sembilan belas

168 23 42
                                    

Sepasang kaki itu berlari dengan cepat dan lincah, memecah arah angin yang berlawanan dengan diri gadis itu. Napasnya tersengal-sengal, betisnya mulai terasa nyeri, tetapi ia tidak memiliki niat untuk berhenti sedikit pun. Yeojoo mencengkeram tali tasnya dengan tangan kanannya, berusaha untuk menahan sakit fisik dan hatinya. Sesekali tangan kirinya mengusap wajahnya, berusaha menyembunyikan bulir air mata yang memaksa untuk keluar.

"Yeojoo, kau harus jadi perempuan yang kuat,"

"Kalau ada anak laki-laki yang mengganggumu, kau harus melawannya!"

"Anak perempuan tidak boleh menampakkan air matanya di depan laki-laki. Kalau mereka melihatmu menangis, mereka akan menganggapmu lemah!"

Nasihat ayahnya terdengar di kepalanya berulang kali. Hidup semasa kecilnya yang berulang kali ditempa dengan nasihat penguatan itu membuat Yeojoo tumbuh menjadi perempuan berhati baja. Ia berusaha menutupi air matanya, menyeka setetes air mata dari wajahnya agar dunia dapat melihatnya sebagai manusia kuat. Lagipula, untuk apa ia menangis? Yeojoo tidak tahu, Yeojoo tidak paham dengan dirinya sendiri. Ia hanya merasakan sesak di dada dan gumpalan keras di tenggorokannya yang memaksanya untuk menelan rasa sakit bulat-bulat dan menangis keras. Akan tetapi, itu bukanlah diri Yeojoo yang telah dibentuk oleh ayahnya. Yoo Yeojoo yang ia kenal adalah Yeojoo yang tidak akan menangisi laki-laki atau menyesali perbuatannya saat ia merasa benar.

Yeojoo yang ia kenal adalah Yeojoo di masa lampau dan sekarang, Yeojoo tidak mengenali dirinya sendiri.

Ia berlari kencang hingga melihat jalan yang ia kenali dan saat ia berhadapan dengan bangunan indekosnya, ia segera masuk tanpa menyia-nyiakan waktu sedetik pun. Biasanya, Yeojoo yang telah lelah dengan kegiatannya selama seharian akan segera masuk ke kamarnya dan membersihkan dirinya, tetapi entah daya tarik apa yang membawanya menuju kamar Dior. Kamar salah satu sahabatnya di indekos yang bisa membuatnya tenang dan melupakan segala kekalutan dalam dirinya.

Tanpa sopan santun, Yeojoo membuka pintu kamar Dior dan betapa terkejutnya saat ia melihat Dior sedang bersama Minji dan... Dodo. Ketiga perempuan yang sedang bersantai di kamar itu pun segera menghentikan segala obrolan mereka dan menatap Yeojoo dengan raut wajah yang tidak jauh berbeda dengan Yeojoo. Tiga pasang mata menatap Yeojoo, tetapi gadis yang berdiri di ambang pintu itu hanya tertuju pada Dodo yang duduk bersender pada tempat tidur Dior.

"K-Kak Dodo?" gumam Yeojoo pelan.

Tidak ada yang berani membalas Yeojoo maupun bergerak. Ketiganya entah mengapa begitu takut untuk mengeluarkan napas yang mereka tahan di dada. Suasananya begitu canggung dan dingin, dan kedua sahabat Yeojoo hanya bisa menonton adegan yang terjadi di hadapan mereka. Yeojoo tidak mengucapkan sepatah kata pun, demikian pula Dodo. Keduanya hanya saling bertatapan hingga tiba-tiba mata Yeojoo mulai berkaca-kaca dan air matanya mengalir begitu saja.

"Saat dirimu ingin menangis, lakukanlah di depan orang-orang yang akan tetap menganggapmu sebagai orang yang kuat."

Yeojoo membiarkan dirinya terlihat rapuh, membiarkan air matanya mengalir. Tubuhnya bergetar akibat terlalu lama menahan tangis. Dior dan Minji tercengang, mulut keduanya menganga karena tanpa uraian yang jelas, Yeojoo menangis di hadapan mereka. Yeojoo mulai terisak, bibirnya bergumam tak jelas memanggil seseorang yang tak lain adalah Dodo.

Dodo berdiri tanpa mengatakan apapun, membimbing tangan Yeojoo ke luar kamar dan menutup pintu. Ia berdiri di hadapan Yeojoo dan menatap adik tingkatnya yang masih menangis sambil menunduk. Bahunya membungkuk, membuatnya tampak semakin kecil dan tangan kanannya berusaha menyeka air matanya dengan ceroboh.

"Yeojoo," panggil Dodo lembut, "apakah kau mau bercerita kepadaku?"

Yeojoo terdiam, berusaha menenangkan napasnya, dan dengan pelan ia mengangguk.

rivalover ; c.hw + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang