8 : dimana mereka?✔

1.4K 112 2
                                    

Kini Lizy telah sampai dirumahnya. Kali ini wajahnya terlihat ceria. Setelah berbincang dengan Rey beberapa jam lalu, membuat hati Lizy sedikit berwarna. Entahlah, Lizy belum mengerti tentang perasaannya.

Sesuai janjinya, besok Rey akan datang ke rumah Lizy untuk memastikan semuanya. Apa benar itu teror dari manusia atau ulah dari para hantu?

Baru saja Lizy akan pergi ke dapur, Bi Asih mendatanginya. Bi Asih menatap Lizy lama. Tatapan itu seolah berisi rasa takut, cemas, dan amarah.

"Ada apa Bi?"

"Apa Nona mendatangi rumahku?"

Sudah Lizy duga, pasti Bi Asih tahu.

"Iya," jawab Lizy sekenanya. Ia meraih pintu kulkas dan mengambil air dingin lalu meminumnya.

"Apa Nona tidak takut?" Kali ini nada suara Bi Asih terlihat khawatir.

"Tentu tidak Bi, lagipun kemarin aku bertemu orangtua yang baik, namanya Pak Udin."

Bi Asih menegang saat Lizy menyebut nama Pak Udin.

"Pak Udin?"

Lizy mengangguk sambil sesekali meminum airnya lagi.

"Apa Nona tidak tahu kalau sebelum saya ke sini Pak Udin telah meninggal,"

Lizy membulatkan matanya tak percaya. Air di mulutnya hampir saja tersembur keluar.

"Apa maksud bibi? Pak Udin sudah meninggal? Tapi tadi aku benar-benar berbicara dengannya!" Lizy sedikit menaikkan nada bicaranya karena terlalu kesal.

"Iya Nona, percayalah Pak Udin sudah meninggal!" seru Bi Asih yang kemudian berlalu dari hadapan Lizy.

Lizy terduduk dengan tangan yang memegang kepalanya. Apa yang terjadi dengannya? Jika memang Pak Udin telah meninggal kenapa Lizy bisa melihat dan berbicara dengannya tadi? Apa ini berkaitan dengan seseorang yang menerornya?

Lizy merasa setelah tragedi kecelakaan yang menewaskan para saudarinya, satu-persatu masalah mulai muncul. Seperti tak ada celah untuk bernapas. Yang Lizy butuhkan saat ini adalah seseorang yang bisa membantunya.

***

Bunyi bel rumah terdengar cukup kencang dari dalam rumah. Bi Asih yang mendengarnya segera berlari ke arah pintu lalu membukanya. Terlihatlah seorang lelaki tampan dengan senyum menawan, Bi Asih terdiam menatapnya. Matanya memandang sinis lelaki tersebut.

"Pagi Bi, saya Rey temannya Lizy. Saya ada janji dengan dia," ucap Rey memperkenalkan diri.

"Oh, baiklah. Tolong tunggu sebentar," ucap Bi Asih yang kemudian masuk ke dalam rumahnya.

"Aneh," gumam Rey.

Rey melihat bagian depan rumah ini, sejauh yang ia lihat saat ini tidak ada yang aneh. Semua masih terlihat normal di matanya.

"Hai Rey," Lizy melambaikan tangannya, membuat Rey mengalihkan pandangannya ke arah Lizy.

"Hai Lizy. Sesuai janjiku kemarin, hari ini aku datang kerumahmu."

"Kalau begitu, mari masuk."

Rey pun memasuki rumah Lizy. Ia menghirup oksigen sebanyak-banyaknya kemudian diembuskannya secara perlahan.

"Apa kau ingin minum sesuatu?" tawar Lizy kepada Rey yang saat ini telah duduk di ruang tamu.

"Air putih saja Lizy, aku tidak terlalu suka minuman berwarna."

"Baiklah, tunggu sebentar." Lizy pun pergi ke dapur untuk mengambil minuman. Harusnya ia bisa meminta Bi asih mengambilkan, tapi kali ini Lizy ingin mengambil minuman itu sendiri.

Beberapa saat kemudian, Lizy pun kembali dengan membawa air putih dan beberapa camilan.

"Silahkan di minum Rey."

Rey mengangguk, ia mulai memakan camilan tersebut sembari melihat sekeliling ruang tamu.

"Jadi bagaimana?" tanya Lizy.

"Apa?"

"Bagaimana dengan rumahku?"

Rey menyudahi acara makannya kemudian berujar, "Sejauh yang aku lihat, tak ada tanda-tanda -tanda adanya makhluk halus atau sejenisnya. Semuanya masih terlihat normal."

"Berarti peneror itu memang manusia?"

"Belum tentu. Karena aku belum memeriksa ruang yang lain," jawab Rey.

"Apa kau memiliki foto keluarga?"

"Ada, tunggu aku ambilkan."

Lizy pun pergi ke kamarnya untuk mengambil foto bersejarah tersebut. Tak berselang lama, Lizy kembali dengan sebingkai foto ditangannya kemudian menyerahkannya pada Rey.

Rey melihat foto itu dengan jeli. Tak sampai beberapa menit keningnya sudah berkerut heran.

"Ada apa?" tanya Lizy saat menyadari perubahan wajah dari lelaki di depannya itu.

"Apa kau yakin kalau para saudarimu telah meninggal?"

"Ya, aku mengeceknya sendiri di bandara."

"Lizy, bisa saja petugas bandara itu salah. Mungkin karena terlalu ramai orang yang menanyakan hal yang sama, petugas itu salah memberi tahumu," jelas Rey.

"Maksudmu ada kemungkinan jika saudariku masih hidup?"

"Iya Lizy, ada baiknya jika kita cek lagi mengenai tragedi pesawat itu."

"Baiklah, ayo!"

Mereka pun pergi menuju bandara. Sesampainya disana, mereka langsung menanyakannya pada seorang petugas wanita.

"Permisi," ucap Lizy.

"Iya, ada apa Nona?"

"Kami ingin menanyakan korban pesawat Pion Air yang jatuh 1 minggu yang lalu," sahut Rey.

"Sebentar." petugas bandara itu mulai mengecek beberapa lembar kertas dihadapannya.

"Silahkan Nona," petugas itu memberikan selembar kertas kepada Lizy.

Lizy dan Rey sama-sama melihat kertas itu dengan jeli.

"Apa ada nama para saudarimu, Lizy?" tanya Rey.

Lizy sedikit termangu.

"Tidak Rey! Tidak ada nama para saudariku." raut wajah Lizy sedikit bahagia.

"Tunggu! Saat pertama kali saya datang kesini, seorang petugas memberi saya kertas yang sama dan disitu tertera nama saudari saya. Tapi disini tidak ada nama saudari saya, apa ada yang salah?" tanya Lizy pada petugas bandara tersebut dengan sedikit marah.

"Maaf Nona, mungkin yang diberikan kepada Nona adalah daftar penumpang pesawat, bukan korban jiwa. Sekali lagi kami mohon maaf atas kelalaian ini," ucap petugas itu dengan wajah yang sedikit tertunduk.

"Apa kalian--"

"Baiklah kalau begitu kami permisi, ayo Lizy!" Rey memotong ucapan Lizy, karena kalau dilanjutkan pasti akan mengundang keributan.

Rey menarik lengan Lizy pergi dari bandara tersebut.

"Rey!" Lizy menyentak tangannya hingga terlepas, tatapannya mengarah bingung ke arah Rey.

"Sudahlah Lizy, kita bahas ini di rumahmu okay?"

"Terserah."

***

"Lizy tunggu!" Rey mengejar Lizy yang telah mendahuluinya. Saat ini mereka berada di rumah Lizy.

"What?" ucap Lizy dengan ketus.

"Kau marah denganku? Apa salahku? Aku hanya tak ingin kau memancing keributan Lizy. Mengertilah!"

Lizy menarik napasnya dalam kemudian meminta maaf pada Rey atas sikapnya. Lizy pun mempersilahkan Rey masuk dan duduk di sofa ruang tamunya.

"Lalu, bagaimana?" tanya Lizy.

"Ya, kita telah mengetahuinya dan aku yakin jika para saudarimu belum meninggal."

Lizy mengangguk. "Kau benar Rey. Tapi ... kalau mereka belum meninggal, lalu dimana mereka?"

Tbc.



where are they? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang