Brak!
"Aku tidak percaya ini. Jadi kau benar-benar membuatnya menjadi seorang midbeast sempurna ketimbang membunuhnya!?"
Teriakan serta gebrakan meja dari sang ayah tak serta membuat raut datar di wajah Renjun luntur, ia hanya memutar bola matanya malas dan berniat untuk beranjak dari kursi sebelum akhirnya ia kembali ditarik oleh sang ayah agar tetap duduk.
Terhitung sudah sejak seminggu lalu sejak dirinya sadar dari tidur panjang, dan sekarang dirinya memilih pergi ke tempat ini sekedar memberitahu ayahnya tentang midbeast miliknya. Walaupun pada akhirnya ia telah memprediksi bahwa teriakan serta gebrakan dari sang ayah lah yang ia terima.
"Huang Renjun dengar, kau sudah mengikis sedikit demi sedikit energimu untuk seorang iblis. Kau ingin menguranginya lagi hanya untuk seorang midbeast?"
Renjun menggertakkan rahangnya, menatap tajam kearah sang ayah.
"Bukan hanya seorang iblis ataupun midbeast! Kau tak tau apa-apa," ucapnya penuh penekanan sebelum akhirnya melangkah cepat keluar dari ruangan sang ayah.
"Mereka itu dari bangsa yang berbeda dari kita, ayah ingatkan sekali lagi!"
Renjun menghentikan langkahnya sejenak, tanpa berbalik dirinya berucap lirih yang tentunya masih dapat di dengar dengan sangat jelas oleh sang ayah.
"Lucas itu... Bukan hanya sekedar iblis. Dia seperti keluargaku walaupun aku tak mengatakannya, dan Jeno..."
.
.
."Oh? Kau sudah pulang? O positif?" Ucap Jeno sembari mengangkat segelas darah dan menyodorkannya pada Renjun yang baru saja melepaskan mantel dari badannya.
Renjun tersenyum usil, dengan cepat dirinya mendekat pada Jeno dan mengalungkan kedua tangannya di leher pemuda itu. Membuat Jeno terbelalak kaget dan sedikit melangkah mundur akibat perlakuan tiba-tiba tersebut.
"Aku mau darahmu saja bagaimana?" Ucapnya sembari mendongak menatap wajah Jeno yang tiba-tiba Semerah darah didalam gelas yang digenggamnya.
"A-apa sih!? Menjauh kau mencekikku."
Renjun tertawa puas kemudian melepaskan kedua lengannya dari leher Jeno.
"Nah nah, karena bocah itu tidak disini lagi dan Lucas sedang pergi rumah ini benar-benar jadi sepi. Aku mau istirahat, kau lakukanlah apapun sesukamu, menjenguk adikmu mungkin?"
"Heh? Serius aku bisa menjenguk adikku?" Ucap Jeno penuh semangat.
Renjun terkekeh kecil, berjinjit sembari mengangkat sebelah tangannya sekedar untuk mengacak surai putih Jeno.
"Memangnya aku pernah melarangmu melakukan itu?"
Seulas senyum menghiasi wajah tampan Jeno, dengan segera ia memeluk kilat Renjun sembari membisikkan kata terimakasih sebelum akhirnya melenggang pergi, meninggalkan Renjun yang sedikit terpaku dengan wajah memerah.
"A-apa sih!? Kenapa juga dia melakukan itu."
"Maaf mengganggu tuan muda."
Renjun berdehem pelan, kemudian berbalik dan mendapati Lucas dengan Surai hitamnya yang sedikit lepek karena basah oleh keringat.
"Bagaimana?"
"Seperti dugaan anda," balas Lucas sembari menyerahkan segulung kertas kepada Renjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Full Moon (End) ✔
FanfictionJeno yang hampir meregang nyawa dan membuatnya menjalani kehidupan yang 180 derajat berbeda dengan kehidupan yang ia jalani sebelumnya. Warn! Shounen-ai!