TIGA PULUH TUJUH

641 32 2
                                    

"Aliv?"

Aliv mendorong pelan bahu cowok yang tadi ia peluk. Suara itu sangat familiar sekali di telinganya. Aliv menunduk, menunggu seseorang yang baru saja memanggilnya disertai bentakan itu tiba tepat di hadapannya.

"Maksud lo apaan sih? Lo beneran ada maen sama Danan? Ngaca dong Liv, sahabat macem apa lo? Bisa-bisanya lo disini seneng-seneng sama Danan. Lo lupa Aura lagi sakit di rumah sakit gara-gara cowok ini?"

Vina memandang Danan dan Aliv bergantian, ia tidak menyangka, hal yang selama ini ia khawatirkan terjadi juga. Aliv semakin menunduk, perkataan Vina kembali membuat matanya sedikit memanas.

Vina memegang dagu Aliv, memaksakan cewek itu untuk mendongak menatapnya. "Kenapa lo nangis? Nyesel? Nggak guna," ucap Vina disertai dengan nada suara tinggi.

Danan memegang lengan Vina cukup kuat, ia memaksakan cewek berjaket biru itu menghadap ke arahnya. "Gue selama ini diem aja ya. Dan lo malah makin ngelunjak," bentak Danan yang seketika membuat Vina melongo.

Aliv mendekati Danan dan memegang lengan cowok itu. "Udah dong Nan," ucap Aliv lirih.

"Diem," balas Danan penuh penekanan pada Aliv.

"Lo pikir lo siapa bisa ngebentak Aliv?" tanya Danan dengan suara semakin meninggi. "Lo pikir lo siapa bisa nyimpulin sesuatu seenak jidat lo?"

Vina semakin mendongak. "Dan lo pikir lo siapa bisa seenaknya meluk Aliv kayak gitu?" balas Vina dengan suara lebih tinggi.

"Lo tanya gue siapa?"

Danan menoleh saat Aliv menarik lengan jaketnya, Aliv menggeleng kuat dengan air mata di pipinya. Cowok itu sama sekali tidak menghiraukan Aliv, ia kembali memandang Vina.

"Gue pacarnya Aliv. Lo mau apa?"

Vina memandang keduanya tidak percaya. Apakah persahabatan mereka mungkin akan benar-benar berakhir disini? Karena Aliv?

"Gue nggak nyangka Liv. Sumpah gue nggak nyangka gue punya sahabat kayak gini. Lo bukan Aliv."

Aliv menunduk semakin menangis, ia meremas lengan jaket cowok di sampingnya, membuat rahang cowok jakung itu mengeras. Ia merasa tidak pantas jika disebut sebagai sahabatnya Aura.

"Sorry Vin. Gue emang nggak pantes kok jadi sahabat kalian," ucap Aliv di sela-sela tangisannya.

Danan memegang kuat lengan Aliv, memaksa cewek itu untuk diam. "Asal lo tau, Aliv udah ngorbanin perasaannya demi persahabatan kalian. Demi Aura, dia udah putusin gue. Kurang apa dia gue tanya?" Lagi-lagi suara kalimat itu meluncur disertai bentakan.

"Aliv itu kurang ngaca, walaupun tadinya dia khilaf pacaran sama lo. Tetep aja dia pernah pacaran sama pacar sahabatnya sendiri."

"Stop nyudutin Aliv. Gue Adnan, bukan Danan."

.....

Vina membuka pintu ruang rawat Aura pelan. Yang ia lihat pertama adalah Aura yang sedang tertidur dan cowok yang duduk di kursi samping brankar. Ia berjalan pelan lalu meletakkan buah-buahan yang ia bawa diatas meja.

Ia mendekati Danan dan langsung menarik lengan cowok itu keluar ruang rawat Aura. "Gue perlu ngomong sama lo."

Danan sama sekali tidak menjawab, ia hanya mengikuti kemauan sahabat pacarnya itu sampai Vina menghentikan langkahnya.

"Maksud lo apaan sih Nan?"

Danan mengernyitkan dahinya bingung, sebenarnya kemana arah pembicaraan Vina?

Intelligible (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang