33. Chaos in the night

652 79 106
                                    

Vote & Comment, please.

♣️♣️♣️

Senin yang terasa berbeda. Selain diselenggarakannya ujian try out untuk melatih kesiapan para murid, karena ujian nasional sudah di depan mata, namun juga ada yang berbeda dengan Samantha. Gadis itu sangat dingin dan cuek, mungkin masih kesal dengan kejadian kemarin; ketika Jessica secara terang-terangan memberikan penampilan khusus untuk Sadewa. Ia berharap, Samantha tak mendengar bahwa Jessica telah berbuat lebih; menyatakan perasaan padanya.

Enggan berjarak walau hanya satu hari, Sadewa memutuskan untuk menemui gadis itu. Pukul tujuh malam, ia turun dari mobilnya dengan membawa sebuket bunga mawar merah, lalu berkaca pada spion, merapikan rambutnya yang acak-acakan menjadi masih tetap acak-acakan. “Cakep banget lo, Wa,” gumamnya, menatap kagum pada pantulan dirinya sambil tersenyum miring.

Setelah merasa penampilannya cukup oke, kini ia melangkah dengan gagah dan menekan bel dua kali. Tak lama, muncul Fina dengan raut wajah yang tampak khawatir. “Malam, Tan, Sam ada?”

Fina menggeleng pelan lantas kekhawatiran di wajahnya semakin terlihat jelas. “Sejak tadi Samantha belum pulang,” ujarnya dengan lirih. Di belakangnya, terlihat Reno duduk di sofa dengan gelisah. “Tante pikir dia lagi sama kamu, Dewa.”

Sadewa mengernyit. Ia ingat betul, setelah pelajaran terakhir usai, Samantha berkata akan mampir sebentar untuk mencari buku pelajaran di perpustakaan. Alhasil, Sadewa pulang duluan.

“Dewa ... Sam di mana, ya? Hapenya ditelepon juga gak aktif, Tante khawatir banget kalau sampai terjadi apa-apa sama dia,” ucap Fina dengan tersedu-sedu. Reno pun menghampiri, dan menenangkan sang istri.

“Tolong bantu cari Sam, ya, karena Om belum bisa melapor ke Polisi, kalau belum 1x24 jam,” ujar Reno dengan suara berat. Ia terlihat sangat cemas, namun berusaha tenang. Ia tak ingin istrinya semakin khawatir akan putri semata wayangnya itu.

“I-iya, Om.” Sadewa meremas buket bunga itu ketika merasa ada yang tidak beres, lantas ia memutuskan pergi. Sebelum benar-benar pergi, ia berikan buket itu kepada Fina. Kini, ia bergegas masuk ke mobil dan mulai menghubungi teman-temannya yang sekiranya mengetahui keberadaan Samantha. Panggilan pertama dilayangkan pada si cerewet, Qiana. “Qi, lo tau di mana Sam?”

Di seberang sana, Qiana mencebikkan bibirnya, dan terkesan malas untuk mengangkat telepon dari si berandal itu. “Ya elah! Gue bukan nyokap dia. Mana gue tau!”

Sadewa menggeram, matanya melotot tajam seraya meremas setir kemudi. “Gue lagi gak bercanda! Sampai sekarang Sam belum pulang!” ucapnya sambil melirik ke arah jam mungil di atas dashboard.

Hah?!” Qiana menghentikan aktivitasnya sejenak, kemudian berusaha untuk serius. Sedikit. Ia tak langsung percaya dengan ucapan Sadewa, mengingat cowok itu tak pernah bisa serius, walau dalam keadaan serius sekali pun. “Hmm, lo gak bercanda, kan?”

“Enggak! Gue abis dari rumah Sam, kata nyokapnya, dia sampai sekarang belum pulang!” Sadewa menjelaskan secara singkat. “Tolong, bantu cari info ke temen-temen, ya!” lanjutnya, kemudian memutus sambungan telepon.

Kini Sadewa beralih menelepon Jazzila. Cukup lama menunggu hingga akhirnya sambungan itu diangkat oleh gadis bersuara lembut di seberang sana. Tanpa basa-basi, Sadewa langsung menanyakan keberadaan Samantha. “Jazz, lo lagi sama Sam, gak?”

The Redflag Boy; SADEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang