Chapter 11

2.7K 210 0
                                    

Selamat membaca... 😋📖
Ikuti terus kelanjutannya...

Salam cinta dari
Baekhyun_G
arahime_







"A-APA?" kata Guangli yang terkejut, rasanya ia ingin meledak ketika mendengar perkataan nonanya.

Jangan katakan jika kaisar Zhi Feng mengenal nona Ming Xia, ini jelas sangat berbahaya

"Paman!"

"Paman Guangli" teriak Ming Xia berusaha menyadarkan Guangli dari lamunannya

"Eh, Apa!"

"Apa yang paman lamunkan?!"

Bagaimana aku tidak melamun nona, aku khawatir mereka mengenali identitas kita yang sebenarnya. Bagaimana jika mereka tahu dan membawa kita kembali ke negeri Shuliang. Lalu mereka akan menghukum kita sama seperti tuan Wu. Kejadian 2 tahun yang lalu terulang kembali. Aku tidak menginginkannya. Apalagi aku sudah berjanji pada tuan Wu untuk menjaga nona... jika itu sampai terjadi aku tidak akan memaafkan diriku sendiri nona...

"Besok pagi, kita harus menyuruh
orang asing itu pergi dari tempat ini. Begitu pula dengan kita. Kita harus meninggalkan tempat ini dan mencari tempat baru."

"Paman... tapi kenapa? Mereka orang yang baik. Mereka sama sekali tidak terlihat jahat maupun berniat melukai. Ayolah paman... jangan terus menaruh rasa curiga terus menerus seperti itu..." pinta Ming Xia memasang wajah memelas. "Ayolah... aku tahu paman masti khawatir akan masalah itu. Tetapi setidaknya tunggu sampai keadaan mereka lebih baik, baru mereka boleh pergi. Aku mohon..."

"Tapi..."

"Paman..."

Guangli mendesah lelah. Beginilah jika dia berdebat dengan nonanya. Pasti dialah yang kalah. "Ah sudahlah! Aku menurut...!"

Ming Xia tersenyum lebar mendengar perkataan pamannya. Ia bisa menebak pasti pamannya akan mengizinkannya meskipun sebenarnya masih berat hati mengingat orang asing yang ditolong Ming Xia adalah orang istana yang harus di hindari. Tapi Guangli pun tidak bisa memaksa Ming Xia. Rasa  kemanusiaan dan keperduliannya yang tinggi membuatnya terpaska melakukan hal itu.

"Terima kasih paman. Aku berjanji akan menjaga jarak dengan mereka. Rahasia kita pasti akan terjaga. Aku janji..."

Guangli mengangguk lalu membelai kepala Ming Xia dengan lembut.

Tanpa mereka sadari, dari balik ruangan ada seseorang yang sedari tadi mendengar percakapan mereka. "Rahasia? Rahasia apa?"

***

Pagi hari yang cerah kembali menyingsing di kota Xianning. Ming Xia dengan penyamaran biasa sebagai Ming Wu kembali menjalankan aktifitasnya. Membeli beberapa sayuran segar dan ikan misalnya. Kali ini dirinya membeli lebih banyak sayur dan kebutuhan pokok lainnya mengingat dirumahnya ada 4 orang tambahan sekarang. Kebutuhan pokok mereka pasti bertambah.

Menyusuri jalanan sempit di pusat kota membuat Ming Xia merasa bosan. Mau tidak mau setiap hari ia harus melewati jalan itu dengan pemandangan yang sama. Berjalan sendiri seperti tidak ada tujuan. Akan lebih baik jika Guangli ikut pergi menemaninya, ia tidak akan merasa kesepian. Tapi kali ini pamannya itu berubah sejak kedatangan orang-orang asing itu. Pamannya itu lebih suka dirumah seperti terus mengawasi orang-orang asing itu agar tidak berbuat macam-macam padanya. Ming Xia hanya bisa memaki, "Dasar bujangan tua yang tak kunjung menikah..." 

Hingga Guangli terus mengkhawatirkannya seperti mengkhawatirkan anak sendiri. Bukankah itu bagus? Ah tidak! Menurut Ming Xia itu terlalu berlebihan. Ming Xia sudah dewasa. Ia sudah bisa membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk.

"Ah masih pagi, tapi kenapa udaranya sudah panas seperti ini ya... uuh!" desah Ming Xia mengelap keringat yang bercucuran didahinya.

Tiba-tiba tubuhnya merasa lebih teduh. Seperti ada suatu benda yang menghalangi tubuhnya terkena paparan sinar surya. Ming Xia menengadahkan wajahnya ke atas. Ia begitu terkejut melihat sebuah payung berwarna merah berada tepat di atas kepalanya. Ia beralih melirik ujung pangkal payung. Ternyata Yuan Yi yang melakukannya.

"Hai Ming Wu!" sapa Yuan Yi melambaikan tangannya pada Ming Xia. Ming Xia hanya bisa membalasnya dengan menyapa balik Yuan Yi. Entah mengapa untuk perempuan satu ini, ia tidak bisa membenci setiap sapaannya. Tidak seperti gadis-gadis 'gila' pemasar produk produk pasar itu yang selalu menyapa dan menggodanya penuh nafsu. Yuan Yi lebih tulus dalam senyumannya. Ming Xia menyukai ketulusan itu.

"Lama sekali tidak melihatmu. Bagaimana kabarmu?" tanya Yuan Yi.

"Aku baik-baik saja, Yuan Yi. Kau bagaimana?"

"Aku baik Ming Wu. Seperti yang kau lihat sekarang."

"Oh iya, seharusnya kau bekerja sekarang. Kenapa kau bisa disini?"

"Aku mengambil hari cuti ku lebih awal. Ibuku sakit, aku harus merawatnya."

Ming Xia mengangguk paham. "Bagitu ya. Semoga ibumu cepat sembuh ya..."

"Terima kasih Ming Wu." ujar Yuan Yi tersenyum. Pandangan Yuan Yi tiba-tiba terfokus pada sebuah kranjang besar berisi sayuran dan bahan pokok lain yang berada di tangan Ming Wu. Ia begitu heran kenapa Ming Wu berbelanja  begitu banyak, tidak seperti biasanya.

"Ming Wu, tidak biasanya kau belanja banyak. Apakah dirumahmu ada perayaan?"

Ming Wu mengerutkan dahi menyadari Yuan Yi sudah menemukan hal aneh padanya. Mau tidak mau diriya harus bercerita yang sebenarnya. "Ah tidak Yuan Yi. Tidak ada perayaan apapun. Ini... hanya sayuran dan juga ikan. Kemarin aku menemukan sekelompok orang yang terluka parah. Mereka terlihat seperti seorang pemburu. Aku menolongnya lalu mengobati lukanya."

"Kau sangat baik Ming Wu..."

"Terima kasih..." balas Ming Wu tersenyum tipis.

Setalah lama berjalan bersama akhirnya tiba saat mereka berpisah. Ming Wu dan Yuan Yi harus berpisah ketika persimpangan jalan menghadang mereka. Meski jalan yang mereka tempuh berbeda namun tujuan mereka tetaplah sama yakni kembali ke rumah dan merawat orang yang terluka dan sakit.

Ming Wu memilih jalur mengikuti arah sungai untuk lebih cepat sampai ke rumahnya dari pada melewati hutan lebat.  Dan benar saja. Ia lebih cepat sampai dikediamannya dari waktu yang sudah ia rencanakan. Melihat halaman rumah yang bersih dan rapi membuat Ming Xia yakin jika pamannya lah yang melakukannya. Ia merasa harus membalas kebaikan pamannya itu. Ming Xia memutuskan untuk memasak sup herbal gingseng kesukaan pamannya itu. Ia tidak sabar mendengar pujian pamannya ketikan menikmati masakannya.

"Paman aku pulang..."

Tiba-tiba pintu rumah terbuka, Ming Xia terkejut ketika seorang pria dengan langkah terhuyung-huyung yang keluar menyambutnya. "Selamat datang... Ming Xia... aku merindukanmu..."

_bersambung_

Destiny of Ming Xia [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang