Salju putih itu akan mencair saat ia menemukan kehangatan. Dan biarkan dia ada dalam dinginnya dunia sebelum ia mengalir menuju tempatnya berada.
"Seharusnya kau tidak kesana?" Sebuah mobil bergabung dengan beberapa kendaraan lainnya dijalanan.
"Itu semua sia-sia" Ucap seorang perempuan yang mengendarai mobil tersebut. Dia terus saja mengingatkan lawan bicaranya dengan apa yang ia lakukan.
"Kau pasti tahu, aku tidak bicara ini satu kali tapi berkali-kali namun kau terus saja kesana." Perempuan itu jengkel ingin sekali dia marah terhadap temannya yang satu ini.
"Jawab aku?" Sambungnya. Namun orang yang ditanya malah asik melihat keluar mobil ia telalu lelah terhadap sahabatnya ini. Ia tidak habis pikir apakah orang yang sedang menceramahinya ini tidak bosan, perempuan itu terus saja mengulang kata-kata yang sama.
"Iya"
"Lupakan dia Hinata lupakan dia" Mobil itu terus melaju menyusuri jalanan dan semakin jauh hingga tidak terlihat karna kabut menghalanginya.
Kedinginan ini hanya sesaat dan itu akan beranjak pergi ketika mentari menemuinya
"Jangan buat aku seperti orang jahat Hinata ini untuk kebaikanmu" Suara benturan benda terdengar berisik di ruangan sepi itu. Kemudia orang tersebut menghampiri Hinata dengan dua minuman ditangannya.
"Iya aku mengerti Ino" Ucap hinata lalu mengambil minuman ditangan Ino ketika sahabatnya itu telah duduk didekatnya. Hening, tidak ada satupun dari merela membuka mulut untuk mengawali percakapan. Kedua gadis itu menikmati coklat panas dikala dinginnya salju dan terhanyut oleh pikiran masing-masing.
Salju diluar terus turun tanpa henti memenuhi seisi kota dan menyelimutinya.
"Besok aku akan kesana untuk terakhir kalinya dan jika dia tetap tidak ada berarti dia melupakan ku" Setetes air mata mengalir jatuh dipipi Hinata, ia mengerti mengapa Ino selalu mengingatkannya tanpa henti dan tidak seharusnya dia menyiksa diri akan pendirian yang ia buat.
"Maaf aku selalu memaksamu" Ino merasa bersalah namun dia terlalu takut. Sahabatnya ini selalu saja menyakiti dirinya sendiri hanya untuk menunggu dia, seorang pengingkar janji yang tidak akan pernah kembali.
"Tidak apa-apa. Oh ya terimakasih telah menemaniku sampai saat ini dan untuk segala bantuanmu terhadapku" Mata itu masih menatap kedepan. Kesedihan terpancar dari wajahnya. Ino kemudian menyimpan coklat panas yang ia genggam lalu memeluk sahabat mungilnya itu.
"Seharusnya aku yang berterimakasih karna kau telah menjadi sahabatku. Jadi jangan ada kesedihan lagi kau pantas untuk bahagia walaupun tanpa dia, Hinata" Dan merekapun tersenyum.
Namun sayang saat kehangatan datang salju itu berganti menjadi air.
"Cepatlah atau kita terlambat" Ucap seorang pemuda yang terlihat sibuk menuruni tangga. Ponsel ditangannya terus saja dimainkan entah apa yang sedang ia kerjakan.
"Sabarlah Sasuke kau tahu ini berat" Gerutu pemuda satunya lagi.
"Pesawat sebentar lagi akan berangkat jika kau terus menggerutu aku tinggal" Sasuke terus berjalan menuju mobilnya. Pekerjaan sebagai seorang aktor menuntut dia untuk bertindak cepat dan tidak membuang-buang waktu. Namun sahabatnya yang bernama Naruto begitu lelet.
"Setidaknya kau bantu aku membawa koper-koper ini bukan meninggalkanku" Bayangkan saja Naruto harus membawa koper sebanyak ini sendirian dan temannya itu hanya menyuruhnya cepat tanpa membantu sedikitpun.
"Aku tidak butuh keluh kesahmu jadi cepatlah" Ucap Sasuke memasuki mobilnya.
Semua barang telah tersimpan dibagasi. Dan kini mobil itu melaju menyusuri jalanan menuju bandara. Mentari belum menampakan wujudnya membuat semua tempat berkabut karna suhu dingin yang diakibatkan oleh salju.
"Padahal satu jam lagi tapi kau menyuruhku kita cuma mempunyai waktu lima menit lagi" Naruto kesal terhadap pemuda itu.
"Aku hanya tidak ingin terlambat saja" Jawab Sasuke tanpa menghiraukan wajah Naruto yang menahan jengkel karena jawaban tersebut.
"Terserah" Naruto memalingkan wajahnya kemudian menatap keluar mobil melihat hamparan salju dipinggir jalan.
.
.
.
.
"Hinata" Panggil Ino. Dirinya sungguh sedih melihat sahabatnya itu. Ingin sekali Ino memaki seseorang yang membuat Hinata begitu namun semua itu sia-sia.Hinata tahu selama apapun dia menunggu pemuda itu tidak akan pernah kembali. Dia sering melihat wajah sang pemuda dimanapun tapi semua iti tidak nyata. Beberapa kali dia mencoba untuk menemui namun kegagalan selalu menghampiri. Dia tahu ia hanya gadis biasa sedangkan pemuda itu adalah pangeran yang dipuja setiap wanita. Namun kali ini dia harus merelakan perasaan yang ada dan melupakan janji yang telah teringkari. Hatinya hancur. Hinata menyerah kini waktunya telah habis ia akan pergi.
.
.
.
.
"Sasuke aku akan menemui Sakura" Naruto melihat ke belakang dimana sahabatnya berada."Tidak perlu" jawab Sasuke singkat.
"Ayolah hanya sebentar kok. Aku janji" Naruto memasang wajah memelas. Ia ingin sekali bertemu dengan Sakura sebelum dia pergi selama tiga bulan.
"Oke hanya sebentar" Sasuke muak dengan wajah memelas itu lebih baik dia mengizinkannya toh cuman sebentar. Salju terus turun menyelimuti setiap tempat mengurangi sudut pandang. Mobil itu terus melewati setiap jalanan menerjang suhu dingin yang ada.
Hingga mobil itu berhenti tepat disebuah rumah yang Sasuke tahu itu adalah kediaman gadis yang disukai Naruto.
"Hinata" Sasuke menghentikan langkahnya membiarkan Naruto masuk duluan.
"Ayo pulang" Sasuke berbalaik mencari asal suara mungkin kah ia salah dengar. Namun tepat beberapa meter ia berdiri Sasuke melihat gadis itu. Dia yang terlupakan olehnya sangat lama.
Hening.
Hingga akhirnya gadis itu pergi meninggalkan Sasuke sendiri.
"Hinata"
.
.
.
.Before you go
I want to hold you tight in my arms
So that maybe you'll stay
Once will do
It never stays the same
Growing endlessly crystal
My word are not enough
To show it all
But I'll still give it my all
So let me ask you
"Can I touch your heart?"
I'd run a thousand miles
Just to see you smile
Someday, someday(Crystal Snow - BTS English ver.)
Model: Son Hwamin
Menerima saran dan keritikan.