"Masuk kamar dulu aja, kamu sedang stress jadi bicara yang aneh"
Kata kata dari mulut Reno membuat Dara menghela napasnya, lelaki itu tidak bisa menerima pengakuannya. Bahwa dirinya, masih mencintai mantan kekasihnya.
"Reno, aku enggak stress" Dara berucap lirih, berusaha berbicara baik baik dengan lelaki didepannya itu meskipun nyatanya sulit karena dirinyapun belum berhasil menstabilkan emosi dalam dadanya. Emosi dari tangisan yang akhirnya tumpah, karena takut kehilangan Reno meskipun harus.
"Ana, aku bilang masuk. Aku lagi gak mau denger apapun dari kamu, pikiranmu lagi engga jernih" Dara terdiam, mendengar nada tinggi milik Reno tanda lelaki itu serius akan ucapannya.
Dara mencoba mengatur napasnya, mencoba benar benar menstabilkan tangisnya dan berdiri. Beralih meninggalkan Reno ke kamar tidur, dengan membawa ponsel ditangannya.
Dara menatap kosong dinding kamarnya, tepat setelah pintu kamar tertutup. Pikirannya kacau, tidak pernah terpikirkan bahwa menyakiti Reno akan terasa seperti ini. Dara bersendekap, memeluk kedua kakinya yang terlipat.
Pikirannya melayang jauh, pada Reno yang selalu ada untuknya bertahun tahun lamanya. Kasih Sayang dari lelaki itu yang diberikan untuknya tanpa henti. Reno tidak seharusnya disakiti olehku.
Berulang kali Dara berpikir untuk meneruskan hubungannya dengan Reno, namun hatinya selalu menolak. Tidak mengerti darimana penolakan itu berasal. Beberapa kali Dara menimang, untuk menyudahi pengakuannya dan menjalani kisah cinta dengan Reno saja namun bayangan Elang selalu menghampirinya.
Seberapapun Dara mencoba, hatinya selalu memilih Elang. Cinta pertama yang tidak mau pergi.
Dara terdiam, alangkah bahagianya jika ciuman yang ia lakukan bersama Elang tadi bukanlah sebuah bentuk kecurangan yang ia lakukan pada Reno. Ciuman yang tidak pernah bisa ia berikan pada Reno, namun dengan mudahnya berlabuh pada bibir Elang.
Seenak itu cinta, dalam bersikap. Sebuah karakter yang sangat kuat, untuk menjadikan manusia melakukan sesuatu.
Dara meringis, tidak mengerti harus bagaimana lagi. Tidak mengerti harus menertawakan hidupnya atau menangisinya. Dara tidak mengerti lagi.
Drrrtt ... Drrrtt ...
Dara melirik ponsel di tangannya, merespon malas akan panggilan nomor asing yang masuk. Nomor tidak dikenal, Dara sedang tidak berselera apabila harus menerima telepon dari wali murid saat ini ataupun guru lain.
"Halo." Dara menyandarkan kepalanya pada dinding, menutup matanya dan menanti jawaban dari seberang telepon tanpa minat.
"Ha-halo, Dara?" Mata Dara terbuka, jantungnya berdebar kencang tanpa bisa ia cegah. Bahkan jantungnya sangat mengenal suara lelaki yang sedang dicintainya kini, sudah jelas merupakan suara Elang.
"Elang?" Dara mencengkram ponselnya erat, ketidakminatan yang baru saja ia rasakan kini menjadi sebuah antusiasme yang hebat.
"Iya, kamu enggak papa?" Dara berpikir sebentar, tidak mengerti mengapa Elang menanyakan hal itu karena nyatanya, dirinyalah yang ingin mengetahui apakah lelaki itu baik baik saja setelah respon tidak bersahabat dari Fera.
"Hmmm, enggak papa" Dara tersenyum, berusaha menormalkan suara setelah tangisnya yang masih membekas.
"Kamu nangis?" Dara terdiam, tidak mengerti harus merespon bagaimana karena tidak menduga Elang mengetahui apa yang baru saja ia lakukan. Menangis.
"Enggak, kok"
"Beneran? Suaramu beda" Dara mengatur napasnya, dirinya tidak suka dengan pertanyaan seperti ini. Yang ada, dirinya malah menginginkan lelaki itu ada di sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Should I say that I Love You again?
RomanceShould I Say That I Love You again? (Elang Dan Dara series 2 ) 11 years passed... Kadang, tak sepenuhnya kisah berakhir disatu masa. Ada yang ingin terus berjalan, untuk menyusun tubuh rindunya. Kepada kisah adam dan hawa yang telah kandas beberap...