28 : hari keempat

1.2K 74 0
                                    

Pagi telah tiba. Hari ini terhitung hari keempat Lizy untuk menemukan para saudarinya, dan artinya tinggal enam hari lagi waktu Lizy.

Lizy telah rapi dengan seragam sekolahnya, ia pun bersiap untuk sarapan.

Lizy menuruni tangga dengan santainya, ia melihat sekeliling, sepi. Seperti ada yang aneh namun Lizy tak tahu apa.

Lizy menghendikkan bahunya acuh, ia pun melihat meja makan yang masih kosong. Tak ada secuil pun makanan kecuali buah apel sisa kemarin.

"Bi Asih...?" ucap Lizy sedikit berteriak memanggil-manggil Bi Asih. Namun yang dipanggil tak kunjung datang.

"Bibi kemana sih? Masa iya pagi-pagi udah ke pasar?" Lizy mencomot apel yang ada di meja.

Karena penasaran, Lizy pun berkeliling mencari Bi Asih sambil memakan apel di tangannya.

"Bibi? Nggak ada," ucap Lizy ketika membuka pintu belakang.

"Apa mungkin Bibi masih tidur?" Lizy pun memeriksa kamar Bi Asih.

Ia membuka kamar Bi Asih yang tak terkunci. Gelap, tak ada lampu yang menyala disini, bahkan sinar mentari pun tak dapat menembus celah jendela yang masih tertutup kain.

Lizy meraba sakelar lampu di sebelahnya.

'Tak'
Lampu pun menyala membuat Lizy dapat melihat jelas isi kamar Bi Asih. Seketika matanya membulat, napasnya tercekat, dan apel di tangannya pun terjatuh menggelinding mendekati genangan darah di samping tubuh Bi Asih yang terbujur kaku.

"BI ASIH?" teriak Lizy yang langsung menghampiri mayat Bi Asih.

Keadaan Bi Asih yang mengenaskan membuat Lizy tak dapat membendung air matanya lagi. Dipeluknya tubuh Bi Asih yang sudah tak bernyawa. Sambil menangis tersedu-sedu, Lizy terus meracau tak jelas.

"Bibi kenapa? Tolong jangan pergi, jangan tinggalkan aku Bi! Bangunlah! Aku sayang dengan Bibi, kumohon jangan pergi!"

Lizy terus menangis, ia bahkan tak menghiraukan jika baju seragamnya akan penuh dengan noda darah. Tak sengaja, Lizy melihat sepucuk surat di atas nakas. Ia pun mengambilnya dan membacanya.

Mulutnya tak bisa dijaga
Sudah sering aku peringatkan untuk diam, tapi masih saja.
Ia hampir mengatakan tentang diriku padamu.
Oh, tak semudah itu.
Jadi sebelum dia mengatakan lebih jauh, maka aku bunuh saja dia,
Berdoalah semoga Bibi jelek ini dapat menebus dosanya di neraka!

Penuh cinta, Y

Lizy meremas kertas itu dengan geram. Ini sudah keterlaluan, demi apapun kali ini Lizy akan melaporkan pada polisi. Apapun resikonya ia sudah siap, karena saat ini kesabarannya telah habis.

Lizy menyeka air matanya, ia pun menelpon polisi agar datang ke rumahnya dengan segera.

"Kasus ini harus tuntas! Kematian Kak Erin dan Bi Asih harus terbalas!" gumam Lizy penuh dendam.

***

Rey mengendarai motornya dengan perlahan, masih cukup pagi jadi dia bisa berkendari dengan santai.

Seperti biasa, ia akan melajukan motornya ke rumah Lizy terlebih dahulu. Entahlah semakin hari Rey merasa ada yang aneh ketika berada dekat dengan Lizy.

Rey dapat melihat dari kejauhan rumah Lizy dipenuhi dengan garis polisi dan juga warga yang tengah berkerumul.

Rey menghentikan laju motornya. Hatinya mulai merasa tak enak saat melihat Lizy yang tengah terduduk dengan seragam yang dipenuhi noda darah.

Rey pun berlari dan menghampiri Lizy, "Lizy? Ada apa?"

"Rey?" Lizy segera bangkit, entah keberanian darimana, ia memeluk Rey.

Tangis Lizy kembali pecah, Rey yang menyadari situasi sedang tidak baik pun hanya mampu menenangkan Lizy.

"Tenanglah Lizy, ada aku," ucap Rey, sembari mengusap punggung gadis itu agar tenang.

Setelah Lizy cukup tenang Rey pun mengajak Lizy untuk kembali duduk.

"Sekarang ceritakan, ada apa?"

"Bi Asih, dia meninggal."

Rey tampak terkejut setelah itu ia kembali menetralkan raut wajahnya.

"Bagaimana bisa?"

"Bi Asih dibunuh oleh peneror itu Rey. Ini semua salahku, andai tadi malam aku mau mendengarkan ucapan Bi Asih terlebih dulu, pasti ini tak akan terjadi."

"Dan kau melapor polisi?" tanya Rey lagi.

Lizy mengangguk, "mungkin memang saatnya aku meminta bantuan polisi dan aku sudah siap menerima apapun resikonya nanti."

"Baiklah aku juga akan ikut membantu nanti. Tapi, apa hari ini kau tidak ke sekolah?"

Lizy menggeleng, "aku akan tetap disini untuk mengurus pemakaman Bi Asih, kau berangkatlah Rey."

"Kau tak apa sendirian?"

Lizy mengangguk.

"Baiklah kalau begitu, aku akan kesini secepatnya setelah pulang sekolah." Rey pun pergi ke sekolahnya.

Setelah kepergian Rey, seorang polisi datang menghampiri Lizy.

"Saudari Lizy, ada yang ingin kami bicarakan,"

Tbc.

where are they? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang