the boy

33.5K 2.8K 133
                                    

Jeno tak pernah membayangkan hal seperti ini terjadi dalam hidupnya. Selama dua puluh tahun dirinya hidup, paling tidak ia hanya memiliki satu atau dua masalah dengan orang lain. Hidupnya terlampau normal dan baik-baik saja.

Tapi kini, ia malah berada ditempat seperti ini. Dengan luka menganga lebar di perut yang terus saja mengalirkan darah segar, ia sama sekali tak memiliki sisa tenaga untuk sekedar keluar dari tempat ini dan meminta tolong pada orang-orang yang mungkin saja lewat.

Setidaknya ia harus keluar dan hidup demi adiknya yang mungkin saat ini tengah menunggunya di rumah sederhananya.

Beberapa jam lalu sebelum ini semua terjadi, dirinya baru saja keluar dari tempat kerja paruh waktunya. Memilih jalan tercepat menuju rumah lalu bertemu dengan sekelompok perampok yang mengambil seluruh uangnya dan tanpa rasa manusiawi menusuknya dengan benda tajam beberapa kali hingga dirinya berakhir seperti sekarang ini.

Langkah kaki samar-samar terdengar dari luar bangunan kumuh tempatnya dibuang oleh kawanan perampok tadi. Pandangannya tak lagi sempurna selagi dirinya masih kehilangan banyak darah, namun telinganya masih bisa berfungsi baik dan yakin bahwa seseorang berada diluar sana.

"Tuan muda, apa yang anda lakukan di tempat seperti ini? Kita harus segera kembali."

"Aih tunggu sebentar, aku merasakan sesuatu yang aneh. Biarkan aku mencari tau, hanya beberapa menit."

Jeno berusaha bangkit dengan sisa tenaga yang ada. Suara seseorang dari arah luar itu benar-benar adalah harapan terakhirnya untuk hidup. Namun kenyataannya, baru saja ia berusaha untuk berdiri tangannya kehilangan kekuatan untuk menumpu berat tubuhnya sendiri. Akibatnya, tentu saja ia tersungkur kembali diatas dinginnya lantai yang penuh akan debu bercampur darahnya sendiri.

"Sirviente, dia manusia kan?"

Samar, tapi Jeno masih dapat mendengar suara lembut yang menggema di ruangan itu. Sudut matanya dapat menangkap samar bayangannya diatas lantai berdebu yang dipantulkan cahaya bulan malam itu. Entah apa yang dipakai orang itu, yang pasti Dimata Jeno itu tampak seperti sebuah jubah yang berkibar di tiup angin.

Siapapun kumohon--

Perlahan sepasang kelopak mata itu tertutup. Kesadaran Jeno tak dapat lagi tertolong, ia terlalu banyak mengeluarkan darah.

"Eh? Dia mati?"

Salah seorang yang tampak seperti seorang pelayan mendekat pada pemuda mungil bersurai cokelat tersebut, sedikit menunduk hormat dihadapannya.

"Saya masih dapat mendengarkan detak jantungnya tuan. Mari kita tinggalkan, pasti nanti akan ada manusia lain yang menemukannya."

Seringai tipis muncul di wajah mulus bak porselen pemuda itu. Kakinya melangkah anggun mendekati tubuh berlumuran darah yang terbaring dihadapannya, netra sepekat darah miliknya berkilat di tengah kegelapan.

Ia berjongkok dan membalikkan tubuh tak sadarkan diri itu dari posisi asal. Benar apa yang dikatakan oleh para pelayannya, lelaki ini belum mati.

Jemari panjang nan kurus miliknya terulur menyentuh darah diatas luka yang menganga lebar di perut lelaki tersebut. Seulas senyuman penuh arti tercipta di wajahnya, ia mendekatkan jemarinya yang berlumur darah lelaki itu di bibirnya.

"Tidak, kita tak bisa meninggalkannya disini. Tidak akan ada manusia yang lewat, dan manusia ini pasti akan mati."

Pemuda manis dalam balutan jubah bak bangsawan tersebut sedikit menjilat darah di jarinya. Sepasang taring panjang mencuat dari kedua sisi bibir tipisnya.

"Tuan muda, anda tak akan melakukannya bukan?"

Manik sepekat darahnya melirik kearah para pelayannya sejenak, kemudian ia kembali menatap lelaki yang detak jantungnya terdengar sangat lemah tersebut.

"Siapa bilang? Tentu saja aku akan melakukannya."

Pemuda itu menggigit bibir tipisnya, membiarkan tajamnya sepasang taring itu mengoyak bibir sewarna peach miliknya tersebut hingga darah mulai mengalir dari luka yang diakibatkannya sendiri.

Ia menunduk, mendekatkan wajahnya pada wajah lelaki yang tak sadarkan diri tersebut dan menempelkan bibirnya pada bibir yang mulai memucat tersebut. Membiarkan darahnya sendiri mengalir dan tertelan oleh lelaki dihadapannya.

"Bawa dia."

Pemuda itu beranjak, melangkah melewati pelayannya setelah memberi perintah sembari mengusap bibirnya hingga koyakan luka tadi tertutup sempurna lagi.

.

Lanjutkan atau hentikan sampai sini?

Sirviente : pelayan.

Cast :

Lee Jeno (21 y/o)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lee Jeno (21 y/o)

Full Moon (End) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang