16 : dugaan

1.3K 88 2
                                    

Hai Lizy!
Masih berduka?
Bagaimana? Suka dengan kematian Erin?
Jika iya, maka aku akan memberi yang lebih bagus lagi!
Kematian Achy!
Hahaha

Aku beri kau waktu untuk mencari Achy!
Sampai kotak ketiga datang, kau harus siap Lizy!
Sampai kotak ketiga datang!

Rey membulat melihat isi surat tersebut, meski ia belum tahu siapa itu Achy tapi Rey yakin jika Achy adalah salah satu saudara Lizy.

"Lizy, siapa Achy?"

Lizy yang masih memandang kosong hanya mampu bergumam, "dia kakak tertuaku, kakak yang paling menyayangiku, dan kakak terhebat yang pernah aku punya."

Lizy menutup wajahnya, perlahan air matanya mulai jatuh, Lizy menangis untuk yang kesekian kalinya.

Kenapa nasib seperti ini harus menimpa hidupnya? Menjadi anak yatim piatu dalam waktu bersamaan sudah cukup menyakitkan untuk Lizy, haruskah sekarang ia juga kehilangan Achy?

Rey mengusap bahu Lizy berharap gadis itu bisa sedikit tenang.

"Kenapa harus aku Rey? Aku lelah menghadapi peneror itu, aku berharap bisa bertemu peneror itu dan menguburnya hidup-hidup... di neraka!" ucap Lizy yang awalnya menangis, kini matanya berkilat dendam dan amarah.

Mungkin benar jika peneror itu telah mengganggu psikis dan mental Lizy sehingga membuatnya menjadi seperti ini.

"Semua perkataanmu hanya sia-sia jika kita hanya berdiam diri saja Lizy. Manfaatkan waktu ini, kita harus mencari Kak Achy sebelum kotak ketiga datang," tukas Rey.

Lizy menyeka air matanya, dan langsung menarik tangan Rey. Rey yang tidak siap pun sedikit terhuyung, namun akhirnya ia bisa menyeimbangkan tubuhnya.

"Tunggu Lizy! Kau mau kemana?"

"Mencari Kak Achy,"

"Ada yang ingin aku katakan mengenai peneror itu, duduklah!" ucap Rey.

"Apa Rey? Cepat katakan!" tuntut Lizy yang kini telah duduk seperti semula.

"Kau masih ingat kejadian di gedung itu kan?"

Lizy mengangguk, mana mungkin ia lupa dengan kejadian mengerikan itu.

"Saat itu aku sempat melihat seseorang sedang tersenyum sinis ke arahku, ia menggunakan jaket dan masker. Tapi dari bentuk tubuhnya aku tahu jika dia, adalah seorang perempuan," tutur Rey panjang lebar.

"Jaket dan masker? Perempuan?" tanya Lizy memastikan.

Rey mengangguk.
Lizy memiringkan kepalanya, ia mengingat-ingat sesuatu yang berhubungan dengan jaket dan perempuan.

Lizy membulatkan matanya ketika ia menyadari sesuatu.

"Aku ingat! Dulu saat aku ke rumah Bi Asih ada seorang pria paruh baya namanya Pak Udin, ia mengatakan jika seorang gadis memakai topi dan masker sering berkunjung ke rumah Bi Asih."

"Oh, Astaga! Aku bahkan lupa untuk menanyakan hal itu pada Bi Asih," Lizy menepuk jidatnya ketika menyadari ia melupakan hal sepenting ini.

"Apa mungkin? Mereka orang yang sama?" tanya Rey.

"Entahlah Rey, tapi aku pernah melihat Bi Asih mengamati foto Kak Envy bahkan hingga menangis,"

Ucapan Lizy membuat banyak pertanyaan muncul di kepala Rey.

"Apa kau dekat dengan Kak Envy, Lizy?"

Lizy menggeleng.

"Sama sekali tidak Rey, diantara saudaraku yang lain hanya Kak Emvy yang memiliki sikap paling aneh. Ketika semua orang berkumpul, Kak Envy lebih memilih menyendiri di kamarnya," Lizy mengambil napasnya sebelum meneruskan ceritanya.

"Bahkan, saat hari kematian orang tuaku. Kak Envy hanya datang sebentar lalu pulang meninggalkan aku dan saudariku yang lain." lanjut Lizy.

Keterangan Lizy membuat Rey meyakini satu hal, tapi itu hanya dugaannya sementara.

"Apa mungkin... Kak Envy?"

"Nggak Rey! Mana mungkin?"

"Mungkin saja Lizy, semua bukti menjurus padanya, E-N-V-Y dengan huruf terakhir Y. Bukankah di setiap surat memiliki inisial nama Y?" Jelas Rey, meski belum terbukti tapi Rey yakin jika dugaannya benar.

"Tapi namamu juga berakhiran Y, Rey," bantah Lizy.

"Jika aku yang melakukannya, mana mungkin aku disini membantumu,"

"Apa mungkin aku? Namaku juga berakhiran Y. Mungkin saja aku memiliki alter ago?" ucap Lizy asal.

"Apa yang kau katakan Lizy? Mana mungkin kau memiliki alter ago," sanggah Rey yang tidak habis pikir dengan ucapan Lizy.

Lizy hanya memandang kosong ke arah depan. Apa yang dikatakan Rey memang patut dipikirkan.

"Sebaiknya kau pulang Rey, aku butuh waktu sendiri."

Rey menurut, ia tahu apa yang ia katakan tadi mungkin menjadi hantaman keras untuk Lizy.

"Baiklah Lizy, tapi besok aku akan datang lagi membantumu."

Rey pun pergi dari hadapan Lizy. Setelah kepergian Rey, Lizy menjatuhkan badannya ke kursi. Ia menatap secarik kertas yang ia temukan tadi.

"Apa mungkin? Aku peneror itu?" gumamnya sebelum bulir air mata kembali jatuh dipipinya.

Tbc.

where are they? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang