahaya. Cathy paling benci sama orang yang suka terlambat kalo janjian. Gue pun mempercepat langkah kaki gue. Tinggal naik eskalator sekali lagi, belok kiri, ngelewatin toko baju, dan... Wah, dia udah ngeliat gue rupanya. Waduh, mukanya serem.

"LEO!!! Lo ke mana aja, sih?! Ini udah jam berapa? Itu ada jam di tangan lo, kok, masih terlambat aja?"

Nah, bener, kan? Gue baru aja nyampe dia langsung mencak-mencak tanpa peduliin orang-orang yang ngelirik kita. Tapi, bukan Cathy namanya kalo urat malunya belom putus.

"Hehehe, maaf, ya. Tadi gue bangun kesiangan," ujar gue sambil cengengesan. Raut wajah Cathy sama sekali nggak berubah, tetep cemberut sambil melipat tangan. Itu artinya harus pake cara lain.

"Sori, jangan marah. Nanti gue traktir es krim, deh. Ya?" bujuk gue dengan cengiran khas gue. Bener aja, Cathy langsung tersenyum lebar dengan mata berbinar-binar kayak anak kecil.

"Oke! Yok, beli buku!" serunya kegirangan. Gue tersenyum lega karena bujukkan gue berhasil. Cathy selalu paling gampang tergiur sama makanan. Anehnya, berat badannya segitu-segitu aja dari dulu. Gak pernah tambah gemuk. Makanannya lari ke mana?

Gue berjalan ke arah rak buku yang memuat buku-buku pelajaran. Bu Ester memberi kami PR dari buku yang belum gue punya karena gue anak pindahan. Jadi, gue nggak tau kalo dari awal udah disuruh beli buku itu. Sementara itu, Cathy udah kabur ke tempat novel-novel terjemahan favoritnya yang gue gak akan kuat baca.

"Warnanya hijau sama merah, penerbitnya...," gue bergumam gak jelas sambil mencari buku tersebut di antara deretan buku-buku yang lain.

"Udah ketemu?" tanya Cathy yang tiba-tiba nongol di samping gue.

Gue menatapnya dan menggeleng. "Belom ketemu. Eh, gila, lo ngeborong semua itu?"

Mata gue melotot melihat buku-buku yang ada di dekapan Cathy. Cathy mengambil, berdasarkan perkiraan gue, lebih dari 5 buku novel yang bahkan lebih tebel dari buku ensiklopedia yang gue pinjem di perpustakaan sekolah buat ngerjain tugas Bahasa Indonesia. Cathy hanya menatap gue dengan tatapan anak kecil yang polos. "Iya, emang kenapa? Gue biasanya beli segini, kok."

"Gak apa-apa," ucap gue dan kembali mencari buku yang harus gue beli. "Mana, sih? Kok nggak ada?" gerutu gue karena nggak nemu-nemu bukunya. Tiba-tiba, sebuah buku tersodor di depan gue.

"Makanya, sering-sering ke toko buku biar hafal tempat-tempat bukunya," ucap Cathy.

Gue mengambil buku itu dari tangan Cathy dan nyengir lebar. "Hehehe, makasih," ucap gue.

Cathy memutar bola matanya. "Ayo, cepetan bayar. Ini bukunya udah mau jatoh dari tangan gue."

"Lagian ribet banget. Sini, sebagian gue bawain," ujar gue dan mengambil tiga buku dari tangannya. Busyet, berat banget! Dia kuat juga gendong buku segitu banyaknya.

Cathy tersenyum. "Makasih," katanya. Kita segera berjalan ke kasir dan membayar buku-buku yang kita ambil. Gue, sih, cuma beli satu buku. Jadi, bayarnya nggak lama. Kalo Cathy ribet banget. Bukunya banyak, nge-scan harganya juga lama karena harus satu-satu. Setelah Cathy ngambil kembaliannya, dia langsung berjalan ke arah gue yang udah nunggu di pintu keluar toko buku.

"Lama amat bayarnya. Yok, pulang," ucap gue dan melangkahkan kaki untuk berjalan menuju eskalator. Tapi lengan baju gue ditarik sama Cathy.

"Weits, tunggu dulu! Masa lo udah lupa sama janji lo?" tuntutnya. Gue mengerutkan dahi dan mencoba mengingat-ingat. Lalu gue teringat dengan bujukkan gue yang berakhir dengan janji untuk beliin Cathy es krim.

Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang