Entah mengapa ia memilih menemui gadis itu saat pikirannya kalut seperti ini. Udara sore yang begitu menyejukan tidak mempengaruhi hatinya yang telah hancur berkeping-keping menyisakan puing dan kesedihan dalam diri. Padahal dia hanya menuruti kata hati namun naasnya semua tidak seperti yang diharapkan. Dia butuh seseorang dan ia tahu kemana dirinya harus pergi.
Beberapa jam lagi mentari akan beranjak pulang menyisakan kegelapan yang begitu pekat menyelimuti bumi. Cahaya sang raja siang pun berganti dengan indahnya cahaya temaram yang dipancarkan sang rembulan. Dan tidak lupa ribuan bintang diangkasa turut ikut serta meramaikan kesunyian yang dibuat malam. Pemuda itu masih tetap berjalan menyusuri trotoar sendirian. Taman kota telah didepan mata. Ia tahu gadis itu telah menunggunya disebuah bangku yang sering mereka tempati. Kemudian ia mendekat duduk dikursi itu namun mata sang pemuda menatap kedepan sama seperti gadis disampingnya. Tidak ada percakapan satu sama lain mereka terlalu asik terhadap apa yang dipandang. Hingga salah satu dari mereka membuka mulut.
"Setiap aku kesini mentari selalu sama tapi aku tak pernah bosan memandanginya" Senyum terukir dari wajah gadis itu yang kini sedang membenarkan posisi duduk karena rasa pegal menyerang tubuhnya.
"Ia terlalu indah untuk dikalahkan kesibukan. Walaupun sebagian orang menganggap itu salah" Lanjutnya tanpa melihat sang lawan bicara yang masih betah berdiam diri.
"Meskipun begitu aku yakin masih banyak dari kita yang senatiasa meluangkan waktu singkatnya hanya untuk melihat senja" Suara lirih terdengar kala ia berkata.
"Maaf" Pemuda itu akhirnya berbicara setelah lama diam dan hanya mendengarkan.
Gadis itu tak bergeming dirinya tahu apa yang dikatakan lawan bicaranya tersebut tapi entah kenapa ia memilih diam.
Dua belas bulan silam.
"Aku mencintaimu Hinata, maukah kau menjadi pacarku"
Sasuke sadar dengan apa yang dia ucapkan. Hinata terkejut ia tidak menyangka kata-kata itu terlontar dari mulut pemuda kaku ini. Kebingungan yang Hinata rasakan, dia sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Pikirannya seolah buntu. Kebahagiaan dalam hati membuat logika sulit bekerja. Hinata tersenyum menyembunyikan keraguan yang menghampirinya. Sasuke tetap setia menunggu. Mata itu seolah mengunci Hinata membiarkannya hanyut dalam ilusi. Menggoda dia untuk tetap tinggal bersama kesenangan.
Ingin sekali Hinata mengiyakan tawaran tersebut tapi apakah benar Sasuke mencintainya. Tidak hanya dia namun hampir semua murid di sekolah telah tahu bahwa Sasuke menyukai gadis periang bernama Sakura. Kesempatan ini tidak akan datang dua kali dan dia harus memanfaatkan sebaik-baiknya. Hati bisa menyusul yang terpenting dia mengambil tawaran itu.
"Iya aku mau" Jawab Hinata singkat, kemudian ia tersenyum karena cintanya terbalas.
"Terimakasih"
Meski masih keheranan, ia memutuskan mencoba percaya dengan ketidaklogisan yang terjadi beberapa menit terakhir. Sasuke mengajak pulang bersama, lalu mereka melangkah menuju parkiran sekolah.
Sepuluh bulan silam
Hinata mendapatkan undangan untuk sebuah acara ulang tahun. Sasuke memberikan itu kepada Hinata kemarin dan ternyata Sakura merayakan hari jadinya dengan mengundang semua murid di sekolah. Haruskah dia datang kesana walaupun ia merasa akan sangat rugi jika tidak hadir meskipun resikonya bertemu Sakura. Dan jikalau dia memutuskan tidak datang apa alasan untuk dijelaskan kepada Sasuke. Hinata pikirkan lagi lalu dia menyetujui undangan tersebut.
"Kau sudah membeli kado"
Hinata terdiam.
"Hin..." Panggil Ino. Dia benci diabaikan.