15 : kotak, lagi?

1.3K 83 14
                                    

Hari ini Lizy kembali sekolah seperti biasa, sebenarnya Lizy belum mau pergi sekolah, ia masih sedikit berduka mengingat kematian Erin yang begitu mengenaskan. Tapi Lizy juga tak mau untuk meninggalkan pelajarannya.

Lizy duduk di meja makan menunggu sarapannya. Matanya masih terlihat sembab akibat menangis tadi malam.

"Kamu yakin mau sekolah, Nak?" tanya Bi Asih sambil memata sarapan di atas meja.

Setelah obrolannya tadi malam, Bi Asih sudah tidak lagi memanggil Lizy dengan embel-embel 'nona'.

"Yakin kok Bi, soalnya aku nggak mau ketinggalan pelajaran. Untuk sekarang aku udah ikhlasin kepergian Kak Erin."

Bi Asih tersenyum mendengar ucapan Lizy, tapi senyumnya pudar saat Lizy melanjutkan ucapannya.

"Tapi nanti, akan kupastikan pembunuh Kak Erin mati," sambung Lizy dengan kilatan amarah dimatanya.

Bi Asih terkejut melihat mata Lizy. Hatinya serasa teriris mengingat sifat Lizy yang telah berubah.

"Andai kamu tahu peneror itu siapa Nak, apa kamu yakin bisa membunuhnya?" Batin Bi Asih sendu.

Lizy pun mulai mengambil piringnya dan makan dengan tenang. Sementara Bi Asih kembali melanjutkan pekerjaannya.

Setelah menyelesaikan sarapannya, Lizy pergi keluar berniat ingin mencegat taxi, tapi ternyata Rey telah menunggunya sedari tadi.

"Rey? Jemput aku lagi?"

Rey mengangguk.
"Mulai sekarang aku akan jemput kamu tiap hari, jadi jangan kaget kalau aku udah ada di depan rumah kamu."

Lizy tertawa mendengar ucapan Rey.
"Terserah kamu lah, yaudah ayo berangkat!"

Mereka pun berangkat pergi sekolah. Semua itu tak luput dari penglihatan Bi Asih yang sedari tadi berada di balik jendela rumah Lizy.

"Entah apa lagi yang akan terjadi denganmu, Nak," gumam Bi Asih.

***

Lizy dan Rey telah duduk di bangku mereka dan menunggu guru datang karena lonceng telah berbunyi 10 menit yang lalu. Lizy melihat sekeliling kelasnya, ia tertawa saat melihat tingkah absurd dari teman-temannya. Matanya terus menjelajah hingga tak sengaja Lizy melihat sebuah kotak di dalam laci mejanya.

"Rey, ada kotak," Lizy menunjukkan kotak tersebut pada Rey.

"Dari siapa?"

Lizy menggeleng, "nggak tau, aku lihat udah ada di laci mejaku."

"Ya udah, simpan aja dulu di tas kamu. Nanti kita buka di rumahmu," usul Rey yang langsung diangguki oleh Lizy.

"Oh ya, ada yang ingin aku bicarakan padamu mengenai peneror itu," ujar Rey.

"Apa?" tanya Lizy begitu penasaran.

"Peneror itu... dia..."

Ucapan Rey terhenti ketika Bu Rere selaku guru ipa dan juga guru terkiller memasuki kelas dan memulai pelajarannya.

***

Bel pulang telah berbunyi membuat seluruh siswa di SMA Pancasila bersorak senang karena jam pelajaran telah usai, mereka segera membereskan perlengkapan masing-masing dan pulang ke rumahnya, begitu juga dengan Lizy dan Rey.

"Nanti aku pulang dulu buat ganti baju, terus ke rumah kamu lagi. Kita buka kotaknya sama-sama, ok?" ucap Rey di balik helmnya.

"Oke," balas Lizy.

Setelah itu tak ada lagi perbincangan di antara keduanya, hingga sampailah mereka di rumah Lizy.

"Sampai jumpa nanti Lizy,"

"Sampai jumpa Rey," Lizy melambaikan tangannya pada Rey yang sudah pulang ke rumahnya.

*

Sekitar pukul 3 sore, Rey kembali datang ke rumah Lizy.

Kini, Rey dan Lizy tengah memandang kotak di depan mereka.

"Aku buka?"

Rey mengangguk, Lizy pun membuka kotak tersebut dengan perasaan takut. Takut jika ternyata isinya adalah surat kematian seperti sebelumnya.

Lizy menarik napasnya dalam, ia membuka kotak itu perlahan dan melihat isi kotak tersebut.

"Huh, bukan foto keluargaku," ucap Lizy dengan cengiran khasnya.

"Apa isinya?" tanya Rey.

Lizy menenteng sebuah kertas di depan Rey.

"Surat,"

Lizy membuka surat itu dan mulai membacanya. Napasnya tercekat saat membaca isi surat tersebut.

"Apa isinya?" tanya Rey ketika menyadari raut wajah Lizy yang berubah sedikit tegang.

"Ini..."

Tbc.

Hayo...
Penasaran kah?.
😂😂😂


where are they? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang