Chapter 11

56.8K 2.4K 60
                                    

Author's POV

Cathy terbangun karena kepalanya terantuk sesuatu yang keras. Matanya menyipit, mencoba menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya di sekitarnya. Dia terduduk dan menguap sambil menggosok-gosok matanya. Kemudian dia memperhatikan sekelilingnya. Ruangan ini menurutnya adalah kamar. Kasur tempatnya duduk adalah kasur berseprai hitam. Tembok kamar ini berwarna abu-abu. Dia menoleh ke samping, ada meja tepat di samping tempat tidurnya. Mungkin kepalanya terantuk meja itu.

Cathy kebingungan karena kamar ini tidak seperti kamar yang dia kenal. Seprai di kamarnya berwarna cokelat tua bergaris-garis putih, sedangkan temboknya berwarna cokelat muda. Kamar ini super rapi, padahal kamarnya nggak super rapi. Tiba-tiba dia teringat bahwa sebelumnya, dia pergi ke apartemen Ervin. Lalu, dia masuk ke kamar Ervin dan dia ketiduran. Berarti ini... masih di kamar Ervin.

Cathy merasakan wajahnya memanas. Dia tidur di kamar anak cowok yang bahkan gak ada hubungan darah dengannya. Buru-buru Cathy menyibak selimut, mengambil tasnya, dan keluar dari kamar. Ruang keluarga apartemen ini sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Tante Rika ataupun Ervin.

"Ervin?" panggilnya. "Tante Rika?" Tidak ada yang menyahut. Cathy kebingungan dan memutuskan untuk memeriksa ruangan-ruangan lain.

Ketika dia sedang berjalan di koridor tempat kamar Ervin berada, terdengar suara dentingan benda logam dari arah ujung koridor. Dengan segera, Cathy melangkah ke asal suara. Ada sebuah ruangan dengan cahaya lampu yang keluar dari sana.

Cathy melongokkan kepalanya ke dalam ruangan, dan matanya menangkap sosok anak laki-laki sedang duduk tenang di kursi. Di tangannya, ada sebuah buku novel yang menurut Cathy lumayan tebal. Di sampingnya, ada segelas teh yang masih mengepulkan asap. Cathy mengasumsikan bahwa ruangan ini adalah ruang makan. Matanya tetap terarah ke wajah cowok itu.

Cathy juga baru sadar bahwa apa yang selama ini anak-anak cewek bilang memang benar. Menurut Cathy, Ervin lumayan ganteng. Lumayan loh!

"Mau ngintipin orang sampe kapan?"

Suara Ervin membuat Cathy tersentak dari lamunannya. Cathy baru menyadari bahwa Ervin sedang menatapnya dengan wajah datarnya yang biasa. Dia merona karena ketahuan sedang memperhatikan Ervin, dan melangkah pelan ke kursi di depan cowok itu.

"Kok sepi banget? Tante Rika mana?" tanyanya.

Ervin meneguk tehnya dan menjawab, "Mama lagi pergi."

"Kok gue gak dibangunin? Malu-maluin tau!"

"Malu-maluin kenapa? Gue kan gak ngapa-ngapain."

"Ya tapi kan tetep aja malu-maluin tidur di kamar cowok."

"Terserah."

Cathy menghela napas kesal. Keheningan kembali melanda. Ervin tetap membaca bukunya sedangkan Cathy bengong sambil berdiri seperti orang autis, bingung apa yang harus dilakukannya. Tiba-tiba dia menyadari sesuatu.

"Sekarang jam berapa?" tanyanya.

Ervin melirik Cathy sembari menjawab, "Ada jam di samping lo. Liat aja sendiri."

Cathy menoleh ke samping dan menemukan jam dinding yang terpasang di tembok. Jarum panjang jam itu menunjuk angka ke 1, sedangkan jarum pendeknya menunjuk angka ke 5. Mulut Cathy terbuka lebar dan matanya melotot.

"APA? JAM LIMA?!" jeritnya histeris seperti melihat sapi jatuh dari langit tanpa sebab.

Ervin mendecak sebal. "Biasa aja kali."

Cathy menatap tak percaya ke arah Ervin. "Er, ini udah jam lima."

"Terus?"

"Gue harus cepet-cepet pulang kalo gak mau kena omel Kak Candra! Mana rumah gue jauh lagi. Gilaaa, gue kudu lari kalo mau sampe rumah sebelum jam 6."

Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang