02. Go Away

11.7K 571 244
                                    

Vote & Comment, please.

☘️☘️☘️

“Sam, Bangsad beneran gak sengaja nabrak lo,” ujar Romeo menengahi, ditanggapi anggukkan Awan dan Senja. “Daripada kalian berantem dan jadi tontonan banyak orang, lebih baik sekarang ke UKS dan obatin luka itu,” lanjut si ketua kelas XII IPA-1.

“Heh, Sad! Jangan bengong!” Senja menepuk lengan Sadewa, membuat atensi cowok berambut acak-acakkan itu beralih ke Senja. “Lo harus tanggungjawab!”

“Hah?” Sadewa menaikkan satu alisnya. “Tanggungjawab? Gue kan, gak hamilin dia?”

“Si goblok!” Awan mencibir, dibarengi ekspresi kesal di raut wajah Samantha, juga Qiana dan Jazzila yang jengah mendengar ucapan ngaco dari mulut berandalan itu.

“Sad, lo bawa Sam ke UKS, gih.” Rajendra memberi titah, kemudian menatap Samantha dengan intens. “Lo gak usah ikut upacara dulu, gue bakal kasih izin, karena ini keadaan darurat,” ujarnya selaku ketua OSIS.

Samantha mengabaikan ucapan Rajendra, dan melanjutkan langkah menuju lapangan. Hingga sesampainya di pinggir lapangan, terdengar teriakkan yang kembali menyita atensi seluruh orang yang bersiap mengikuti upacara. Ada pasukkan regu baris-berbaris juga guru-guru. Melihat pemandangan seperti itu sudah biasa bagi mereka, tapi tetap saja kedua pasangan yang tak pernah akur itu selalu terlihat romantis, walau terlibat perang dunia sekalipun.

“Lo ngapain, sih? Turunin gue!” Samantha terus meronta seraya memukuli dada Sadewa yang terbalut kaos hitam, namun cowok itu tak menggubris dan terus melangkah menuju UKS di koridor lantai satu dekat kelas X-IPA 1.

“Dewa!” Samantha semakin mengeraskan suaranya, tak peduli pada siapa pun yang memandanginya, di pikirannya hanya satu; lepas dari gangguan iblis macam Sadewa. “Kalo lo gak nurunin gue, gue bakal laporin ke Pak Broto!”

“Ck.” Sadewa berhenti sejenak, menatap Samantha dengan jengah. “Ternyata sakit gak ngaruh buat lo, ya? Bawel banget, sih?” sindirnya. Ia membuka pintu UKS lalu menutupnya kembali dengan kaki jenjangnya. Kini ia melangkah ke salah satu ranjang, kemudian merebahkan Samantha dengan hati-hati.

Gadis itu mendengkus, boro-boro mengucap terima kasih ... lihat wajah Sadewa saja membuatnya muak. Sedetik kemudian, ia mendelik ketika Sadewa duduk di sebelahnya sambil menyodorkan kotak P3K.

“Gue obatin lo dulu, baru setelah itu gue pergi tanpa lo harus buang tenaga buat ngusir gue,” ujar Sadewa. Ia mengambil kapas dan mengoleskan dengan alkohol, lalu membersihkan darah setitik di lutut yang mulai mengering itu dengan hati-hati. Ia tau, Samantha menahan sakit yang luar biasa, karena sesekali kaki gadis itu bergerak menghindari olesan kapas. “Sam, gue beneran gak sengaja. Maaf, ya?”

Samantha menatap iris abu itu dengan intens. Sadewa Alviano, berandalan ini bisa minta maaf juga ternyata. “Gue bakal maafin semua kesalahan lo dengan satu syarat,” ucapnya menjeda. Sadewa beralih menatapnya, menunggu jawabnya. “Jangan deket-deket gue lagi.”

Sontak helaan napas terdengar dari mulut Sadewa. Selesai menutup luka dengan plester, ia bangkit menaruh kotak P3K di lemari kaca yang terpasang di dinding, dekat jendela, kemudian kembali mendekati Samantha. Ia meraih dagu Samantha dan mengarahkan wajah cantik itu agar menatapnya. “Dalam kasus ini, gue ngaku salah, karena gue emang salah. Tapi, deketin lo bukan suatu kesalahan buat gue. Jadi, gue gak bisa turutin permintaan lo itu. Terserah, lo mau maafin gue atau enggak, yang jelas ... gue gak bakal jauhin lo, sampai kapan pun.”

☘️☘️☘️

Published:
26 November 2020

Love,

Max

The Redflag Boy; SADEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang