Jeno berlutut memegangi tangannya yang masih belum dilepas oleh anak itu, gigitannya terasa panas bahkan lebih menyakitkan daripada saat Renjun menggigitnya dulu. Sementara anak itu hanya menggigitnya tanpa meminum darah yang mulai menetes ke lantai marmer. Rasa pusing mulai datang tak lama kemudian, berbarengan dengan hal itu terdengar langkah kaki mendekat.
"Dohyun, lepaskan!"
Itu suara sakura yang langsung membuat anak yang dipanggilnya dohyun itu melepaskan gigitannya. Jeno menoleh dan mendapati Lucas yang juga ada disana, dari kejauhan pun dapat dilihatnya seseorang datang.
Sakura menarik anak itu menjauh dari Jeno yang masih duduk bersimpuh terlihat meringis menahan sakit, sementara itu tak lama kemudian Renjun datang dengan seseorang dibelakangnya.
Renjun membulatkan matanya menatap Jeno atau lebih tepatnya menatap dua lubang kecil bekas gigitan ditangannya yang masih mengeluarkan darah, kemudian pandangannya beralih pada dohyun yang berdiri di samping sakura.
"Kau digigit dohyun?" Ucap Renjun dengan nada penuh antisipasi.
"Kalau yang kau maksud anak kecil lucu itu, iya."
Renjun hampir tak bisa bernafas, kemudian ia menghampiri dohyun dan berjongkok didepannya. "Kenapa kau menggigit orang itu?" Ucap Renjun hati-hati.
Anak itu tampak berpikir sejenak, memiringkan kepalanya kemudian menjentikkan jari. "Aku menghidupkannya!"
Hanya beberapa detik setelah Renjun bertanya, suara pedang yang beradu dengan sarungnya mengalihkan atensi semuanya kecuali dohyun. Renjun terpaku saat ujung runcing pedang itu mengarah tepat di leher Jeno.
"Hentikan!" Suara Renjun meninggi, bahkan saat ini dirinya berdiri memunggungi Jeno dan menatap sang ayah tajam. "Turunkan pedang itu."
"Renjun menyingkir aku harus menghapuskan seorang--"
"Tidak! Tak akan kuizinkan," ujar Renjun dengan penekanan di setiap kata-katanya. "Tidak lagi," sambungnya dengan suara lirih.
Sang ayah menatapnya sejenak sebelum akhirnya menarik kembali pedangnya dan berbalik. "Kali ini kulepaskan, tapi semua jadi tanggung jawabmu. Jika dia pada akhirnya membawa hal buruk, aku ingin kau sendiri yang menghabisinya."
Renjun menghembuskan nafas kasar setelah ayahnya melangkah pergi, ia berbalik dan menatap Jeno yang menunduk mengepalkan kedua tangannya erat seolah menahan sesuatu.
"Tuan muda." Panggilan Lucas menyadarkan Renjun sepenuhnya, dirinya dengan segera ikut berlutut didepan Jeno dan mengangkat wajah yang terasa panas itu.
Dari bekas gigitan di lengan hingga separuh wajah Jeno, sebuah tato tercetak jelas sebuah garis melengkung membentuk sebuah pola.
Renjun dengan segera menggulung lengan bajunya, menyodorkan lengannya kehadapan Jeno dan menarik tengkuk pemuda itu agar mendekat.
Tetapi Jeno mendorongnya dan tersenyum kecil. "Tidak, nanti kau bisa tertidur lama lagi."
"Aku tidak akan tertidur lagi bodoh! Aku ini salah satu yang terkuat, jangan meremehkan kemampuanku."
Jeno terkekeh kecil, ia terlampau peka dengan apa yang diucapkan Renjun. Tentu saja ia tak tau apapun mengenai gigitan seorang anak kecil pada seorang setengah vampire sepertinya, tetapi ia yakin jika ia melakukannya lagi Renjun akan tertidur untuk waktu yang lama.
"Tidak, aku tak bisa mengambil sesuatu darimu lagi. Bukankah dia bilang tadi harusnya aku di lenyap kan? Berarti itu pertanda buruk kan jika aku masih hidup?" Ucap Jeno.
Renjun merotasikan matanya jengah. "Jangan pikirkan ucapan ayahku dan minum saja."
Jeno menarik sudut bibirnya kemudian menarik Renjun hingga tubuh mungil itu kini terjatuh tepat di dadanya.
"Maaf tapi harusnya kau lakukan ini," ucap Jeno sembari menggenggam sebilah belati yang ia ambil dari pinggang Renjun.
"Bunuh aku."
Jeno menyodorkan belati tersebut.
Namun tangannya tiba-tiba ditahan sebuah tangan kecil, ia mendongak dan mendapati wajah polos itu tengah menatapnya kemudian menatap Renjun.
"Dia harus hidup."
"Kau dengar dia kan? Tidak usah berdrama," ucap Renjun lalu dengan mudahnya mengambil alih belati di tangan Jeno, menggunakannya untuk mengurus permukaan tangannya sendiri kemudian menyodorkan kembali kehadapan Jeno.
"Minum atau kujual organmu di pasar gelap!"
Jeno menatap ragu.
"Satu..."
"Baiklah, maaf sebelumnya."
Perlahan Jeno menurut untuk meminum darah Renjun yang mulai menetes, perlahan-lahan pula tato di separuh tubuhnya menghilang.
"Sepertinya aku harus pindah klan. Kepalaku seperti di bom setiap saat disini," ujar sakura sebelum akhirnya berbalik dan menghilang.
"Oke jadi karenamu aku jadi harus membawa Dohyun bersamaku juga," ujar Renjun sembari melirik anak laki-laki yang kini memainkan jas Lucas.
"Lucas." Lucas mengangguk kemudian melangkah kesamping Jeno dan tanpa aba-aba memukul tengkuk pemuda itu hingga tubuhnya ambruk.
"Hanya jaga-jaga siapa tau dia mengamuk di jalan, bawa dia kita kembali."
.
.
.Jeno mengernyit merasakan kepala dan tengkuknya yang berdenyut sakit saat ia mencoba membuka mata. Pandangannya mengedar, menatap bingung ruangan gelap disekelilingnya.
Klang!
Gemerincing rantai terdengar menggema didalam ruangan saat dirinya menggerakkan tangan, membuat ia sedikit panik dan buru-buru mengecek kakinya yang ternyata juga tengah di rantai.
"Diamlah." Suara Renjun terdengar menyapa indera pendengarannya.
Klik!
Lampu menyala terang, membuat Jeno sedikit mengernyit dan membiasakan cahaya yang masuk. Kemudian matanya tertuju pada Renjun yang berdiri diluar.
"Hanya untuk jaga-jaga sampai bulan bulat sempurna dua minggu lagi," ujar Renjun.
Jeno menghela nafas kemudian berdiri dan melangkah mendekat pada Renjun yang dihalangi sebuah jeruji besi.
"Memangnya akan jadi semengerikan apa?"
Renjun menghendikkan bahu. "Entah, tak ingat juga karena sudah lama."
"Lalu kenapa tadi lampunya dimatikan? Apa berpengaruh juga?"
Renjun mendengus kecil, mencoba menahan tawa yang akan keluar. "Tidak."
"Hanya agar suasananya tambah mencekam dan meyakinkan saja."
"Ah iya, saat sudah selesai aku akan menyuruhmu untuk mengurus Dohyun. Aku tak bisa dekat-dekat dengan anak kecil," ucap Renjun yang dibalas anggukan oleh Jeno.
Karena bagaimanapun juga ia bertanggung jawab atas ini semua.
"Nah sampai saat itu, semoga kau tak kehilangan akal sehat karena terkurung disini."
Jeno tersenyum kecil. "Tak akan."
Jangan membuatku membunuhmu.
.
.
.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Full Moon (End) ✔
FanfictionJeno yang hampir meregang nyawa dan membuatnya menjalani kehidupan yang 180 derajat berbeda dengan kehidupan yang ia jalani sebelumnya. Warn! Shounen-ai!