35. The Truth

646 72 95
                                    

Vote & Comment, please.

♣️♣️♣️

“Sadewa Alviano, pelaku kriminal yang bebas dari hukuman penjara!” Bariton menginterupsi, dibarengi suara tepuk tangan dua kali. Dari arah belakang, dua cowok jangkung  mendekat. Salah satunya melepas topi, sementara satunya lagi melepas penutup hoodie. “Lo masih inget gue?” tanya cowok bernama David. Cowok tampan dengan paras kebule-bulean itu mendekat, menatap lawannya dengan tajam. “Ternyata lo masih bisa hidup dengan nyaman, ya? Setelah apa yang lo lakuin ke adik gue dulu?”

“Lo?!” Sadewa memicingkan mata, ingatan tentang musuh di hadapannya langsung berputar di pikirannya. Ketika melajukan motor dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba gadis cilik melintas ke jalanan. Kini, ia sadar bahwa dirinya benar-benar masuk ke kandang singa. “Mau apa lo?”

David terkekeh mendengar pertanyaan konyol itu, sedetik kemudian sebuah pukulan mendarat di perut Sadewa, membuat cowok itu meringis dan mundur beberapa langkah. “Mau gue?” tanya David dengan sorot benci yang memuncak. “Menuntut keadilan supaya lo dapet balesan yang setimpal atas apa yang lo lakuin dulu!”

Lagi, sebuah pukulan kembali dilayangkan ke wajah Sadewa, hingga kini cowok itu benar-benar tersungkur lemah. Luka sobek di bibir dan hidungnya mengeluarkan darah segar, diusapnya darah itu lalu Sadewa menengadah menatap David yang hendak kembali memukulinya. Dengan gesit, ia mengubah posisi dan berhasil menghindari pukulan itu.

Sadewa berlutut seraya mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Kini, tatapannya terpaku pada sosok Daffa yang berdiri bersebelahan dengan Jessica. Ia mengernyit ketika melihat rangkulan Daffa di leher gadis itu. “Lo pacarnya Jessi?” tanyanya. Daffa terkekeh, sementara Jessica diam seraya menatap tajam cowok yang telah berbuat kasar padanya. “Kalo Daffa pacar lo, kenapa lo masih nembak gue, Jess?”

Daffa melepas rangkulan itu, kemudian maju, menunduk menatap Sadewa dengan saksama. “Mereka ...,” jedanya seraya menunjuk dua cowok yang berdiri di sebelah Samantha. “Orang suruhan gue, dan dia ....” Ia diam sejenak, lalu kembali menyorot tajam manik abu Sadewa. “Adek gue.”

“Hah?” Kerutan terlihat jelas di kening Sadewa, semakin tak mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi. “Jadi, lo yang udah rencanain semuanya? Mereka godain Jessi, itu juga rencana lo?!”

Daffa terbahak puas melihat kenaifan Sadewa, lalu mencengkeram rahang lawannya dengan kuat, dan melepas cengkeramannya dengan kasar. “Bucin lo ternyata ngalahin kepekaan lo, dan apa sekarang lo paham kenapa gue suruh mereka buat menculik Samantha?”

Sadewa terdiam, tak tau arah pembicaraan Daffa. Diliriknya Jessica dengan mata memicing, seketika tubuhnya menegang ketika menyadari sesuatu. “Kalo Jessi adik lo, berarti—”

“Ya, mantan lo itu kembaran gue, si Bella.” Bak disambar petir, kali ini Sadewa benar-benar tak berkutik. Sorot matanya menunjukkan bahwa ia bingung memikirkan rentetan masalah ini, juga dengan fakta yang didengarnya. Seketika ia teringat Bella pernah bercerita jika memiliki kembaran yang tinggal di Amerika. Itu artinya, abang yang dimaksud Bella adalah Daffa?

“Tujuan gue balik dari Amerika dan pindah ke sekolah ini, karena gue pengin bales dendam ke lo! Lo udah bunuh adik gue! Karena itu, gue pengin bales semua rasa sakit hati gue dan keluarga gue, ke elo! Dan gue lihat lo sangat terobsesi sama Samantha, makanya gue sama Jessica berencana menghancurkan kalian berdua!”

Sadewa terlihat semakin murka, ia bangkit dan menatap nyalang pada Daffa dan Jessica. Sementara, David kini berdiam diri di sebelah Samantha yang mulai sadarkan diri. Ia kembali menutupi kepalanya dengan topi, agar tak dilihat gadis itu.

“Lo harus tanggung jawab atas perbuatan yang udah bikin Bella mati! Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi, nyawa dibalas nyawa!” pekik Daffa. Kini, keduanya terlibat dalam perkelahian. “Harusnya lo yang mati! Bukan Bella!”

Pukulan terus dilayangkan hingga menimbulkan luka lebam di sana sini, enggan berhenti sebelum ada yang mati. Daffa menindih tubuh Sadewa, dan memukuli wajahnya beberapa kali. Seketika, kaki Sadewa mengapit tubuh Daffa dan membalikkan posisi, kini dirinya berada di atas tubuh cowok itu. “Sekali lagi lo ngomong soal Bella, gue bunuh lo sekarang juga!”

Melihat kakak tirinya dalam bahaya, sontak Jessica menyuruh dua cowok suruhannya untuk membantu. Satu dari mereka menahan tangan Sadewa, sedangkan yang lain memukuli wajahnya bertubi-tubi. Sakit melihat sang pujaan kekasih diperlakukan seperti itu, namun Jessica bisa apa? Dendam sang kakak telah menjalari sanubari.

Sadewa terhuyung lemah, menutupi wajahnya dari pukulan dan tendangan maut itu. Sakit yang dirasakannya tak seberapa daripada melihat perlakuan buruk mereka terhadap Samantha, atau juga ingatan tentang Bella.

Tiba-tiba, mereka dikejutkan oleh suara tembakkan, bersamaan itu terlihat empat lelaki masuk dengan membawa benda tajam. Sontak, dua cowok suruhan itu beringsut mundur, juga Daffa dan Jessica.

Rajendra menghampiri Sadewa yang babak belur, kemudian memberi isyarat pada ketiganya untuk mengamankan pelaku. Terjadi aksi baku hantam satu lawan satu, namun berkat ilmu bela diri yang dimiliki, anggota The Monsters dapat menaklukkan musuh-musuh tersebut dan menyeret mereka keluar.

Ternyata, di luar terdapat beberapa polisi yang berjaga dengan mengarahkan pistol ke arah mereka. Para polisi itu bergegas memborgol tangan pelaku, dan menggiring mereka masuk ke mobil. Romeo berterima kasih kepada kepala kepolisian yang turut membantu.

Kini, mereka kembali ke dalam, mendapati Sadewa tengah bersandar di dinding reyot dengan tubuh penuh luka. Sementara Rajendra berusaha memotong ikatan tali rotan di pergelangan tangan Samantha. Gadis itu terisak, pasalnya ia mengamati seluruh kejadian naas yang menimpa Sadewa tanpa bisa berbuat apa-apa.

Rajendra membopong tubuh Samantha dan menghampiri teman-temannya. “Kalian urus Dewa, biar gue yang nganter Sam pulang,” ujarnya.

Ketiganya mengangguk. Awan dan Senja mengalungkan tangan Sadewa di leher keduanya, dan mengangkat tubuh cowok itu dibantu Romeo. Mereka membawa Sadewa ke rumah sakit, karena luka memar itu butuh penanganan medis lebih dari sekadar kapas, alkohol dan plaster.

♣️♣️♣️

Published:
7 Desember 2020

Love,

Max

The Redflag Boy; SADEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang