delapan

149 27 2
                                    

"Apakah kau mau membeli es krim bersamaku?"

"A-apa?" Mata Yeojoo membelalak, darah mengalir begitu deras menuju wajahnya. "Jangan bercanda."

"Aku tidak bercanda! Aku ingin membelikanmu es—"

Semuanya berjalan begitu cepat. Tangan Yeojoo memegang erat buku ekonomi miliknya yang begitu tebal, mengangkat bukunya, dan menampar pipi Dodo dengan kuat. Suaranya begitu keras, membuat orang-orang di sekeliling mereka segera mengalihkan perhatiannya dan menonton perkelahian antara dua wanita itu. Dodo memejamkan matanya, merasakan sakit pada tulang pipinya. Persetan.

"Jangan menyia-nyiakan waktuku!" suara Yeojoo mengeras dan meninggi, ia membentak seorang Chae Dodo. "Dasar perempuan brengsek!"

Brengsek?

Orang-orang yang mendengar sebutan yang dilontarkan Yeojoo kepada Dodo itu segera menarik napas. Seketika itu pula, mereka segera berbisik-bisik. Lirikan manusia yang tak ia kenali menusuk punggungnya. Yeojoo hanya menatap Dodo yang kini telah menatapnya sambil memegangi pipinya. Mata Dodo begitu tajam pula. Yeojoo menyesal.

"Siapa dia? Mengapa dia berani sekali melawan Dodo?"

"Gila, apakah dia ingin mati?"

"Aku yakin besok dia tidak akan berani menunjukkan mukanya di kampus,"

"Heh, lihatlah, dia sekarang mulai menyadari bahwa ia telah memancing singa,"

"Ya, menangislah!"

Yeojoo menarik napas dalam-dalam. Apakah ia benar-benar menyesal? Ia ingin menutup telinganya dari bisikan jahat orang-orang yang menghakiminya. Kaum sok suci yang tidak mengetahui skenario awal dari perkelahian mereka. Kaum yang mendadak semuanya menjadi mahasiswa jurusan hukum dengan terang-terangan melontarkan ucapan-ucapan yang membuat Yeojoo ingin menyusut bagai bunga layu di musim kemarau.

"Pergilah," ucap Dodo pelan, "jangan biarkan ucapan mereka menyusup ke dalam kepalamu,"

Yeojoo membalas ucapan Dodo dengan tatapan tajam, siap menyerang perempuan di hadapannya yang lebih tinggi bila ia kembali melakukan hal yang tidak ia sukai. Akan tetapi, Dodo tidak bergerak. Ia hanya menatap Yeojoo, memegangi pipinya, hingga ia memutar bola matanya karena Yeojoo pun tidak bergerak dari tempatnya. Dodo memiringkan kepalanya dengan cepat, memberikan isyarat untuk menyuruh Yeojoo pergi.

Maka, Yeojoo pun menggigit pipi bagian dalamnya dan membalik badannya, menjauhi Dodo yang terus menatap punggungnya. Bila pada suatu hari ia akan menyesali perbuatannya, maka ia akan menerimanya.

Dodo menghela napas.

Kemudian, ia menghela lagi.

Menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan lantang.

Ia menopang dagunya dan menghe—

"Berhenti menghela napas."

Dodo melirik Yoohyeon yang telah meletakkan sumpitnya di atas piring. "Apa?"

"Semenjak kau datang mengganggu makan siangku, aku telah mendengarmu menghela napas selama 32 kali. Aku sedang makan, tidak bisakah kau tenang sedikit?"

Dodo melirik langit-langit. Ia sedang tidak ingin mendengar omelan Yoohyeon yang tiada hentinya. Ia terdengar seperti ibu rumah tangga berusia 30 tahun dan Dodo tidak menyukainya. Sama sekali.

"Tidak bisakah kau lihat bahwa aku sedang sedih?"

Yoohyeon baru saja membuka mulutnya, hendak menyuapi dirinya sesuap nasi lezat, tetapi ia menghentikan kegiatannya setelah mendengar ucapan Dodo. Ia menatap perempuan di depannya dengan tatapan aneh, menjijikan. Ia tidak dapat memercayai telinganya sendiri!

rivalover ; c.hw + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang