Epilog

2.2K 120 4
                                    

"Lizy!"

Lizy tersentak ketika ada suara memanggilnya.

"Kak Luna." Lizy bergumam lirih.

Luna memanggil beberapa anggota medis yang ikut bersamanya beserta para polisi.
Luna meminta para anggota medis untuk segera membawa Arin ke rumah sakit.

Dengan segera mereka meletakkan Arin di tandu dan membawanya memasuki ambulan yang memang telah tersedia. Arin melihat Luna yang tersenyum, senyum itu seperti mengingatkan Arin dengan seseorang. Namun, sebelum ia sempat mengingat kegelapan menghampirinya.

Luna menghampiri Lizy kemudian memeluknya.
"Apa yang terjadi?"

"Semua telah selesai kak, sudah selesai."

Oh, Luna mengerti sekarang. Ia semakin mengeratkan pelukannya dengan Lizy, tak peduli jika bajunya tertempel darah yang ada di baju Lizy.

"Bagaimana kakak bisa tahu aku disini?" tanya Lizy sembari mengurai pelukannya.

"Ini, alat ini tertingga di hutan membuatku tahu kalau kau ada di hutan ini."

Lizy mengangguk.

"Tapi aku masih bingung, aku sudah melewati daerah ini namun tak melihat ada sebuah kastil," ucap Luna.

"Itu karena mereka kak, mereka iblis."

"Lalu dimana Rey?"

Mendengar nama Rey membuat air mata Lizy kembali jatuh.
"Dia meninggal."

Luna menutup mulutnya, ia kembali memeluk Lizy untuk menenangkan gadis itu.
Lizy menangis di pelukan Luna. Biarlah kejadian ini menjadi rahasia Lizy, ia tak mau Luna mengetahui semuanya. Cukup hal penting saja yang harus Luna tahu.

"Sudahlah, kita harus meninggalkan tempat ini."

Lizy mengangguk kemudian melangkah pergi bersama Luna serta beberapa polisi yang menemani mereka. Sesaat setelah Lizy pergi, hujan deras mengguyur membuat api yang membakar kastil pun padam. Semua telah hangus terbakar menyisakan abu yang menghitam.

Kini semua telah selesai, Lizy hanya bisa berharap semoga Arin bisa pulih mengingat betapa banyak luka dan lebam yang ada ditubuhnya.

***

1 minggu telah berlalu setelah kejadian itu. Dan kini Lizy masih menunggu Arin yang belum juga sadar. Dokter mengatakan jika Arin koma. Ini aneh, padahal saat dihutan Arin masih sadar.

Lizy mengamati wajah Arin yang penuh plester. Hanya satu yang ia harapkan sekarang, kesembuhan Arin.

Ceklek...

Pintu terbuka menampilkan Luna dengan seikat bunga lily.

"Apa Arin belum sadar?"

Lizy menggeleng, terlihat jelas raut wajahnya jika ia tengah dirundung pilu.

"Aku do'akan semoga Arin segera siuman."

"Terimakasih kak."

Luna menatap Arin dengan pandangan iba. Ia tak menyangka kejadian ini menimpa Arin dan Lizy.
Tangannya terulur menggenggam tangan Arin.

Seketika Tangan Arin bergerak. Luna dan Lizy saling berpandangan. Perlahan, mata Arin mulai membuka mmebuat Lizy dengan sigap memanggil dokter.

"Kondisi Arin sudah membaik. Besok dia sudah diperbolehkan pulang," ucap dokter tersebut membuat Lizy dan Luna tersenyum.

Setelahnya, dokter itupun pergi.
"Kakak." Lizy langsung memeluk Arin.

"Sudah, kakak baik-baik saja Lizy." Lizy pun mengurai pelukannya, air matanya lolos begitu saja melihat Arin kini telah sadar.

Arin beralih menatap Luna yang tersenyum. Senyum itu mengingatkan Arin dengan seseorang di masa lalu.

"Kak Una?"

Luna mengangguk, setelahnya ia memeluk Arin dengan sayang. Oh, entah sudah berapa lama ia tak memeluk adik sepupunya itu.

Lizy yang menyaksikan mengernyit bingung.
"Kalian saling kenal?"

Arin mengangguk, "Dia anak dari tante Yessy Lizy."

Lizy menganga tak percaya, bagaimana bisa? Yang ia tahu anak tante Yessy telah meninggal saat umurnya masih 5 tahun.
Dan bagaimana bisa tante Yessy yang jahat mempunyai anak sebaik Luna?

"Kejadiannya panjang Lizy. Yang jelas kakak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Kakak juga tahu kalau ibu kakak yang membunuh oma. Oleh karena itu kakak dipindahkan ke singapura. Dan Arin sering mengunjungi kakak disana," ucap Luna menerangkan.

Lizy bingung, ia masih tak menyangka.

"Tak usah kau pikirkan, yang terpenting kini Arin sudah sadar dan kau juga sudah tahu jati diriku kan?"

Lizy mengangguk mendengar ucapan Luna. Memang sepertinya ia tak usah memikirkan itu. Toh sekarang ia sudah tahu bahwa Luna adalah kakak sepupunya.

Lizy beralih menatap Arin. Ia tersenyum, semua kejadian yang ia alami akan ia kubur dalam-dalam bersama dengan mimpi buruknya.

Kini, Lizy hanya ingin hidup bahagia walaupun hanya bersama Arin. Ia pun sadar, kehidupan tak selalu berlalu bahagia. Ada kalanya seseorang harus berkorban demi orang yang ia cintai. Air mata pun tak pernah luput dalam kehidupan seseorang.

Meski tanpa Erin, Envy, Tasya, Tisya, dan juga Rey. Lizy bertekad akan menjalankan kehidupannya seperti dulu. Mungkin ini bukan akhir yang bahagia tapi Lizy percaya ada sesuatu yang indah yang menanti dirinya di kemudian hari.

"Aku selalu berharap semua sesuai keinginanku. Namun Tuhan berkata lain, aku harap kakak dan Rey bisa tenang disana. Terimakasih telah ada dalam hidupku."

Tamat.

Alhamdulillah, akhirnya cerita ini tamat.
Niatnya mau buat 2 part tapi nggk jadi.
Setelah ini mungkin bakal aku revisi, tapi nanti setelah cerita keduaku tamat😂
Tetap tunggu ya, bakal ada cerita lagi yang akan ku buat.
Masih dengan genre yang sama.
Sekian, terimakasih yang telah mengikuti Lizy sampai tamat
Sampai ketemu lagi...👋👋

where are they? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang