Harap

1.9K 110 0
                                    

Semua seakan berjalan cepat membuat setiap orang berlomba-lomba mengambil kesibukan. Menafkahi keluarga menjadi kewajiban bagi kepala rumah tangga. Anak-anak sibuk mengejar mimpi tanpa rasa takut terjatuh akan ketidakpastian dunia. Seorang ibu memberi kasih sayang yang dia punya untuk putra putrinya demi sejumput rasa aman. Hingga mereka semua pulang ke tempat yang disebut rumah lalu berbincang hangat sampai lampu itu padam menyisakan ketenangan dan keheningan.

Bis itu terus melaju diantara kendaraan kendaraan yang memenuhi jalanan membawa para penumpang ke tempat tujuan. Anak-anak, remaja, orang dewasa dan lansia mulai mengisi setiap kursi yang ada kemudian duduk dengan nyaman. Namun hal tersebut menjadi kesempatan bagi beberapa orang untuk mencari uang dengan cara menghibur para penumpang oleh sebuah lagu penghilang kesunyian. Gadis itu membawa gitar kecil ditangan mungilnya dan siap untuk dimainkan. Pakaian yang ia kenakan terlihat kotor dan lusuh menandakan dia seorang anak jalanan. Petikkan senar terdengar menggema dalam bis kemudian diikuti suara khas anak kecil sedang bernyanyi. Tidak ada rasa malu ataupun sedih yang terpancar dari wajahnya. Ia senang dengan apa yang ia lakukan. Lirik demi lirik gadis itu nyanyikan dan sebagian orang menikmati pertunjukan kecil tersebut.

Bis masih berjalan walaupun gadis itu telah selesai bernyanyi dan kini terlihat bahwa dia sedang meminta upah kepada para penumpang. Uang recehan kecil satu persatu masuk ke dalam kantung plastik yang ia siapkan. Lalu gadis kecil itu duduk disalah satu bangku penumpang menunggu bis tersebut berhenti.
.
.
.
.

Suhu panas dan terik matahari membuat orang-orang malas untuk berpergian. Mereka memilih untuk berdiam diri di rumah sambil menikmati sesuatu yang menyejukan tenggorokan. Mereka terlalu takut kulitnya menghitam dan menjadi kusam. Kecantikan harus dirawat itulah pikiran sebagian para wanita. Padahal banyak sesuatu yang menakjubkan yang terlewatkan. Namun kenyamanan itu mengalahkan keindahan yang belum muncul.

Kaki kecil itu melangkah menyusuri setiap tempat tanpa peduli terik matahari menyengat. Gadis itu telah terbiasa dengan keadaan tersebut. Musim panas mengharuskan dis melawan sinar mentari dan musim hujan dia harus rela ditimpa derasnya hujan disaat tidak ada tempat yang menawarkan perlindungan. Walaupun begitu dia bersyukur bahwa Tuhan masih menyayanginya. Dia ada saat tidak ada seorangpun setia berada didekatnya. Gadis itu behenti didepan sebuah gedung indah tempat anak-anak seusianya mencari ilmu demi mimpi yang mereka punya. Kemudian dia menyeret kakinya memasuki gedung tersebut. Terlihat anak-anak yang sedang belajar membaca kemudian menghitung. Gadis itu mengintip disalah satu jendela memandangi sang pahlawan tanpa tanda jasa sedang menjelaskan. Senyum terukir diwajahnya dan tidak ada satupun niatan yang hinggap dipikiran untuk pergi dari tempat itu. Dia menyimak lalu memahami setiap penjelasan yang dilontarkan sang guru. Ingin sekali ia duduk disana namun ia tahu itu tidak mungkin.

Suara bel terdengar menandakan waktu belajar telah usai. Murid-murid berhambuaran meninggalkan kelas dan sang guru mengikutinya dari belakang.

"Kenapa kau mengintip seperti itu?" Ucap seorang anak laki-laki yang kini berada disamping gadis tersebut.

"Karena aku tidak bisa masuk" jawabnya singkat.

"Oh"

Kemudian mereka duduk dikursi panjang depan kelas. Anak laki-laki itu terus memandangi gadis didepannya dari atas ke bawah seperti ada yang aneh.

"Besok kamu ke sini lagi?" Anak laki-laki itu kembali bertanya namun kedua matanya masih mengamati gadis tersebut.

"Mungkin, tapi aku tidak tahu"

"Kalau gitu ayo kita main, namaku Sasuke" perkenalan yang begitu singkat. Gadis itu tersenyum lalu mengangguk dengan riang.

"Hinata"
.
.
.
.

Sasuhina storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang