tiga belas

180 24 11
                                    


Dodo terdiam. Benar-benar terdiam.

Tidak mungkin Yeojoo menganggapnya sebagai penguntit, bukan? Lagipula, Dodo tidak semenakutkan itu, tidak semenyeramkan itu! Mungkinkah Yeojoo sudah menganggap Dodo melewati batas saat ia mengikuti Yeojoo untuk menawarkan tumpangan ke kosnya? Astaga, Dodo benar-benar bingung. Perasaan cemas mulai menyelimutinya, rasa takut muncul di dalam dirinya. lagi-lagi ia bertanya dalam hati, bukan dia yang Yeojoo maksud sebagai penguntit, bukan?

"Dior!" panggil Yeojoo dari balik tubuh tinggi Dodo.

Menyadari kehadiran sosok jangkung yang menghalangi pandangannya, Yeojoo menyempatkan diri untuk memeriksa perempuan yang sedang berdiri cukup dekat dengan Dior. "Kak Dodo?"

Dodo yang sedari tadi tidak menyadari sekelilingnya, tersentak kaget saat mendengar namanya disebut. Ia mengedipkan matanya beberapa kali dengan cepat, berusaha membuang jauh-jauh pikiran negatifnya. Saat ia merasa sudah cukup waras untuk bersosialisasi dengan manusia kembali, ia hanya menatap Yeojoo dan membalas sapaannya dengan senyuman.

"Yeojoo, mengapa kau lama sekali? Aku sudah menunggu di sini selama berjam-jam! Aku bisa mati kebosanan di sini saat menunggumu, kau tahu?" protes Dior.

"Tidak usah berlebihan, aku tahu kau hanya menungguku selama 20 menit. Tadi aku harus bertemu dosen pembimbingku," jawab Yeojoo sambil tertawa.

"Baiklah, baiklah, Nona-Banyak-Alasan, ayo kita pulang. Aku sangat lapar!" Dior menarik tangan Yeojoo, tak lupa berpamitan dengan Dodo.

Dodo tersenyum, melambaikan tangannya yang entah mengapa ikut terangkat saat Dior melambaikan tangannya tinggi-tinggi. Yeojoo menutup wajah dengan tangannya untuk mencegah orang-orang mengetahui identitasnya yang harga dirinya telah Dior nodai dengan bertingkah memalukan. Dodo tertawa melihat betapa bertolakbelakangnya Yeojoo dengan Dior, tetapi ia tidak menemukan konflik di antara mereka. Menurutnya, Dior adalah teman yang tepat bagi Yeojoo—dibandingkan bila Yeojoo harus berteman dengan Yoohyeon.




("Dior, memangnya kamu tahu perempuan tadi itu siapa?" tanya Yeojoo sambil menggandeng tangan Dior dengan erat.

"Temanmu, bukan? Tadi kami sempat berkenalan sebentar," jawab Dior dengan riang.

"Lee Dior," Yeojoo menghela napas, "Dodo itu kakak tingkatku,"

"Kau bercanda? Mengapa kau tidak memberitahu bahwa ia adalah kakak tingkatmu? Aku dari tadi memanggilnya langsung dengan sebutan nama! Yoo Yeojoo, apakah aku dalam masalah besar? Tolong sampaikan pada ibuku bahwa aku mungkin akan mati muda dan perawan karena telah tidak menghormati seorang kakak tingkat!" Mulut Dior terus berbicara tanpa henti, ucapannya mulai tidak masuk akal dan konyol, membuat Yeojoo tertawa lepas melihat kepanikan di wajah temannya itu.)




Yeojoo dan Dior kembali berjalan setelah keduanya menyempatkan diri untuk singgah di sebuah swalayan untuk membeli berbagai kebutuhan bulanan dan makanan ringan mereka. Dengan sebuah es krim rasa buah di tangan kanannya dan sebuah tas belanja di tangan kirinya, Yeojoo berjalan mengiringi Dior yang sedang sibuk berusaha membuka pembungkus plastik nasi gulungnya.

"Aku sebal melihatmu kesulitan membuka pembungkus nasi gulung," gumam Yeojoo.

"Hm?"

"Mengapa kau tidak membukanya tadi di swalayan? Mengapa kau harus mempersulit hidupmu seperti ini, Lee Dior?"

rivalover ; c.hw + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang