DUA PULUH ENAM

1.2K 44 2
                                    

Setelah mandi dan makan, Aura kembali ke dalam kamarnya. Ia membaringkan tubuhnya di sofa yang berada di balkonnya dan membaca salah satu novel favoritnya.

Tok tok tok

"Sayang ini ada tamu, mau ngomong sama kamu," ucap Mama Ira sedikit berteriak.

'Siapa? Ah pasti Kak Danan. Ngapain? Minta maaf?' batin Aura.

"Nggaklah Ma, aku lagi mau sendiri," ucap Aura setengah berteriak.

"Katanya penting, dia nggak punya banyak waktu."

'Ih maksud Mama apa coba?' batin Aura sambil terus membaca novelnya.

"Aku lagi nggak pengen bicara sama siapa-siapa Ma," balas Aura tetap menolak.

"Penting banget," ucap Mama Ira penuh penekanan.

Aura menghela napas. "Suruh masuk aja."

Aura bisa mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Matanya sama sekali tak berniat melepaskan fokusnya dari novel yang sedang dibacanya.

Ia mendengar suara sepatu yang beradu dengan lantai berhenti di dekatnya.

"Ngapain Kakak kesini? Mau minta maaf?" tanya Aura dingin. Matanya sama sekali belum bisa lepas dari novelnya.

"Ekhem." Aura tersentak. Tunggu dulu, itu....

Aura menutup novelnya lalu beralih menatap cowok berkacamata yang berada di depannya dengan kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam saku celana dan punggungnya menyender pada pintu balkon.

Aura berdecak lalu langsung memposisikan tubuhnya menjadi duduk. Ini akan seperti sidang baginya.

"Berharap banget Danan yang dateng?" Cowok itu lalu duduk disamping Aura. "Nggak mungkin buat sekarang." Lanjutnya.

"Kenapa?" tanya Aura dingin tanpa melihat lawan bicaranya.

"Masih pengen tau keadaan Danan ternyata?" ucapnya berniat menyindir Aura.

Aura mengeram dalam hati. Ya iyalah dia ingin tahu keadaan Danan. Dia ini masih pacarnya bukan? Semarah-marahnya Aura, ia akan tetap khawatir dengan keadaan Danan.

"Gue nggak salah kan Bang marah sama Kak Danan?" Aura kini memposisikan tubuhnya berhadapan dengan Dika.

"Lo nggak salah, lo juga berhak marah sama Adek gue. Tapi yang salah itu lo marah di waktu yang nggak tepat," ucapnya.

"Gue boleh tau penyebab Kak Danan sakit nggak Bang?" Dika menghela napas.

'Mungkin Aura perlu tau,' batin Dika.

"Dulu Danan punya pacar, namanya Stevi. Danan sayang banget sama Stevi, waktu itu mereka baru kelas 3 SMP. Di mata Danan Stevi orangnya baik, polos. Pertamanya waktu Danan ngenalin Stevi sama kita, dia emang baik. Pas kedua kalinya Stevi dateng, nggak ada Danan. Cuma ada Bunda, Bunda bilang sama gue katanya kelakuan Stevi hari itu beda banget sama pas pertama ketemu, Bunda sampe nangis-nangis waktu cerita sama gue." Dika menghela napas sejenak.

"Dia kayak orang nggak sopan, sama Bunda ngomongnya pake lo-gue. Setelah Bunda cerita sama gue, Bunda langsung nyuruh Danan mutusin Stevi. Bunda emang bakalan setuju kalo anak-anaknya pacaran sama orang baik-baik, sopan sama orang tua."

"Dan Stevi nggak masuk sama kriteria itu. Danan sama sekali nggak marah ataupun nolak waktu Bunda nyuruh itu. Dia langsung nelfon Stevi dan mutusin Stevi waktu itu juga. Danan waktu itu masih nurut banget sama Bunda, nggak berani nolak kemauan Bunda. Ter-"

"Apa hubungannya coba?" tanya Aura memotong pembicaraan Dika. Telinganya sudah panas mendengar dulu Danan sangat mencintai orang yang namanya Stevi itu.

Intelligible (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang