32 : hasil

1.2K 86 1
                                    

Lizy menghentikan taksinya setelah ia sampai ke alamat yang diberikan Luna saat menelponnya tadi. Sebuah rumah bergaya klasik kini terpampang didepannya.

Lizy menekan bel beberapa kali membuat sang pemilik rumah yang tak lain adalah Luna segera keluar.

"Masuklah Lizy." Setelah Lizy masuk, Luna segera menutup pintu rumahnya kembali.

Mereka kini duduk berhadapan di kursi milik Luna.

"Ada apa kakak memintaku datang kesini?" tanya Lizy.

"Aku telah memeriksa beberapa surat yang kau berikan tadi siang, dan aku telah mengantongi satu nama."

"Siapa kak?" tanya Lizy begitu penasaran.

Luna menggeleng, "belum saatnya kau tahu."

"Kenapa kak?"

"Karena aku belum tau apa benar dia adalah pelakunya."

Lizy menghela napasnya gusar.

"Oh, coba sebutkan nama-nama saudarimu Lizy," ucap Luna.

Lizy mengangguk, "kakak pertamaku bernama Achy, yang ke-2 kembar, kak erin dan Kak Arin, ke-4 Kak Envy, ke-5 kembar lagi Kak Tasya dan kak Tisya."

Luna mengangguk, ia memberikan sebuah kertas dan pena kepada Lizy.

"Lebih baik kau tuliskan disini untuk berjaga jika aku lupa." Luna memberi secarik kertas dan pulpen.

Lizy pun menulisnya. Setelah selesai ia memberikan kertas itu pada Luna kembali.

Saat semua telah selesai, Lizy pun pamit pulang. Sebelum melangkah keluar Lizy sempat bergumam, "pasti pelakunya Kak Envy."

Luna yang masih dapat mendengar itu hanya bisa menggeleng.

"Bukan Envy pelakunya, Lizy!"

***

Esoknya Lizy kembali sekolah seperti biasa, terhitung tinggal lima hari lagi waktu Lizy. Lizy melewati kamar bi asih yang terdapat garis polisi di sekitarnya.

Meski sudah tak banyak polisi di rumah Lizy, tapi masih ada sekitar satu atau dua polisi yang ditugaskan berjaga.

Langkah Lizy terhenti karena suara nyaring telponnya.

"Halo, iya kak?"

"..."

"Bagaimana kalau pulang sekolah?"

"..."

"Oke, terimakasih kak Luna."

Setelah selesai, Lizy pun berangkat ke sekolahnya. Dengan Rey tentunya, tanpa mereka sadari, ada perasaan hangat yang menyususup masuk ke dalam hati mereka.

Waktu begitu cepat bergulir, kini Lizy telah pulang kerumahnya. Setelah berganti baju, ia pergi menuju rumah sakit karena hasil otopsi Bi Asih telah keluar.

Lizy berlari melewati koridor rumah sakit hingga ia melihat sosok wanita berhijab.

"Kau sudah sampai, kalau begitu ikutlah denganku."

Lizy mengikuti Luna menuju sebuah ruangan khusus.

"Bagaimana kak?" tanya Lizy yang kini duduk berhadapan dengan Luna.

Luna menghela napasnya gusar. Lizy dapat menyimpulkan jika hasilnya tidak terlalu baik.

"Harus kukatakan, kasus ini sedikit sulit," Luna menjeda ucapannya dan membuka berkas yang sedari tadi ia bawa.

"Tubuh Bi Asih bersih, tak ada sidik jari atau apapun yabg ditinggalkan pelaku, info yang kudapat hanyalah luka bi asih yang disebabkan oleh pisau berkarat. Selebihnya tidak ada Lizy."

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Raut wajah Lizy kini kembali sedih.

"Hanya rambut itu yang akan mengungkap semuanya, kita tunggu besok."

"Tapi bagaimana jika rambut itu milik bi asih," tanya Lizy.

"Tidak Lizy, aku telah mencocokkannya. Rambut bi asih berwarna hitam sedangkan rambut yang kutemukan berwarna merah." Luna menggeser sedikit posisinya agar nyaman.

"Merah? Ada 3 saudaraku yang memiliki rambut berwarna merah. Apa mungkin?" Batin Lizy.

"Lizy?" Luna melambaikan tangannya di hadapan Lizy.

"Ah, maaf kak."

Luna menggeleng.
"Sepertinya kau lelah, pulang dan istirahatlah Lizy. Yakinkan dirimu jika kasus ini akan selesai dan kau bisa berkumpul dengan saudarimu lagi."

Lizy mengangguk menyetujui saran Luna, setelahnya ia pun pamit pulang.

"Gadis yang malang, aku bertekad akan menyelesaikan kasusmu, Adikku."

Tbc.

Yakin kalau Luna hanya sekadar detektif?
Penasaran siapa Luna?
Vote and comment oke

where are they? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang