Suara bel tanda istirahat pun terdengar membuat aktivitas ngajar mengajar para guru terpaksa harus dihentikan.Kantin yang tadinya sepi sekarang sudah dipenuhi oleh semua murid. Termasuk ketiga sobat yang ada di kelas XII IPA 2 siapa lagi kalau bukan Ali, Prilly, dan Randy.
"Akhirnya ya Allah selesai juga nih pelajaran udah mah pak Markus nya ngebosenin lagi." Dengusan Randy yang sedang merenggangkan ototnya.
"Li ayo ke kantin gw laper nih." Ajak Randy kepada Ali yang sedang membereskan buku-bukunya ke dalam tas.
"Sabar lah." Seperti biasa Ali hanya membalas singkat dan ketus nauzubillah.
"Eh Prill yuk ke kantin." Ajakan Randy kali ini mengarah pada Prilly, karena sedari tadi gadis itu hanya terdiam dan menelungkup kan kepalanya.
Prilly menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, membuat Ali dan Randy mengernyit bingung.
"Kenapa?" Tanya Randy lagi tetapi tidak direspon sama sekali.
"Lu bawa bekal dari rumah?" Lagi-lagi Randy bertanya dan tetap dijawab dengan gelengan kepala.
Ali dan Randy tambah bingung dengan kelakuan Prilly hari ini tapi tiba-tiba Cindy datang dengan membawa satu botol air mineral dan obat maag.
"Nih Prilly diminum dulu obatnya." Ujar Cindy membuat Prilly langsung saja mendongakkan kepalanya dan meraih air dan obat itu.
"Kenapa?" Tanya Ali dengan ketusnya.
Melihat wajah Prilly yang sangat pucat membuat Ali maupun Randy ingin bertanya kepadanya.
Setelah meminum obat, gadis itu menggeleng dan menjawab pertanyaan Ali.
"Gak papa." Jawabnya dengan lesu, badannya sangat lemas dan rasa sakit di perutnya masih terasa walaupun sedikit.
"Gak papa gimana, jadi Li, Ran sebenarnya tadi tuh Prilly ngeluh perutnya sakit, mungkin maag nya kambuh karena tapi pagi dia gak sarapan sama sekali." Jelas Cindy, agak kesal juga karena Prilly tidak pernah jujur soal sakitnya kepada Ali dan Randy.
"Prilly kalau lu lagi sakit kenapa gak pernah bilang sama kita sih?" Tanya Randy khawatir.
"Aku gak mau kalian khawatir, aku juga gak mau bikin kalian repot gara-gara aku sakit." Jawab Prilly dengan kepala yang menunduk.
"Lu sadar gak sih setiap hari emang kerjaan lu cuma ngerepotin kita doang dengan tingkah manjanya lu sama kita-kita. Gue, Randy, mama papa lu bahkan sekarang Cindy. Mikir dong kalau misalkan lu gak manja sama kita mungkin hari ini mama lu gak akan repot-repot bangunin lu dan Masakin lu dengan sia-sia."
Deg
Ucapan Ali kali ini sangat panjang dan menakutkan bagi semua orang termasuk Prilly. Murid-murid yang masih tersisa di kelas pun sempat tersentak kaget karena bentakan Ali kepada Prilly.
"Ali, lu apaan sih." Tegas Randy mengingatkan Ali.
Prilly, sekarang gadis itu sudah menunduk takut dibarengi dengan bahu yang bergetar. Cindy yang melihatnya pun berusaha untuk menenangkan Prilly.
"Lu gak seharusnya ngebentak Prilly di depan orang-orang Li, Prilly bisa aja takut sama malu cuma gara-gara lu ngebentak dia." Disaat seperti ini Randy bisa saja bersikap dewasa.
"Prill lu gak papa kan? Perutnya masih sakit? Kalau masih ayo kita ke UKS lu istirahat aja disana." Perhatian Randy kali ini membuat Ali menatap Prilly yang masih saja menangis.
"Ayo Prill." Ajak Cindy dan membantu Prilly bangun dari duduknya berjalan menuju uks.
Cukup lama Ali menatap Prilly walaupun sudah terlihat lagi, tiba-tiba--
"Ekhm." Deheman Randy mampu membuat Ali tersadar dari lamunan nya.
Kedua lelaki itu duduk kembali mengurungkan niat awal mereka untuk pergi ke kantin karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
"Gue tau lu khawatir sama dia, tapi seenggaknya lu tutupin sikap khawatir lu dengan cara yang baik, kontrol emosi lu kalau misalkan lu gak mau dia menyadari sikap kekhawatiran lu ke dia." Ucapan Randy kali ini mampu membuat Ali terdiam sejenak.
"Apaan sih lu." Bantah Ali, mengelak semua ucapan Randy padanya.
"Li, kita sahabatan udah dari kecil men, dan saat hadirnya Prilly di pertemanan kita, gue bisa ngerasain gimana caranya lu bisa menjaga Prilly dengan cara lu sendiri tanpa seorang pun tau termasuk dia." Jelas Randy.
Niat Randy sebenarnya baik, dia hanya ingin sahabatnya itu sadar jika sekarang ada seseorang yang bisa membuat dia berubah, berubah menjadi lebih baik lagi, gak dingin lagi, bisa merasakan adanya kebahagiaan yang menemaninya setiap hari, tapi entah karena ego atau gengsi yang membuat Ali selalu menghindar dari kata bahagia itu.
* * *
"Li yuk kita jenguk Prilly dulu di uks, kasian dia sama Cindy dari tadi disana." Ajak Randy pada Ali, membuat Ali yang sedang memasukkan buku ke dalam tas nya sempat terhenti sesaat mengangguk dengan singkat sebagai jawaban.
Setelah bel tanda istirahat sudah habis sampai bel pulang, lelaki dingin itu entah kenapa mendadak diam. Walaupun setiap hari sikap Ali memang kaku tapi berbeda dengan hari ini. Seperti ada yang dipikirkan oleh lelaki itu.
Randy yang melihatnya menepuk bahu lelaki dingin itu berniat menenangkan perasaan gundah yang sedang dirasakan sahabatnya ini.
"Lu kenapa? Masih mikirin Prilly? Takut Prilly marah sama lu?" Pertanyaan Randy yang beruntun itu membuat Ali menatap Randy dengan tampang datar.
"Enggak, biasa aja. Lagian kenapa juga harus mikirin dia? Salah dia sendiri kenapa gak sarapan, kenapa harus punya sikap manja yang selalu ngerepotin banyak orang." Jawab Ali.
Emang bener-bener ya si Ali, mungkin kalau Randy jadi Prilly sekarang sudah nonjok tuh muka datarnya. Bikin orang mau bunuh aja rasanya. Kalau ngomong suka gak disaring dulu kan kalau Prilly denger bisa berabe jadinya.
Mendengar ucapan Ali yang ngebuat Randy berdecak malas langsung saja keluar menemui Prilly tanpa berniat mengajak Ali. Percuma saja dia mengajak Ali jika laki-laki itu tidak akan bisa merubah ego dan gengsinya yang sudah melekat permanen didalam tubuh lelaki itu.
Tangerang, 10 Januari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Eskrim Man
Teen Fiction"Ali itu ibaratkan eskrim, biarpun dingin tapi manis, biarpun dingin tapi banyak yang suka, dan biarpun dingin tapi bisa bikin semua orang bahagia..walaupun sikap dinginnya itu terkadang bisa membuat orang terganggu" ___Prilly Radinka...