1.7

6.4K 1.5K 68
                                    

Jeno sama Chaeyoung udah naik lima lantai, tapi makhluk makhluk dibelakangnya masih tetep ngejar. Rasanya lutut Jeno lemes banget, tulangnya kayak pengen copot dari bonggolnya.




Karena udah gak kuat, akhirnya mereka berhenti di lantai sepuluh. Jeno menarik tangan sepupunya itu agar mengikutinya masuk kedalam ruangan diujung lorong. Setelah masuk, Jeno mengunci pintunya rapat-rapat, bahkan cowok itu menggeser bufet antik untuk menahan pintu.




"Anjir capek." keluh Jeno.




Chaeyoung udah gak bisa ngomong, saluran pernafasannya menyempit membuat dirinya tak bisa bernafas. Jemari gadis itu merogoh sakunya, mencari benda berwarna biru disana.




Walaupun keliatan kuat karena badannya bongsor, Chaeyoung itu sering sakit-sakitan pas kecil. Dia juga punya asma, dari dulu Chaeyoung gak bisa olahraga berat. Asmanya pasti bakal kambuh.




Setelah memastikan bahwa pintu tertahan dengan sempurna, Jeno segera Chaeyoung. "Jangan panik, lu gak papa." ujarnya dengan lebut.





Telapak Jeno mendarat dikedua bahu Chaeyoung, memaksa agar gadis itu menatap kearahnya. "Take a deep breath, and let it out slowly. "




Chaeyoung mengikuti instruksi Jeno. Gadis itu mengocok inhaler, menekannya sebelum menarik nafasnya dalam. Sepuluh detik, baru Chaeyoung menghembuskan nafas.




"Are you okay?"




Kepala Chaeyoung mengangguk pelan. Jeno mendesah lega, pemuda itu mengusap pelan bahu Chaeyoung seraya tersenyum.




"Duduk dulu disini."




Setelah itu ia mengedarkan pandangannya kearah penjuru ruang. Dengan dibantu oleh senter kecil yang selalu tersimpan disaku, kaki Jeno melangkah menuntun tubuhnya kepada sebuah kotak kecil yang terletak didalam almari kaca.




Jeno membukanya, meraih kotak baja itu. Dwinetranya memincing saat netranya menemukan ukiran kecil yang terletak dibawah.




"Ini dari distrik sembilan."

[3] ONE OF THESE NIGHT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang