29 : detektif

1.2K 79 5
                                    

"Ada apa Pak?" tanya Lizy setelah memasuki rumahnya bersama beberapa polisi.

"Sampai saat ini kami belum menemukan bukti jika ini adalah tindak pembunuhan. Oleh dari itu kami meminta persetujuan anda untuk mengotopsi mayat korban. Dan kami juga telah memanggil seorang detektif yang akan segera datang."

Mendengar penuturan polisi membuat Lizy semakin yakin jika peneror itu orang yang sangat cerdas. Tapi Lizy juga yakin pasti ada sesuatu yang ditinggalkan oleh peneror itu.

"Baiklah pak, saya mengizinkan mayat Bi Asih untuk diotopsi. Dan saya sangat menunggu kedatangan detektif itu," ucap Lizy.

Polisi itupun berlalu dari hadapan Lizy.
"Aku harap kasus ini cepat selesai," batin Lizy

***

Sebuah mobil sedan memasuki halaman rumah Lizy, di dalamnya keluarlah seorang wanita cantik dengan hijab yang tersemat di kepalanya.

Wanita itu berjalan memasuki rumah Lizy yang masih dipenuhi para polisi.

"Detektif Luna?" tanya seorang polisi yang melihat nametag wanita tersebut.

Wanita itu mengangguk, "ya, saya detektif Luna."

"Perkenalkan saya jendral Rudi, kepala polisi disini," ucap pak Rudi selaku kepala polisi.

"Mari saya kenalkan dengan pemilik rumah ini sekaligus pelapor."

Pak Rudi beserta detektif Luna pun menghampiri Lizy.

"Saudari Lizy, ini detektif Luna. Dia akan membantu kita menyelesaikan kasus kematian Bi Asih."

Lizy melihat detektif Luna dari atas hingga ke bawah, satu kata yang terselip di pikiran Lizy saat ini 'cantik'.

"Saya Lizy. Saya harap anda dapat menyelesaikan kasus ini dengan segera." Lizy menjabat tangan detektif tersebut.

"Saya akan berusaha semaksimal mungkin Lizy."

"Terimakasih detektif," ucap Lizy.

"Tidak-tidak, panggil saja saya Kakak," ucap detektif itu tanpa menunjukkan nada kesombongan.

Lizy yang mendengarnya sedikit terperangah, tidak biasanya ada detektif yang seperti ini.

"Baiklah detek... eh, maksud saya Kakak." Lizy sedikit kikuk membuat Luna tersenyum.

"Kalau begitu, mari Pak, antarkan saya ke TKP."

Luna beserta Pak Rudi pun masuk ke kamar Bi Asih, tempat kejadian perkara.

Melihat detektif telah pergi, Lizy pun berkeliling rumahnya, berharap ia bisa menemukan sesuatu.

Sampai di depan rumahnya, Lizy melihat sebuah batu dibalut kertas tergeletak di samping kursi depan.

Lizy menyadari jika itu bukan kertas biasa melainkan sebuah surat, ia pun mengambilnya. Dan benar saja jika itu adalah sebuah surat.

Hm, sepertinya kau telah berani bermain dengan polisi, Lizy.
Baiklah, kalau itu mau mu, aku akan izinkan.
Kau boleh memanggil sebanyak apapun polisi,
Tapi itu berarti aku juga
Tidak akan segan untuk bermain dengan nyawa.
Ingat! Enam hari dari sekarang,
Kau dan juga saudarimu akan
MATI!
MATI! MATI! MATI!


Surat ancaman itu datang lagi dan sekarang Lizy harus sangat berhati-hati. Enam hari, Lizy pastikan sebelum itu ia telah menemukan para saudarinya dan menghukum peneror itu dengan seberat-beratnya.

"Apa aku laporkan saja ini pada Kak Luna?" tanya Lizy pada dirinya sendiri.

"Aku simpan saja dulu sampai Kak Luna benar-benar membutuhkannya." Lizy menyimpan surat itu bersama surat-surat sebelumnya.

***

Tak butuh waktu lama bagi seorang Luna untuk menemukan sesuatu yang mengganjal di kamar Bi Asih.

"Apa anda telah menemukan sesuatu detektif?" tanya Pak Rudi selaku kepala kepolisian.

"Aku belum menemukan sesuatu selain darah korban. Dugaanku, ini adalah kasus pembunuhan. Tapi aneh, dilihat dari posisi barang, semua terlihat rapi. Bahkan tak kutemukan adanya bekas perlawanan disini." Luna terlihat berpikir.

"Sepertinya, korban pasrah terhadap apa yang dilakukan pelaku. Dan aku butuh keterangan lebih dari Lizy."

"Kalau begitu, bicaralah pada Lizy," titah Pak Rudi.

Detektif Luna mengangguk dan pergi menemui Lizy.

"Lizy?" Panggil detektif Luna.

"Ada apa kak?"

"Aku ingin berbicara empat mata denganmu Lizy. Apa ada ruangan yang bisa kita pakai untuk bicara?" tanya sang detektif.

"Oh, baiklah kak. Kita bicara di ruang kerja ayah saja,"

"Tapi..." seperti tahu apa yang akan Luna katakan, Lizy segera menyela.

"Ayah dan Ibuku telah tida kak," ucap Lizy.

"Oh, maaf. Saya tidak bermaksud."

"Tak apa Kak, ayo!" Lizy pun pergi ke ruang kerja ayahnya diikuti oleh detektif Luna.

"Anak yang baik. Tapi apa dia hanya sendiri? Sudahlah nanti aku tanyakan," batin Luna sembari terus mengikuti langkah Lizy.

Tbc.





where are they? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang