11. Nightmare

5.3K 377 225
                                    

Vote & Comment, please.

♣️♣️♣️

Gue tau apa yang lo lakuin di belakang gue!” Suara hujan membuat atap mobil gemeretak meramaikan isak tangis dari seorang gadis berparas cantik. Udara yang seharusnya dingin, ditambah AC mobil yang disetel dengan suhu tinggi, namun justru menguarkan aura panas dari kemarahan yang sedang terjadi.

"Eh, lo jangan nuduh gue, ya!" Laki-laki itu menginjak pedal gas lebih kuat lagi, membuat mobil yang dikendarainya kini melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan. Kabut berpendar menemani hujan lebat yang diiringi angin. Jalanan tampak sangat sepi. Siapa juga yang ingin keluar dalam cuaca seperti ini?

Laki-laki berusia delapan belas tahun itu terlihat sangat kacau. Wajahnya memerah, guratan di kepalanya menegang, dan tangan kekarnya terus mengepal kesal. Bagaimana bisa, rahasia yang selama ini ditutupi, terbongkar dengan mudahnya. Lantas, ia harus berbuat apa untuk mempertahankan gadis yang ia cintai itu?

“Gue gak nuduh lo! Gue lihat sendiri lo jalan sama Reina!” Sebuah tangan kekar lantas mencengkeram dengan kasar kedua pipi gadis yang masih terisak, lalu ditatapnya tajam dan mengancam. Gadis itu berusaha sekuat tenaga melepas cengkeraman sang kekasih, namun apa daya, kekuatannya melemah. “Lepas!”

Laki-laki itu semakin berperilaku kasar dan tak ada niat baik sedikit pun untuk mengakui kesalahannya. Sikapnya saat ini seolah-olah ia sedang playing victim. “Kita lupain masalah ini atau gue bakal ngelakuin hal nekat ke lo?!”

“Hidup gue udah terlanjur berantakkan karena lo, Yan! Gue gak peduli lagi sama hubungan kita! Gue mau putus!” Gadis itu terus merengek, pada akhirnya ia bisa melepaskan diri dari cengkeraman lelaki itu, kemudian ia melepas seatbelt dan meraih tas yang ada di dekat kakinya. “Berhenti! Turunin gue di sini!”

“Sam! Lo udah gila? Ini hujan deras! Lo mau mati kedinginan di sini? Hah?!” teriak Adrian seraya berusaha memfokuskan pandangan menembus derasnya hujan. Ia khawatir, Samantha akan berbuat nekat jika tidak dituruti. Apalagi di tempat antah berantah ini, tak mungkin ia tinggalkan gadis itu sendirian. Sejahat-jahatnya Adrian, ia tak setega itu.

“Turunin gue atau gue lompat dari mobil?!” Samantha mengancam, berusaha melepaskan tangan Adrian yang menahan knop pintu mobil. Terjadilah aksi mendebarkan; Adrian yang terbuyarkan fokusnya antara menyetir dan menahan Samantha yang terus merengek. Hingga, suara klakson memecah pertengkaran itu. “Yan! Awas!”

Samantha terbangun dengan keringat bercucuran. Napasnya memburu seolah sedang dikejar-kejar hantu. Giginya gemeretak, tubuhnya terasa dingin, ia menggigil. Ditariknya bedcover untuk menutupi tubuhnya yang meringkuk. Jantungnya berdetak tak karuan, bermimpi tentang masa lalu kadang terasa sangat menakutkan. Jam waker yang berada di atas meja belajar menunjukkan pukul sembilan tepat, entah kenapa malam ini terasa sangat dingin.

Tetesan air mata membasahi pipinya. Di saat seperti ini, ia butuh seseorang yang bisa membantunya keluar dari masa lalu yang suram. Andai, Alfina Wijayanti dan Reno Dirgantara ada di rumah, sudah pasti ia akan berlari ke kamar orang tuanya dan memeluk mereka dengan erat, berharap mimpi buruk ini tak akan terulang lagi.

Sebenarnya kondisi Samantha tidaklah baik-baik saja, ia masih dalam proses pemulihan atas trauma yang dialaminya beberapa tahun silam. Entah kenapa, setiap teringat atau memimpikannya, rasanya kejadian itu baru saja terjadi hari kemarin. Hal itu membuat Samantha kalut dan benci. Ia benci pada seseorang yang telah menghancurkan hidupnya, dan meninggalkannya di saat ia membutuhkan sandaran.

Lelaki tak bertanggungjawab itu, pergi tanpa kata, meninggalkan luka yang laranya terasa tiada tara.

Samantha bergerak membuka laci meja yang ada di sebelah kasur, mengambil sebutir pil dari botol obat kemasan putih itu, lalu menelannya dengan air putih dari botol tupperware.

Untungnya besok hari Minggu, jadi Samantha tak perlu khawatir bangun kesiangan, akibat mengkonsumsi obat tidur ini. Sebagai penolong terakhir, ia berharap semoga dapat membantunya melewati malam yang terasa mencekam.

♣️♣️♣️

Published:
28 November 2020

Love,

Max

The Redflag Boy; SADEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang