41. Brownies Maniieeezzzz

520 69 100
                                    

Vote & Comment, please.

♣️♣️♣️

Beberapa hari setelah kembali dari pemakaman, Sadewa lebih banyak diam. Resah, batinnya merasa ada jawaban yang harus segera didapat. Anggota The Monsters pun berinisiatif menghibur Sadewa, yang akhir-akhir ini jarang bergabung dalam group chat. Mereka mengadakan malam pengakraban, sebelum akhirnya terpisahkan untuk melanjutkan hidup di masa depan.

Malam minggu terakhir di bulan Maret dinikmati sebaik mungkin sebelum memasuki hari tenang untuk persiapan ujian nasional. Mereka menghabiskan malam di rumah Awan. Ini adalah usulan Senja, katanya; “Bi, gue kangen kue buatan nyokap lo!”

Kini, satu loyang brownies buatan Mia habis disantap Senja, seorang diri. Semua menggeleng, di mana ada Senja, makanan pasti ludes! Untung, Mia bikin beberapa porsi, jadi empat lainnya masih kebagian merasakan lezatnya brownies cokelat bertabur keju yang rasanya bak restoran bintang lima.

“Enja ... Enja, lo mah apa yang gak enak? Tai kucing aja, mungkin lo suka.” Awan mencibir seraya mengunyah kuenya. Tatapannya beralih sekilas dari layar TV yang menampilkan game pertandingan sepak bola—melawan Romeo—ke arah Senja yang duduk di sebelah kirinya.

Kontan, tawa pecah menggema di penjuru ruang tamu, termasuk Mia yang ikut tertawa mendengar celetukkan anaknya. Ia duduk di sofa di sebelah Romeo, sibuk meletakkan brownies yang dipotong-potong, dari loyang ke nampan motif bunga, lantas meletakkanya di meja di hadapan mereka. “Kalo kuenya masih kurang, bilang aja, nanti Bunda buatin lagi.”

Senja amat sangat berterima kasih, karena sudah disupply banyak makanan oleh bunda angkatnya. Padahal, Awan mah ogah punya saudara macam Senja. Kelakuan absurd, banyak makan, tapi bego. Benar-benar gak ada yang bisa dibanggain dari seorang Senja, kecuali satu; jago basket.

Mia tersenyum hangat melihat kelima anak lelakinya dengan lahap menyantap kue buatannya. Wanita berparas cantik di usianya yang tak lagi muda itu memang biasa menyuguhkan beragam makanan untuk anggota The Monsters. “Buat temennya Awan, apa sih, yang enggak?”

“Bundaaa!” Sontak, Awan memekik dan menatap jengah ke arah bundanya yang biasa tebar pesona kepada teman-temannya. “Plis, deh! Jangan genit! Abi laporin ayah, ya!”

Semua terbahak melihat ekspresi Awan yang sangat lucu. Kalau saja keadaan sepi, sudah pasti Mia akan mencubiti pipi anak semata wayangnya dengan gemas. “Seminggu lagi UN, kan?” tanyanya, dijawab anggukan mereka. “Belajar yang serius ya, karena ini adalah penentuan masa depan kalian.”

“Oke, siap, Bundaaa!” jawab kelimanya kompak. Sedetik kemudian, Mia beranjak dari duduk, pamit untuk beristirahat di kamar, seraya menunggu sang suami pulang kerja.

Kini, mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Awan dan Romeo masih bermain game konsol, club andalan Awan unggul dengan skor 3:1. Senja sibuk melihat akun media sosial dengan satu tangan memegang brownies. Sementara Sadewa dan Rajendra—yang duduk di sofa—sibuk dengan ponsel masing-masing.

Tiba-tiba, teriakkan Senja mengagetkan, dengan ponsel yang dikibaskan ke hadapan keempatnya. “Guys! Hot issue!” Ia mencoba menarik perhatian teman-temannya. “Malem ini pacar-pacar kita lagi pada di rumah pacar Bangsad!”

Awan terpaksa menjeda permainan, karena terusik dengan Senja. Jika tidak, fokusnya akan buyar dan mungkin ia bisa dikalahkan oleh Romeo. “Pacar? Siapa?”

“Eh, iya gue lupa, lo kan ... belum pacaran sama Vanilla. Sono jauh-jauh! Ini obrolan khusus yang udah punya pacar aja!” celetuk Senja sambil menjulurkan lidahnya ke arah Awan.

Kontan, Awan mendengkus kesal seraya bersedekap dada. “Sekarang emang belum, tapi bentar lagi kita jadian kok!” ucapnya dengan percaya diri. “Emang lo udah taken sama Shanum?”

“Belom sih,” Senja nyengir, tak merasa berdosa sedikit pun, karena telah mengaku-ngaku anak orang sebagai kekasihnya. Sontak, semuanya mengumpat melihat kebodohan murni Senja tanpa campuran apa pun.

Rajendra yang sedari tadi diam, kini bergabung dalam obrolan. “Lo tau dari mana, Ja?” tanyanya. Layar ponsel yang menyala, menunjukkan jika cowok itu sedang asik chat dengan seseorang. Siapa yang berhasil merebut hatinya? Qiana atau ... Ratu?

Senja menjilati jari-jarinya yang terkena lumeran cokelat, kemudian menenggak air putih yang ada di atas meja, lalu menjawab rasa penasaran teman-temannya. “Cewek lo abis bikin status tuh!” ujarnya, seraya melempar ponsel kepada Rajendra. Status yang di upload oleh Qiana di akun Instagram, bersama Jazzila, Shanum, Vanilla dan Samantha tengah berpose ria di kamar bernuansa putih yang familiar bagi Sadewa.

“Gue penasaran, cewek kalo nginep itu bahas apa ya?” gumam Awan sembari menerawang ke sudut rumahnya.

Dehaman Sadewa berhasil menyita perhatian. Ia sebenarnya malas datang kemari, perasaannya yang gundah gulana, membuatnya ingin stay di kamar saja. Ia meraih gelas di dekat kaki sofa, kemudian menghabiskan minumnya dan menatap teman-temannya sambil mengernyit. “Kenapa pada lihatin gue kayak gitu?” batinnya. Kini, ia meluruskan kedua kaki yang terasa kram dan membuat Awan yang duduk di depannya merasa risi. “Mereka tuh, suka gosip. Entah gosipin temen, gebetan atau artis! Temennya Lala begitu kalau lagi kumpul.”

“Oh ...,” jawab mereka berbarengan. Rajendra mengubah posisi duduk, menekuk kedua kakinya dan menatap lurus manik abu itu. “Betewe, Lala masih jomblo kan?” tanyanya. Sontak, Sadewa menatap tajam. “Sepik-sepik dikit boleh lah, ya?” lanjut Rajendra sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Refleks, Sadewa melemparkan bantal sofa ke arah Rajendra dan mendengkus sebal. “Lo aja masih gantungin perasaan Qia, sok-sokan mau deketin adek gue. Dasar, fuckboy!”

♣️♣️♣️


Published:
10 Desember 2020

Love,

Max

The Redflag Boy; SADEWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang