1.1

7.5K 1.6K 263
                                    

Empat pasang kaki melangkah menulusuri jalanan sunyi distrik satu. Dua perempuan, dan dua laki-laki. Masing-masing dari mereka membawa ransel dan sebuah pipa air ditangan.




"Woy bentar, perut gua mules nih."seru seorang lelaki dengan kulit gelap. Tangan satunya sibuk meremas area perut buncitnya.




Ucapannya sukses membuat ketiga kaki yang lain berhenti melangkah. Cowok satunya menghela nafas pelan, netranya menatap kesana kemari memastikan bahwa semuanya aman.




"Gimana nih, Jen?" tanya seorang cewek berbadan bongsor.




Lelaki itu, Lee Jeno, menatap ketiga temannya bergantian. "Mau gimana lagi, masuk ke rumah."


















Srakk srakk




Atensi keempatnya beralih kepada sumber bunyi, dibelakang mereka ada segerombolan bayangan bertubuh besar dengan cakar runcing. Jeno meletakan telunjuknya didepan bibir, menyuruh agar semuanya tak bersuara.




"Siyeon, maaf tolong alihin dulu ya?" ujar Jeno, pada seorang gadis dengan rambut diikat satu.




Siyeon mendecih sebal, "Gue lagi?"




"Lu kan jago lari." Jeno tersenyum sembari mengusap bahu Siyeon dengan lembut. "Bisa kan?"



Mau tak mau Siyeon menangguk. Mereka sudah berjanji satu sama lain untuk saling menjaga, jadi tak ada alasan untuk menolak. Tapi tetep aja Siyeon kesal, dia selalu jadi umpan.




Siyeon mengikat tali sepatunya, bersiap untuk berlari. Gadis itu menodongkan jari tengahnya kepada si cowok berkulit gelap sebelum akhirnya mulai berlari dengan arah yang berlawanan.




Setelah Siyeon memancing makhluk-makhluk itu, barulah ketiganya kembali melangkah menuju rumah besar yang terletak diujung jalan.




Jeno mencoba mendobrak pintu garasi, namun pintu setinggi dua meter itu tak kunjung menunjukan tanda tanda akan terbuka.




As expected, keamanan rumah di distrik satu itu tinggi. Susah dibobol karena kebanyakan orang yang tinggal disana adalah orang orang kaya dan anggota pemerintahan.




"Kayaknya dikunci deh." seru si cewek.




Jeno mendesah singkat, "duh Chan, masih bisa ditahan gak?"




Haechan-cowok pemilik kulit gelap itu menggeleng kuat. Ia tengah berjongkok, tumit kakinya diselipkan diantara belahan bokongnya. "Aduh sumpah gabisa lur."desisnya pelan. "Udah diujung, pintunya udah kebuka dikit."




"Ah elu mah nyusahin, boker aja sana dirumput." sungut si cewek lagi, kesal.




"Ogah, masa homo sapiens cebok pake batu."




Selagi ketiganya berdebat, sosok Siyeon melangkah menghampiri. Jauh dibelakang sana ada mereka yang masih setia mengejar.




"Woy cabut cabut." seru Siyeon, setengah panik.




Mau tak mau mereka berlari lagi. Haechan meraup batu hias yang ada ditaman rumah, memegangnya dengan kuat berharap bisa meredakan gejolak pencernaan didalam perutnya.



Si cewek bongsor menoleh kebelakang, niatnya memastikan bahwa makhluk itu tertinggal jauh. Namun netranya menemukan sosok bayangan dibibir pintu, tengah mengintipnya tanpa berniat berbuat apapun.






























***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[3] ONE OF THESE NIGHT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang