14. The Lovely Girl

6.1K 437 173
                                    

Vote & Comment, please.

♣️♣️♣️

H-3 sebelum Dies Natalies. Senin ini tidak seperti biasanya, kali ini terasa amat menyibukkan bagi warga SMA Gita Bahari dalam menyiapkan agenda akbar ulang tahun sekolah yang ke-20. Semua bergotong royong saling membantu, agar acara dapat terlaksana dengan baik.

Tak terasa, waktu cepat berlalu. Kini, bulan telah berpijar terang di atas sana. Malam semakin larut, bukan waktunya lagi bagi mereka berada di sekolah, selain karena orang tua akan cemas, kondisi tubuh pun akan menurun kalau kelelahan.

Tepat pukul delapan, hampir semua siswa bubar, kembali ke rumah masing-masing. Tersisa anggota OSIS dan para relawan yang masih bertahan dengan tenaga yang cukup terkuras. Mereka sibuk menata beberapa stand bazar untuk penggalangan dana dalam agenda bakti sosial. Stand bazar didirikan dengan posisi letter U di setiap sisi lapangan dengan satu sisi menghadap panggung sebagai fokus utamanya.

Tampak di meja panjang di sudut lapangan, Rajendra sibuk merapikan berkas OSIS. Senja dan Awan sibuk mengisi perut dengan beberapa camilan. Romeo asik bermain gitar akustik dan Sadewa menikmati alunan lagu melalui airpods.

"Guys! Kalian gak ada yang mau daftar lomba?" seru Rajendra, menatap keempat temannya, namun mereka masih saja sibuk dengan urusan masing-masing. Lelaki yang kerap digosipkan menjalin hubungan dengan Qiana itu menunduk dengan kedua tangan diletakkan di atas kepalanya, lalu mengacak rambut dengan frustrasi. "Kalian dengerin gue gak, sih?"

Awan Biru Cakrawala terkekeh mendengar keluhan Rajendra, dengan mulut penuh makanan, ia berucap, "Repot banget lo, Je! Salah sendiri, jadi Ketos! Pusing kan lo!” celetukkannya mengundang gelak tawa Senja dan Romeo.

Kontan, Rajendra mendengkus sebal dan menatap Awan dengan sorot lelah. “Gue serius, Bi. Gue cuma pengin kita dikenal gak hanya sebagai penebar sensasi, tapi kita buktiin ke mereka kalo kita punya prestasi!” ujarnya menggebu-gebu, membuat Awan, Senja, dan Romeo cekikikkan sendiri.

Rajendra mengambil bolpoin di dekatnya dan mulai mendata satu persatu nama calon peserta dalam daftar berbagai perlombaan yang dimulai pada hari pertama sampai hari ketiga. “Senja, karena lo kapten basket, dipastikan lo ikut. Bi, lo ikut lomba pidato. Meow sama Bangsad, kalian ikut lomba pensi.”

“Heh!” Awan yang duduk berhadapan dengan Rajendra, sontak bangkit lalu menjitak kening teman sintingnya itu cukup keras. “Apaan sih, lo? Gak usah rese deh! Pidato? Mana gue bisa, anying!” Lagi-lagi ucapannya membuat mereka terbahak, pasalnya Awan punya paranoid yang teramat besar jika diminta maju ke depan. Presentasi tugas saja ia kerap mangkir, masa iya disuruh lomba pidato? Rajendra emang sinting!

Sadewa mengabaikan perdebatan antara Awan dan Rajendra. Ia beranjak ke panggung dan berniat memberikan sebuah penampilan sebagai penyemangat bagi yang lain. Di situ, terdapat beberapa alat musik dan sound system yang sudah diatur, sehingga Sadewa hanya tinggal duduk di kursi bulat di depan microfon yang sudah disediakan. “Selamat malam, semua ....”

Gema suara yang terdengar sangat familiar berhasil menarik perhatian Samantha. Seketika ia menghentikan aktivitasnya; mengabadikan momen yang menurutnya cukup apik, kemudian pandangannya terpaku menatap Sadewa di seberang sana.

Riuh tepuk tangan bergemuruh, Sadewa tersenyum manis, memohon izin untuk menghibur mereka. “Saya akan mempersembahkan sebuah lagu, khusus untuk seseorang yang berhasil memikat hati. Dia adalah perempuan istimewa yang Tuhan kirim untuk saya,” ucapnya seraya menyetel senar gitar akustik.

Jemari Sadewa yang lentik mulai bergerak, senar demi senar ia petik, menciptakan harmoni indah dan memikat hati para pendengarnya. Ia membawakan sebuah lagi dari group band favoritnya; Dewa 19.

Kau tak pernah mencoba untuk
Membalas semua pesan singkatku
Padahal itu menyenangkanku
Di sini aku menantimu
Bersama waktu yang membunuhku
Tapi, kau tak pernah menyambutku

Kamu begitu indah
Begitu cantik
Begitu istimewa
Mungkinkah kamu
Jadi milikku selalu
Karena ku tak istimewa

Suara yang cukup merdu, diiringi musik yang mengalun, siapa sih yang tak akan tertegun dengan pesonanya? Gadis yang kerap abai meski seringkali digoda pun, pada akhirnya enggan berpaling dari penampilan yang mempesona itu. Setiap gerak-gerik Sadewa membuatnya terpana untuk sementara waktu. Mungkinkah, hatinya benar-benar luluh?

♣️♣️♣️

Published:
29 November 2020

Love,

Max

The Redflag Boy; SADEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang