dua

230 38 9
                                    

Cuaca hari itu memang menyebalkan. Matahari terik dan membakar setiap jengkal tubuh ternyata dapat berubah menjadi hujan deras disertai angin kencang. Dodo cukup merasa beruntung bahwa kegiatan orientasi mahasiswa mereka tepat selesai sebelum langit berubah warna menjadi keabuan. Rekan panitianya telah pamit pulang secara bergantian, meninggalkan Dodo dengan beberapa barang yang harus ia bawa sendiri dengan alasan bahwa di antara sekian puluh panitia, hanya ialah yang memiliki mobil. Jangan salahkan Dodo bahwa ia lahir di tengah keluarga kaya.

Dengan kedua tangan membawa sebuah kardus berisi peralatan-peralatan hari itu, Dodo berjalan ke depan pintu utama gedung kampusnya. Betapa mengejutkan pula bahwa ia menemukan seseorang yang telah memancing emosinya. Yoo Yeojoo, dengan mata tertuju pada ponselnya, sedang berdiri di sana entah menunggu apa. Ia tampak tidak mengetahui keberadaan Dodo di belakangnya.

Anak zaman sekarang, begitu mudah terfokus pada ponsel mereka, tidak menyadari kehadiran orang lain. Sudut bibir Dodo tertarik ke atas, membentuk sebuah seringai disertai dengan munculnya sebuah ide untuk mengganggu Yeojoo.

"Selamat sore, Yoo Yeojoo," ucap Dodo.

Yeojoo tidak terlonjak kaget seperti yang ia harapkan. Ia perlahan mengalihkan pandangannya dari ponselnya, kemudian menatap Dodo yang menyeringai. Misi gagal, bukan?

"Maaf, anda siapa, ya?"

Selama seharian penuh Yeojoo berdiri di hadapan Dodo, membalas segala perkataan Dodo dengan sikapnya yang begitu angkuh, kini Yeojoo berani bertingkah bahwa ia tidak mengenal Dodo?! Chae Dodo menelan ludahnya, ingin sekali menumpahkan segala hujatan di kepalanya pada manusia kerdil di hadapannya itu.

Dodo akhirnya tersenyum, berusaha menyembunyikan kekesalannya. "Aktingmu sangat buruk, Yeojoo."

"Terima kasih,"

Gila, anak ini benar-benar tumpul sekali hatinya!

"Mengapa kau belum pulang? Apakah kau tidak membawa payung?" tanya Dodo.

"Aku sedang menunggu temanku,"

"Untuk memakai payungnya bersama-sama karena kau tidak membawa payung?"

Yeojoo hanya melirik Dodo, kemudian tidak membalas ucapannya lagi. "Ya, aku tidak membawa payung."

Dodo tersenyum lebar.

"Heh, pecundang," Dodo tertawa kecil, "bagaimana bisa kau melupakan payung padahal saat ini sedang musim hu—"

"Yeojoo!"

Suara yang tidak Dodo kenali tiba-tiba memotong ucapannya. Suara itu nyaring, memanggil nama Yeojoo dari kejauhan. Seorang perempuan berambut panjang berwarna cokelat muda berlari kecil ke arah Dodo dan Yeojoo. Senyumnya manis.

"Apakah itu temanmu?" tanya Dodo.

"Andaikan dia bukan temanku, darimana ia akan tahu namaku?"

Yeojoo kemudian merogoh ke dalam tasnya, mengambil sebuah benda yang Dodo kenali. Sebuah payung lipat berwarna hitam. Bocah itu ternyata membawa payungnya sendiri.

"Oh, ternyata kau memang membawa payung," gumam Dodo.

"Ya," jawab Yeojoo singkat, kemudian membuka payungnya dan berjalan menuruni tangga untuk bertemu dengan temannya yang telah menunggunya dengan senyum lebar, "sampai jumpa besok, pecundang,"

Dodo menatap perempuan dengan kuncir dua itu menuruni tangga dan menyapa temannya dengan dingin. Temannya yang tampak lebih tinggi itu tetap tertawa, menyambutnya dengan hangat.

Seseorang baru saja memanggil Dodo pecundang. Seseorang, dan orang itu adalah Yoo Yeojoo. Dodo tersenyum, mengapresiasi bagaimana besar nyali seorang Yeojoo untuk memanggil Dodo sebagai seorang pecundang.

rivalover ; c.hw + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang