10

1.7K 227 94
                                    


Ini pas seminggu ga sih aku baru balik buat up ini? Maaf yaa ga bisa seseringa dulu, yg satu minggu aku bisa up sampe 3 kali haha :v

Masih ada penunggunya ga nih, atau udh pd mup on? :")

Yaudahlah, seperti biasa, aku suka kalo kalian pada vomment hwhw~

Okee cuss
.
.
.
.

Guanlin melepas helm yang melindungi kepalanya lalu di sampirkannya di atas motor. Langkahnya menuju rumah terhenti lantaran ponselnya yang berdering nyaring.

“Shit, jalang ini. Kapan dia akan punya harga diri.” Gumam Guanlin tepat saat ia mereject panggilan itu. 

Tenang saja itu bukan Jinyoung yang menelpon, dan bukan Jinyoung pula yang baru saja ia cursing. Tapi mantan kekasihnya. Entahlah kekasihnya yang mana, tahu kan kalau Guanlin punya banyak pacar yang baru-baru ini semuanya ia ajak untuk mengakhiri hubungan?

Dari halaman belakang suara ribut terdengar, mulai dari benda-benda yang berjatuhan, bunyi berdebam, dan disusul ringisan seseorang. Guanlin hanya dapat menghela napas saat ia mengenali suara barusan.

Jadi dengan cepat ia melempar tas punggungnya ke depan serambi rumah, lalu berlari kecil mengitar sisi rumah untuk menuju halaman belakang.

Benar dugaannya, sebuah gubuk yang terpisah dari rumah— terletak agak di pojok halaman belakang terbuka lebar. Suara-suara berisik itu berasal dari sana.

“Kau sedang apa?” tanya  Guanlin pada sosok kakaknya di dalam sana.

Jinyoung sedikit terlonjak kemudian kembali fokus pada pekerjaannya setelah mengelap peluh di dahi sempitnya. “Aku mencari barang-barang milikku dulu.”

Remaja 19 tahun itu mulai mencari lagi, membuka setiap lemari usang berukuran kecil yang ada di sana, menggeser perabotan penuh debu, serta memeriksa setiap kardus yang bertumpuk di dalam sana. Guanlin ingin membantu tapi ia sendiri tidak tahu barang apa yang dicari Jinyoung, lagi pula ia sampai hari ini masih merasa canggung pasca kejadian Jinyoung-Donghan beberapa waktu lalu.

Semenjak saat itu Jinyoung masih menjaga jarak padanya dan berbicara seperlunya saja. Tidak seperti sebelumnya. Apa mungkin Jinyoung sudah menyerah soal dirinya?

“Hey, Lai Jinyoung?” panggil Guanlin ragu.

Jinyoung menjawabnya dengan sebuah bersin yang terdengar begitu lucu.

“Hmm?” jawab Jinyoung sambil mengusap hidungnya yang mulai merah. Salahnya sih yang sekarang malah sibuk memeriksa satu per satu buku tak terpakai dalam kardus terakhir yang paling besar.

“Aku— soal yang waktu itu. Soal u—ucapan kasarku padamu waktu itu— aku minta maaf.”

Jinyoung menghentikan aktivitasnya sejenak. Dikembalikannya buku yang ia pegang lalu menepuk kedua telapak tangannya untuk membersihkan debu yang menempel. Ia meraih sesuatu dari atas lemari— mengambil sesuatu yang sudah ia sisihkan sejak tadi.

“Ini milikmu.” Ujar Jinyoung. Lelaki itu menyerahkan sebuah bola kaki berwarna hitam-putih yang tak lagi berbentuk bulat sempurna lantaran sudah mengempis.

Sang adik menerimanya, lantas memandang bola itu dan Jinyoung bergantian. Kakaknya itu tersenyum lembut padanya. Membuat Guanlin terpancing untuk ikut membalas senyuman menenangkan itu, tapi entahlah, wajahnya seolah kaku.

“Aku menemukannya tadi, aku pikir kau mau menyimpannya jadi aku menyisihkannya untukmu.”

Bohong kalau Guanlin bilang ia tidak tersentuh sama sekali. Jinyoung masih mengingat hal-hal kecil tentang dirinya, benda-benda kesayangan miliknya dulu bahkan setelah  bertahun-tahun lalu.

Deeper || PanDeepNielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang