4

2.4K 293 126
                                    

Ini 3,2k words maaf kebablasan, ku tunggu vommentnya jan pada sider ih :(

Oke, cuss

.
.
.
.


Jinyoung keluar kamar setelah tidur siangnya yang singkat. Hari ini sudah terhitung satu minggu sejak ia bersekolah di tempat yang sama dengan adiknya. Dan sudah seminggu pula Guanlin terus memperlakukannya seolah transparan. Baik di rumah atau di sekolah ketika tidak sengaja bertemu, Guanlin tidak pernah menganggapnya, untuk sekedar melirik saja tidak.

Jinyoung meregangkan otot-ototnya di depan kamar sambil melihat ke sekeliling. Lantas ia mengulum senyum melihat ayah dan ibunya di bawah sana sedang bermanja-manja di ruang tengah.

Tak lama kemudian pintu kamar yang letaknya persis di sebelah kanan kamar Jinyoung terbuka. Guanlin muncul dengan setelan kaos hitam yang dipadukan dengan kemeja kotak-kotak biru serta jeans belel berwarna senada.

“Guan kau mau pergi?” tanya Jinyoung saat Guanlin melintas di hadapannya.

Sebelumnya ia kira Guanlin akan mengabaikannya lagi tapi ternyata adiknya itu justru menghentikan langkah tepat di hadapannya.

“Kau memang bodoh ya. Sudah tau masih saja bertanya.”

Jinyoung kehabisan kata-kata untuk beberapa saat. Entah mengapa Guanlin semakin hari semakin sensitif. “Nanti pulangnya boleh tolong beliin susu pisang? Di kulkas sudah habis—“

“Minta saja pada beruangmu yang tinggal di kamar sebelah. Aku sibuk.”

Guanlin bergegas meninggalkan Jinyoung, menuruni tangga dan lewat begitu saja di hadapan orang tuanya. Mengabaikan sang ayah yang bertanya kemana ia hendak pergi.

Beruang katanya? Apa maksudnya Daniel? Huh.. memangnya Guanlin kira Jinyoung itu Masha and The Bear pakai punya beruang segala?

Jinyoung menghela napasnya nyaris bersamaan dengan ayahnya di bawah sana membuat Sehun dan Luhan menolehkan kepala mereka ke atas. Tersenyum lembut pada putra sulungnya itu.

“Kau sudah bangun Jinyoungie?” tanya Luhan lembut. “Lapar? Mau bunda masakkan sesuatu?”

Jinyoung hanya balas menggeleng. Ia tidak lapar, tidak sedang ingin makan. Yang diinginkannya adalah Guanlin yang dulu.

“Ayah, bunda, sejak kapan Guan jadi seperti itu?” Jinyoung menuruni anak tangga buru-buru. Ia harus mempertanyakan ini pada ayah dan ibunya selagi mereka ada di rumah.

Sehun dan Luhan berpandangan sejenak sebelum akhirnya mengusak puncak kepala Jinyoung dengan sayang.

Akhirnya setelah bertahun-tahun mereka bisa kembali merasakan mempunyai seorang anak yang bisa diajak bicara, mengobrol, memanjakannya, dan memberinya perhatian selayaknya hubungan anak dan orang tua pada umumnya.

Guanlin terlalu cuek dan dingin, walau memang anak itu tidak pernah melawan sampai membentak ayah dan ibunya. Daripada menjawab, Guanlin lebih suka diam. Tapi diabaikan juga sangat menyakitkan bukan?

“Kenapa? Guanlin masih tidak bisa menerimamu ya?” tanya Sehun saat menangkap raut sedih di wajah manis si sulung. Jinyoung mengangguk. Mulutnya terbuka hendak menceritakan kejadian Guanlin yang menghajar murid kelas 3 di hari pertama Jinyoung sekolah, tapi ia urungkan. Tidak mau jika nanti Guanlin dimarahi karena ia melapor.

“Sehunie, kita harus bersiap. Tinggal satu jam lagi.”

Luhan mengetuk jam yang melingkar di pergelangan tangannya untuk mengingatkan sang suami. Sementara Jinyoung cuma bisa menatap keduanya berlalu ke kamar, tanpa sempat menjawab pertanyaannya.

Deeper || PanDeepNielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang