Dia juga bertanya-tanya, kenapa pemuda ini mau jadi copet. Apa gerangan yang terjadi dalam hidupnya. Tak putus Slamet memikirkan hal tersebut. Lama kelamaan pikirannya menjadi lelah sehingga memaksa matanya untuk menutup perlahan.
Tiba-tiba saja ia berada di dalam perahu yang dilamun ombak yang ganas. Terkadang dia terangkat ke atas, dan terkadang dia terbanting ke bawah. Sendirian. Dia hanya sendirian di perahu itu. Entah apakah ini laut atau banjir tsunami. Air dimana-mana dan sejurus kemudian air itu dengan kekuatan dahsyatnya mendorongnya tajam ke sebuah pohon besar. Berkali-kali perahunya menabrak pohon itu.
Duk ! Duk ! Duk ! Duk! Suara itu sangat nyaring sampai ia terbangun dengan kepala yang agak pusing. “Oalah mimpi ya Allah…..” bisiknya lirih.
Tetapi, suara Duk Duk Duk itu tidak hanya hadir di alam mimpinya, melainkan di pintu kamarnya yang diketuk berulang kali. Slamet mengusap-usap matanya.
Si Sar masih saja mendengkur dengan posisi tidur yang tidak berubah. Berarti betul, ada orang yang mengetuk pintu.
“Sinten (siapa)?” dia bertanya sambil melangkah.
“Aku Lek….Prapto. Buka lek, bukaaa cepet ,” terdengar suara itu sangat mendesak tetapi juga berbisik. Cepat Prapto membuka pintunya. Kali ini dia tidak sempat membuka lama dan memperhatikan siapa yang berada di balik pintunya karena Prapto segera menerobos masuk dan menutup pintunya lagi.
Seketika suasana menjadi tegang. Prapto terlihat bermandikan keringat dan mencoba mengambil nafasnya berulangkali. Slamet hanya terpaku diam dan bingung. Tak berapa lama dia segera mengambil air putih untuk menenangkan Prapto begitu dia sudah bisa menguasai dirinya.
“Sek minum dulu mas. Tenangke atimu sek,” dia memberi pemuda itu segelas air dari ceret yang sama dengan air untuk si Sar. “Matur nuwun, matur nuwun lek,” masih agak terengah Prapto berterimakasih pada Slamet.
Ini orang ketiga yang berterimakasih padaku hari ini, gumam hati Slamet. “Ada apa? Kok seperti ini?” rasa penasaran Slamet tidak terbendung.
Prapto masih terlihat sedikit tersengal dan akhirnya dia menjawab “Aku ki bar ikut aksi Lek. Lah kok terus kisruh. Wah macem-macem pokok e. Kalau cuma bakar-bakar ban itu lak biasa toh. Terus, tahu-tahu aku dikejar-kejar orang…,”
\
belum selesai Prapto bercerita Slamet menyambar “Siapa yang ngejar??”“Ya aku nggak tahu. Tadi ada polisi, terus ganti beberapa orang. Mbuh orang pakainya yo baju sipil. Aku tahu mereka itu siapa. Mereka berbahaya. Jadi aku terus lari daripada nek ketangkep ajur aku lek. Aku yo isih pengen ketemu mak bapakku, keluargaku. Iso-iso aku ilang nek sampai ke tangan mereka,” panjang lebar mahasiswa itu menjelaskan pada Slamet.
Sebenarnya Slamet tidak begitu paham dengan isi pembicaraan Prapto, tetapi dia mengerti situasinya sekarang tidak menguntungkan bagi teman mahasiswanya itu.
“Loh itu siapa Lek? Kok wajah e koyo gitu. Kayak habis diantemi?” Prapto mempertanyakan keberadaan si Sur. Slamet hanya menghela nafasnya.
“Mbuh yo. Titipan pakde Widji,” begitu dia menjawab singkat.
![](https://img.wattpad.com/cover/174595918-288-k224963.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SLAMET LAN SUGIH
General Fictionpotret perjuangan kehidupan yang berlatar belakang situasi politik Indonesia tahun 1998