Premises 13

3.8K 445 14
                                        


"Hati-hati." Ucap Ali hampir seperti sebuah gumaman karena saking tidak terdengar nya.

Ketika berhasil naik dan memasuki bus, Prilly langsung memekik senang. "Makasih Alii."

Lalu Prilly berbalik badan ke arah Randy dan Cindy yang sudah menduduki kursi di bagian tengah. Sedangkan Prilly, dia masih berdiri mematung dengan mata yang menyusuri bangku bangku bus tersebut. Ia tidak tahu mau duduk di mana dan dengan siapa, karena ia pikir Randy dan Cindy sudah duduk dan Ali mungkin tidak akan pernah mau duduk bersama dengannya.

"Ngapain masih berdiri? Bukan nya duduk lu." Suruhan itu mengagetkan Prilly yang sedang termenung.

"Prill, Li, lu duduk di sini aja udah." Ujar Cindy menyuruh Ali dan Prilly agar mereka berdua duduk di bangku bagian depan mereka yang masih kosong.

"Buruan, ngapain pada bengong sih lu berdua." Ucap Randy yang memerintah dengan paksaan.

Mau tak mau Ali maupun Prilly menuruti perintah Cindy. Mereka berdua pun menduduki kursi itu dengan Prilly yang duduk di bagian pojok dekat kaca. Ternyata di belakang, diam-diam Cindy dan Randy pun melakukan tos ria dengan senyuman kemenangan.

Selama perjalanan baik Ali maupun Prilly tidak ada yang membuka suara sedikitpun. Prilly, gadis yang biasanya cerewet itu entah kenapa lebih memilih tidur dengan kepala yang ia sandarkan ke kaca jendela bus, sedangkan Ali yang melihatnya pun sedikit risih dengan segera saja Ali pindahkan kepala Prilly ke bahunya dengan pelan-pelan agar gadis itu tidak terbangun dari tidurnya.


*  *  *

Ali menatap lurus kedepan. Jam sudah menunjukkan angka 06:50, dan bus sudah hampir tiba di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta. Orang yang ada di samping Ali masih saja tertidur, sedangkan dari belakang rupanya Randy dan Cindy tengah asyik memainkan ponselnya masing-masing, tetapi Ali tidak peduli.

Ali mengusap wajahnya lalu menghela nafas panjang. ia sedikit merasa ngantuk, tetapi daritadi matanya tidak mau terpejam. Mungkin karena teman-temannya yang lain berisik dan heboh, bahkan sampai ada yang bernyanyi dengan suaranya yang nyaring sampai Ali ingin memarahinya saja sepanjang perjalanan.

Tak lama dari itu, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Bus berhenti di lobby utama bandara dan semua penumpang pun bersiap-siap untuk turun secara tidak teratur. Melihat orang-orang yang berebutan untuk segera turun dari bus, Ali jadi terpancing emosi.

"Lo semua tau aturan gak sih?!" Seru Ali tiba-tiba. "Baris! Gak usah desak-desakan kayak bocah SD. Malu sama umur!" Lanjutnya.

"Tuh kan pak rete ngamuk." Sahut Fauzan.

"Apaan sih ribut-ribut?" Tanya Prilly yang baru saja terbangun langsung bertanya dan menatap Ali dengan wajah lugunya, khas orang bangun tidur. "Kenapa Li?"

"Lu lagi gak usah nanya-nanya. Tidur aja sana!" Ucap Ali dengan kesal.

"Apaan sih Li orang nanya juga, gak usah ngomel juga kali!" Prilly memukul dada Ali kesal.

"Gue itu bukannya ngomel bodoh!" Ali marah lagi.

"Iya iya tau kok kalau aku bodoh, gak kayak kamu yang pinter, tapi gak usah ngatain juga kali." Prilly mulai kesal.

"Kalian itu apaan sih dari tadi berantem mulu, pusing gue liatnya." Ucap Cindy sembari mengusap wajahnya frustasi.

"Ya kalau pusing jangan diliat lah bego." Ali menyahut dengan entengnya.

"Ali apaan sih ngomongnya gak sopan banget." Tegur Prilly tidak suka dengan apa yang Ali ucapkan tadi.

"Terserah gue. Mulut-mulut gue. Gue gak suka ya lu ngatur-ngatur hidup gue." Ucapan dingin Ali membuat Prilly diam terpaku. Matanya sudah berkaca-kaca sekarang.

"Maaf kalau aku ngatur-ngatur hidup kamu selama ini." Lirih Prilly dengan kepala yang menunduk.

Deg

Ali melihat wajah Prilly yang menunduk, dia juga melihat mata hazel gadis itu berkaca-kaca dan itu karena ucapannya sendiri.

Selalu saja ucapannya yang tajam yang membuat gadisnya selalu merasa takut dan sedih meneteskan air mata. Padahal dia sendiri yang sudah berjanji kepada orang tua Prilly akan menjaga gadis itu selama mereka di Bali. Dan sekarang belum sampai di Bali tapi dia sudah membuat gadisnya menangis.

"Ayo Prill." Ajak Cindy memegang bahu Prilly agar keluar dari dalam bus menghampiri teman-teman nya yang lain. Dan didalam bus hanya tersisa ali dan Randy saja

Randy menatap Ali tak percaya dengan sikap Ali yang baru saja terjadi. "Kapan dia ngatur-ngatur hidup lu selama ini?"

Pertanyaan Randy masih saja membuat Ali terdiam dengan tangan yang sudah dikepalkan. Rupanya laki-laki itu sedang menahan amarahnya pada dirinya sendiri yang selalu saja membuat Prilly menangis karenanya.

"Jawab gue Li." Ucapan Randy masih saja belum direspon oleh Ali. "Lu sampe segitunya benci sama dia, padahal niat dia baik, dia cuma gak mau lu ngomong yang gak seharusnya lu ucapin, dia cuma ngingetin lu, bukan ngatur hidup lu." Lanjut Randy.

"Lu tau Li, Prilly bilang hidup dia cuma akan berwarna kalau dia selalu ada di deket lu. Tapi nyatanya menurut gue, hidup dia hanya akan sengsara dan penuh beban kalau dia terus ada di deket lu." Penjelasan Randy kali ini benar-benar menampar hati Ali yang paling dalam.

Apakah begitu tidak pantasnya dia jika hidup bersama gadis itu? Bahkan sahabatnya saja beranggapan buruk jika gadis itu tetap berada di dekatnya. Sebenarnya Ali mati-matian menutupi perasaan ini dari orang-orang terdekatnya bahwa dia mencintai gadis itu, tapi hanya saja dengan cara yang berbeda.

Jika kebanyakan laki-laki akan terang-terangan menunjukkan rasa suka mereka pada gadis yang mereka sukai, berbeda dengan Ali yang hanya bisa memendam nya saja dalam diam. Cukup dia pantau dari jauh gadis  yang dia sukai, apakah dia baik-baik saja atau tidak. Dan Ali hanya bisa menutupi perasaan itu dengan cara acuh, cuek dan bersikap biasa saja.

Sekali lagi omongan Randy membuat Ali selalu memikirkan sikapnya selama ini pada Prilly.

"Dari awal gue udah bilang sama lu Li, gue tau lu sayang sama dia dan gue juga tau kalau lu punya cara tersendiri buat ngejaga dia tapi li, cara lu sekarang salah. Lu gak seharusnya ngomong kasar sama dia, dia cewek Li, dan inget, dia adalah cewek yang lu jaga perasaannya selama ini." Randy menepuk bahu Ali dan bergegas turun dari dalam bus menyusul Prilly dan Cindy.

Ali terdiam sejenak memikirkan apa yang Randy ucapkan tadi dan tak lama dia pun bergegas keluar dari dalam bus dan menyusul yang lain.

*  *  *

Tangerang, 09 Februari 2019

Eskrim ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang