54. Happy Birthday, Lala!

498 61 68
                                    

kebahagiaan yang hakiki.
.
.
.

Rumah bernuansa putih di salah satu perumahan elit di Jakarta, tampak ramai didatangi kerabat Arjuna dan Sindy, juga sahabat Sadewa dan Lala. Acara ulang tahun Lala yang ke-17 dirayakan cukup meriah dengan mengusung tema garden party, ditambah suara gemericik air kolam renang, membuat suasana semakin sejuk.

Konsepnya sederhana, tapi elegan untuk gadis seumurannya. Paduan background putih, merah, dan emas, membuat suasana tampak meriah. Balon angka 17 dan tulisan HBD Lala menjadi sorot utama di mini panggung. Juga balon helium sebagai pendukung kemeriahan di berbagai sisi.

Kue tart tiga tingkat berlapis krim putih dan pink, diletakkan di meja dengan taplak putih bersih. Terdapat hiasan di puncaknya; perempuan cantik berambut sebahu tengah menyengir, serta lilin angka 17.

Saat ini Lala duduk di sebelah meja kecil itu, dan tersenyum lebar melihat banyaknya tamu yang hadir. Meski kondisinya tak seperti yang lain, namun ia tak pernah mendapat perlakuan buruk dari teman sekolahnya. By the way, Lala sekolah di SMA Flmboyan, ia sengaja tidak satu sekolah dengan sang kakak. Alasannya, sekolah itu jauh lebih dekat dengan rumah.

Gadis berparas cantik nan lembut itu terlihat sangat menawan dengan  gaun putih berhias payet yang dijahit rapi oleh penjahit profesional. Pandangannya beralih menatap mamanya yang berada di depan sana. Wanita itu memakai gaun yang sama dengan sang anak, dengan hiasan Swarovski. Sedari tadi, Sindy sibuk meladeni tamu yang berasal dari kerabat dan rekan kerja. Sementara Sadewa sibuk mengobrol dengan anggota The Monsters dan The Angels, tentunya tanpa kehadiran Samantha.

Kini acara dimulai, Sindy menarik perhatian dengan memukulkan sendok kecil pada gelas kaca yang dipegangnya. “Perhatian, Bapak, Ibu, Saudara serta adik-adik sekalian. Saya, Sindy Permatasari, mengucapkan terima kasih, karena kalian sudah menyempatkan waktu untuk datang ke acara ulang tahun anak saya, Lala,” ucapnya seraya mengulas senyum ke arah Lala yang berada di sebelahnya.

Sindy merasa bahagia melihat anak bungsunya tumbuh dengan baik, menjelma bak putri kerajaan yang cantik. Usai memberi sambutan, Sadewa segera menyalakan lilin dengan korek gas, lalu mereka mulai menyanyikan lagu dengan kompak, diiringi group band akustik yang biasa tampil di kafe dekat rumah.

Happy birthday ... Lala!”

“Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga ....”

Semua terlihat bahagia, begitu juga dengan Lala. Gadis itu memejam, mengucap doa dalam hati dengan senyum semringah. Sweet seventeen ini benar-benar sesuai impiannya. Terima kasih pada Sadewa dan Anna yang telah menyiapkan semuanya, meski dalam waktu singkat. Hanya satu hari, mengingat belakangan ini Sadewa sedang malas berinteraksi dengan siapa pun.

“Potong kuenya sekarang juga, sekarang juga, sekaraaang jugaaa ....”

Lala menerima pisau plastik yang disodorkan Sindy, memotong dua slice kue yang diserahkan kepada mama dan kakaknya. Mereka berfoto, menunjukkan raut bahagia pada kamera yang diarahkan oleh kameramen profesional. Dalam keadaan seperti itu, Sadewa berusaha menjaga senyumnya. Sedangkan Anna, mengamati di barisan kursi para tamu.

Sindy mengusap pipi Lala, lalu mengarahkan microfon ke depan mulutnya. “Lala, anak kesayangan Mama. Selamat ulang tahun ya, sayang. Semoga panjang umur, diberi kesehatan dan rezeki oleh Tuhan. Lancar di setiap urusan sekolah dan dibukakan oleh Tuhan pintu menuju kesuksesan,” ucapnya, seraya tersenyum dengan buliran air mata. “Mama sayang Lala.”

Ucapan manis itu membius seluruh perhatian. Mereka terharu melihat hubungan ibu dan anak yang tampak harmonis, karena bagaimana pun ibu adalah prioritas dalam hidup dan doanya paling makbul di hadapan Tuhan.

“Mama?” panggil Lala, matanya menatap manik hitam yang kini berkaca-kaca. “Terima kasih sudah menjadi ibu yang baik untuk Lala dan Kak Dewa. Selalu sabar atas tingkah laku dan kenakalan kami. Selalu mendoakan yang terbaik untuk kami. Maaf, belum bisa membanggakan Mama. Lala berdoa; Mama diberi umur panjang, supaya bisa lihat kesuksesan Lala dan Kak Dewa di masa depan. Kami tahu, berapa banyak kekayaan yang kami miliki kelak, tak mungkin bisa membayar jasa Mama selama ini.”

Lala menjeda ucapannya, isak tangis keluar dari mulutnya. Matanya basah membuat riasan make up terlihat sedikit luntur. Lantas, Sadewa menyodorkan secarik tisu pada Lala, menyuruh gadis itu untuk menghapus air matanya.

Merasa mulai tenang, kini Lala kembali berucap, “Tapi, kami tetap mengupayakan yang terbaik, agar Mama hidup bahagia di hari tua. Mama adalah sosok ibu yang hebat, yang bisa meng-handle semuanya sekaligus menggantikan peran Papa. Semua kebaikan Mama tidak akan bisa dilukiskan dengan kata-kata. Mama sehat selalu, ya. Jangan pergi sebelum kami sempat membahagiakan Mama. Lala dan Kak Dewa sayang Mama.”

Lala menutup ucapannya seraya meraih tangan Sadewa, disatukan dengan tangannya dan tangan sang mama. Ketiganya berpelukan, menujukan rasa sayang yang terjalin di antara mereka. Para tamu bertepuk tangan, ada juga yang ikut terisak, trenyuh mendengar doa baik Lala yang semoga menjadi nyata.

Sindy menangis tersedu-sedu, seraya mengecupi puncak kepala Lala. Sementara Sadewa hanya diam, tatapannya kosong. Benar kata Lala, sudah menjadi kewajiban bagi sang anak untuk berbakti kepada orang tua, karena tanpa mereka, dirinya tak mungkin terlahir di dunia ini.

Cowok dengan setelah jas hitam dan kemeja merah itu mulai membuka hati dan pikiran untuk menerima pendapat sang mama. Satu-satunya orang tua yang ia miliki. Ia tak ingin menjadi anak durhaka. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menuruti semua keinginan mamanya, termasuk jika harus memutuskan hubungan dengan sang kekasih.

♣️♣️♣️

Published:
15 Desember 2020

Love,

Max

The Redflag Boy; SADEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang