Author's POV
Hari ini adalah hari pembagian rapor. Cathy dan Elys berangkat bersama dari rumah Cathy diantar Om Bayu menggunakan mobil. Cathy dan Elys merasa gugup karena mereka akan segera melihat nilai rapor mereka. Om Bayu tidak membantu sama sekali. Pria itu malah membicarakan apa yang akan terjadi apabila nilai mereka jeblok atau ada anak yang jauh lebih pintar dan mengalahkan nilai mereka sehingga peringkat mereka turun. Om Bayu tertawa begitu melihat ekspresi Cathy dan Elys yang seperti orang yang sedang menahan pup.
Akhirnya, dia menyemangati Cathy dan Elys dan meyakinkan mereka bahwa nilai mereka pasti bagus. Beberapa saat kemudian, mereka memasuki gerbang sekolah dan menuju tempat parkir mobil yang disediakan sekolah. Setelah Om Bayu memarkirkan mobilnya, mereka segera beranjak turun dari mobil. Cathy dan Elys makin merasa gugup. Di depan pintu masuk utama sekolah, mereka melihat Zahra dan Leo. Cathy dan Elys berjalan menghampiri mereka.
"Zahra! Leo!" panggil Cathy dan Elys berbarengan.
Zahra dan Leo menoleh dan melambai pada mereka.
"Orang tua kalian mana?" tanya Cathy.
"Udah pada di dalem," jawab Zahra.
"Gak sabar, nih, mau ketemu sama Om Reza," ucap Elys. Cathy menatapnya dengan alis terangkat.
"Itu siapa?" tanya Cathy. Leo dan Elys menepuk jidat.
"Itu papa gue, woy. Kalo sekarang udah pikun, tua nanti jadinya gimana, ya?" ujar Leo sambil cengengesan.
"Amnesia," celetuk Elys. Cathy cemberut mendengar ejekan kedua temannya. Terdengar tawa lain dari belakang Cathy dan Elys. Cathy menyadari bahwa ayahnya masih bersama mereka.
"Kok Papa masih ada di sini? Nggak masuk ke dalem? Rapor Cathy gimana?" tanya Cathy pada Om Bayu.
Om Bayu menepuk jidatnya. "Oh iya. Yaudah, Papa masuk dulu, deh," ucap Om Bayu dan segera masuk ke dalam gedung sekolah.
Cathy menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan ayahnya.
"Itu," ucap Elys sambil menunjuk Om Bayu, "sama Tante Eva, jadinya ini," kali ini, jarinya menunjuk Cathy. Cathy semakin cemberut mendengar tawa teman-temannya.
"Udahan, deh, ngeledeknya. Lebih baik kita ikut masuk. Gue pengen tau peringkat-peringkatnya," ucap Cathy memotong suara tawa teman-temannya itu. Cathy masuk diikuti Elys, Leo, dan Zahra.
Mereka menaiki tangga menuju kelas mereka dan ketika mereka tiba di sana, wali kelas mereka baru saja masuk sambil membawa setumpuk buku rapor milik anak-anak kelas mereka. Koridor depan kelas dipenuhi oleh anak-anak yang orang tuanya sudah ada di dalam kelas. Ada papa Cathy di bagian depan baris ketiga. Bu Dewi duduk di kursinya dan meletakkan tumpukan buku rapor di meja. Meja guru sudah dipindah menjadi di tengah-tengah bagian depan kelas, bukan menghimpit tembok seperti biasanya.
"Selamat pagi Bapak-bapak dan Ibu-ibu," ucap Bu Dewi.
Beliau menyampaikan beberapa patah kata pembuka dan akhirnya sampai ke bagian yang paling mendebarkan bagi para murid yang ikut mendengarkan dari luar kelas.
"Saya akan mengumumkan anak-anak yang masuk ke dalam peringkat 10 besar," ucap Bu Dewi. Beliau memakai kacamatanya dan mengambil secarik kertas dari dalam map yang dibawanya bersama rapor-rapor itu.
"Peringkat 10 diraih oleh..." Beliau mulai menyebutkan. Terdengar suara gaduh dari anak-anak setiap kali Bu Dewi menyebutkan nama seorang murid. Cathy dan teman-temannya masih menunggu dengan cemas karena nama mereka belum disebut. Hingga peringkat ketujuh, nama mereka belum juga disebut.
"Peringkat keenam diraih oleh Leonard Damian."
Leo mendesah lega dan mengusap-usap dadanya. Dia cengar-cengir begitu melihat ayahnya mengacungkan dua jempol padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare
Teen Fiction-Cathilin Fidela Earlena Panggilan gue Cathy, kelas 2 SMA. Kehidupan remaja gue normal. Sahabat gue absurd dan sukanya petakilan. Kena karma itu hobi dia. Gue sering berantem sama cowok sekelas yang juteknya amit-amit. Cerita romance? Jangan tanya! ...