18. Dies Natalies

5.7K 407 167
                                    

Vote & Comment, please.

♣️♣️♣️

D-Day of Dies Natalies.

Panggung dan stand sudah tertata rapi, hampir semua orang sibuk menyelesaikan detail yang masih kurang maksimal. Hari agung SMA Gita Bahari tiba. Agenda Dies Natalies ke-20 terlihat sangat meriah. Sekolah lain turut diundang untuk ikut memeriahkan acara tersebut. Semua orang berkumpul, memusatkan perhatian pada panggung megah yang tergelar di halaman sekolah.

Pria berperawakan besar dengan pancaran kharisma yang amat luar biasa itu berdeham sejenak, mencoba menyita seluruh perhatian, sebelum memulai sambutannya. “Assalamualaikum, selamat pagi, salam sejahtera. Puji syukur, Tuhan selalu melimpahkan karuniaNya bagi kita semua, hingga kita bisa berkumpul di hari yang bersejarah bagi SMA Gita Bahari. Suatu kehormatan bagi saya selaku pimpinan dapat mengundang Bapak, Ibu dan rekan-rekan sekalian untuk turut hadir, menyaksikan grand opening Dies Natalies ini. Adapun perayaan akan dilaksanakan selama tiga hari, yang akan dimeriahkan dengan berbagai pertunjukkan seni serta perlombaan yang diharapkan dapat menjalin solidaritas sesama.”

Pak Darto menjeda sesaat untuk menghela naps panjang. Pandangannya berpendar ke berbagai penjuru, di hadapannya terdapat jajaran audiens yang berasal dari sekolah lain dan juga warga SMA Gita Bahari. Kini, pria itu melangkah ke sisi kanan, berdiri tepat di depan pita merah sebagai lambang pengesahan agenda Dies Natalies.

Rajendra mengambil gunting di atas wadah yang dibawa Diana, kemudian menyerahkannya dengan segala rasa hormat kepada sang penguasa SMA Gita Bahari. Tak ingin membuang waktu, Pak Darto mengarahkan gunting di depan pita yang melintang. “Dengan ini, agenda Dies Natalies SMA Gita Bahari resmi dimulai!” Tepuk tangan bergemuruh, membuat suasana riuh. Mereka tak sabar menyaksikan seluruh rangkaian agenda Dies Natalies.

Pak Darto turun dari panggung dibantu Pak Broto dan Pak Zainal, yang sedari tadi mendampinginya. Ia menoleh, mendapati Rajendra yang berjalan di sebelahnya. “Je, hari ini acaranya apa saja?" tanyanya tanpa menghentikan langkah menuju sofa yang sudah disiapkan khusus untuk tamu undangan yang posisinya menghadap langsung ke arah panggung.

Rajendra menoleh sekilas dengan pandangan menunduk, kemudian kembali menatap ke depan. Ia memperlambat langkah, mengikuti irama kepala sekolah itu. Sementara di belakangnya, Pak Broto dan Pak Zainal tetap mengikuti. “Setelah ini akan ada penampilan dari group band sekolah, dilanjutkan dengan lomba cerdas cermat.”

Pak Darto mengangguk mengerti, sebelum akhirnya duduk di sofa bernuansa hitam, ia menepuk pundak Rajendra dua kali. “Tolong persiapkan dengan baik, karena banyak tamu terhormat yang hadir saat ini," titahnya. Kini, Pak Darto duduk sofa, di sebelah Kepala Sekolah SMA Bintang dan memberi salam antar koleganya.

Rajendra membungkukkan badannya memberi hormat, sebelum pamit untuk menghandle agenda besar ini. "“Baik, Pak,” jawabnya, kemudian berlalu menghampiri panitia yang stand by di backstage.

Diana, selaku master of ceremony, membacakan rundown acara serta bintang tamu yang ikut memeriahkan agenda Dies Natalies. Penampilan pertama dibuka oleh group band dengan lima personil murid SMA Gita Bahari. Sembari menunggu mereka menyiapkan alat musik, sang vokalis mengambil alih seluruh perhatian audiens dengan mengucap terima kasih karena telah diberi kesempatan mengisi perayaan agenda ini.

Semuanya menikmati penampilan itu, yang diakhiri dengan sorak sorai tepuk tangan, atas kemahiran mereka dalam bermusik. Kemudian, memasuki acara kedua, para panitia bergegas menyingkirkan peralatan musik dan mengangkat tiga meja setinggi satu meter yang diletakkan berderet. Terdapat sebuah bel yang dilekatkan di atas masing-masing mejanya.

Para peserta lomba cerdas cermat, dipersilakan maju. Sesi pertama adalah peserta yang berasal dari kelas dua belas, baik jurusan IPA maupun IPS. Kini peserta kelas XII IPA-2 dan XII IPA-3 sudah lengkap dan terlihat akrab, sementara XII IPA-1 masih kekurangan satu personil lagi. Samantha terlihat sedikit gusar, ingin rasanya ia mengutuk Jazzila. “Di mana pasangan gue?!”

“Udah molor lima menit, nih!” Diana terlihat geram pada Jazzila, sejak tadi gadis berwajah blasteran Korea-Indonesia itu terus saja mengulur-ulur waktu, karena pasangan cerdas cermat Samantha tak kunjung datang.

Tapi, kecemasan itu tak berlangsung lama, tiba-tiba cowok berperawakan tinggi muncul. Kontan, Jazzila pun merasa lega dan langsung menyuruhnya naik ke panggung untuk bergabung dengan kelompoknya.

“Loh? Daffa? Lo partner gue?” Samantha terkejut melihat Daffa yang duduk di sampingnya. Sebelumnya, Jazzila memang tak memberi tahu siapa yang akan jadi partnernya, tapi hal ini cukup membuat Samantha lega, karena Daffa terkenal sebagai murid pintar yang mendapat nilai bagus di setiap ulangannya.

Daffa tersenyum seraya menggeser posisinya agar lebih dekat dengan Samantha, kemudian berbisik. “Don't worry, i'll do my best for you.


♣️♣️♣️

Published:
30 November 2020

Love,

Max

The Redflag Boy; SADEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang