delapan belas

156 24 10
                                    

Selama Dodo menghadiri kelas terakhirnya, ia tidak dapat berkonsentrasi lagi. Pikirannya terus kembali pada Yeojoo yang kini membencinya. Yeojoo telah menyebutnya sebagai monster, iblis, dan mungkin segala panggilan buruk lainnya yang dapat mendeskripsikan Dodo. Apakah ia telah memperlakukan Yeojoo dengan begitu buruk? Dodo tidak ingin berada di ruang kelas yang menyesakkan itu. Ia hanya ingin keluar, pulang, dan mengurung diri di kamarnya, menyuruh semua pembantu di rumahnya untuk mengemas barang-barang Dodo agar saat Dodo memutuskan untuk kabur dari Korea Selatan, ia dapat segera memulai hidup barunya dengan identitas baru dan tidak akan pernah bertemu dengan Yeojoo lagi. Mungkin pindah dan hidup di Antartika akan menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi Dodo, dibandingkan dengan hidup dengan bayangan Yeojoo yang mengintainya.

Dodo berjalan dengan cepat menuju lobi, berusaha sebisa mungkin untuk menghindari orang-orang yang mengenalnya. Sapaan dari teman-teman sekelasnya dan adik tingkatnya hanya ia balas dengan senyuman karena ia bahkan lupa nama-nama mereka. Sesampainya Dodo di pintu lobi, ia berhenti sejenak untuk mengamati sekelilingnya. Ada beberapa mahasiswa sedang berdiri di tangga lobi, mengobrol dengan satu sama lain, tetapi Dodo melihat ada dua gadis yang tampak tidak familiar dengan lingkungan sekitarnya.

Dodo menyipitkan matanya, berusaha melawan cela matanya yang mulai buram untuk melihat kedua wajah gadis itu. Salah satunya memakai rok pendek yang memperlihatkan hampir separuh pahanya, baju hangat kebesarannya dimasukkan untuk memamerkan pinggang langsingnya, gadis lainnya menggunakan pakaian yang lebih sopan, rok selutut dengan kemeja berlengan panjang. Dodo merasa pernah melihat mereka dan mencoba untuk mengamati mereka hingga muncul dua nama di pikirannya.

"Dior, Minji," panggil Dodo sambil mendekati kedua perempuan itu.

"Kak Dodo?" Dior membalas, agak terkejut melihat Dodo menghampiri mereka.

"Kak? Mengapa tiba-tiba kau memanggilku dengan sebutan 'kak'?" Dodo tertawa menggoda Dior yang terlihat sebal.

"Yeojoo waktu itu memberi tahuku kalau kau ini kakak tingkatnya. Untuk menghindari amukan Yeojoo mengenai tata krama, aku akan berusaha berbicara dengan formal padamu dan memanggilmu Kak Dodo seperti Yeojoo." Dior tersenyum lebar dan membusungkan dadanya dengan bangga.

"Dasar sampah," Dodo tertawa geli, "apakah kalian kemari untuk menunggu Yeojoo?"

"Iya! Yeojoo tidak tahu kalau kami datang untuk menjemputnya. Ini adalah kejutan dari kami untuknya. Kami ingin mengajaknya pergi berbelanja," jawab Minji, kini mulai lebih terbuka pada Dodo, "akhir-akhir ini dia terlihat sedih, jadi kami pikir akan lebih baik kalau kami mengajaknya pergi untuk menghiburnya,"

Dodo terdiam, mengedipkan matanya. Yeojoo sedih, pikirnya, tapi sesungguhnya ia marah sekali padaku.

"Yeojoo pasti sangat bersyukur memiliki teman sebaik kalian," puji Dodo, membuat Minji tersenyum malu dan Dior masih memasang senyum lebar khasnya di wajah, "ngomong-ngomong, apakah kalian tahu bahwa beberapa hari ini, Yeojoo selalu dijemput oleh Hyunwoo?"

Seketika pula, senyuman di kedua wajah para mahasiswi baru itu menghilang. Kini, Dodo yang tersenyum geli melihat keluguan teman-teman Yeojoo.

"Bohong! Aku tidak tahu kalau Kak Hyunwoo selalu menjemput Yeojoo!" seru Dior tak terima.

"Serius, kau tidak tahu? Bukankah memang Kak Hyunwoo dari dulu sudah menyukai Yeojoo?" tanya Minji.

"Dari mana kau tahu!" balas Dior sambil memukul bahu Minji.

"Sakit!" Minji meringis, mengelus bahunya yang menjadi korban kekerasan Dior, "Kak Hyunwoo itu dari dulu sering mengajak Yeojoo untuk pergi jalan-jalan berdua, tapi Yeojoo sering menolak! Akan tetapi, memang akhir-akhir ini aku sering melihat Yeojoo di tempat kerja Kak Hyunwoo. Mereka juga sering pulang ke indekos saat sudah malam!"

rivalover ; c.hw + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang