empat

166 31 5
                                    


Dodo membenci perannya dalam kegiatan orientasi mahasiswa baru. Ia benci menjadi panitia yang pada akhirnya akan pulang terlambat karena teman-temannya yang "begitu setia" melimpahkan segala barang keperluan mereka kepada Dodo. Bila menjadi anak orang kaya dan memiliki mobil pribadi sebagai transportasinya, maka Dodo lebih memilih untuk pergi ke kampus menggunakan helikopter yang mendarat di atas gedung utama perguruan tingginya dan menghilang begitu saja, daripada ia harus menggunakan sebuah mobil yang pada akhirnya hanya digunakan untuk "membantu" teman-temannya yang tak berguna.

Ia berjalan dengan kesulitan, membawa sebuah kardus besar berisi barang-barang yang telah digunakan untuk kegiatan beberapa hari itu. Ia berjalan ke ruang depan kampusnya dan matanya melihat Yeojoo, menatap hujan.

"Jangan bengong," ucap Dodo tegas, berusaha untuk mengembalikan Yeojoo dari dunia imajinasinya.

Dodo menunggu Yeojoo membalasnya, tetapi yang diharapkannya tak kunjung datang. Yeojoo hanya meliriknya sinis dengan rambut masih basah seperti seekor kucing yang disiram air oleh pemiliknya.

"Lain kali," mulai Dodo, tak bisa menutup mulutnya untuk sebentar saja, "kalau acara sedang berlangsung, jangan sibuk berbicara dengan temanmu, jangan menghilang begitu saja tanpa meminta izin panitia yang ada. Kalau sudah begini, kau jadi basah, bukan?"

Dodo meletakkan kardusnya di lantai, kemudian meraih tasnya untuk mengambil sepaket tisu dan melemparkannya pada Yeojoo. Paket itu segera mendarat di wajah Yeojoo, membuat Dodo bergumam gembira, "tepat sasaran,"

Yeojoo segera mengambil tisu milik Dodo yang akhirnya jatuh ke lantai. Sesegera mungkin, ia melemparkannya kembali pada Dodo dengan sekuat tenaga, bahkan membuat Dodo hampir terpelanting akibat terkena lemparan Yeojoo tepat di wajahnya.

"Aku tidak membutuhkan belas kasihanmu," ucap Yeojoo, meninggalkan Dodo sambil membuka payungnya dan berjalan menuju dua gadis yang begitu senang dapat melihat Yeojoo.

"Oh, jadi temanmu semakin bertambah?" tanya Dodo, mengelap wajahnya yang sempat terkena tisunya.

Lagi-lagi, Yeojoo hanya meliriknya, kemudian pergi.

Dodo tentunya pernah melihat salah satu teman Yeojoo. Perempuan berambut cokelat muda dengan ikal mewah di ujung rambutnya, pakaian gemerlap, dan senyum lebar yang juga membuat Yeojoo tersenyum—atau bahkan memutar bola matanya karena lelah mendengar suara lantangnya. Namun, temannya yang lain, perempuan berambut hitam sepundak dengan lesung pipi yang cukup dalam di kedua pipinya, belum pernah Dodo lihat sekali pun. Ia tak kalah ramah dengan yang satu, bahkan dengan berani memeluk dan mengangkat Yeojoo ke udara.

"Bagaimana harimu, Yeojoo?" tanya perempuan yang berpakaian mewah, mengalungkan tangannya pada leher Yeojoo, dengan romantis.

Romantis, huh?

"Dior, jangan memelukku seperti ini!" seru Yeojoo berusaha melepaskan pelukan perempuan yang bernama Dior.

"Kami merindukanmu," ucap seorang yang lain, "Dior berkali-kali merengek untuk bertemu denganmu!"

"Seharusnya, kau tinggalkan saja dia di pinggir jalan! Biarkan dia mencari jalan pulang sendiri, Minji," tawa Yeojoo meledak di udara.

Dodo menatap ketiga perempuan itu saling tertawa dan berjalan menjauh, meninggalkan Dodo yang masih harus menunggu sopirnya datang.

Syukur, Dodo tidak perlu berdiri dengan sebuah kardus besar di sebelahnya untuk menunggu kedatangan sopirnya. Setelah Yeojoo dan kawan-kawannya menghilang dari jarak pandang dodo, mobil hitam mengilap milik orangtua Dodo telah datang.

Seorang laki-laki paruh baya keluar dari mobilnya, terburu-buru, dan segera membungkuk rendah di hadapan Dodo. "Maafkan saya karena terlambat."

"Aku tidak membutuhkan alasan. Tolong masukkan kardus ini ke bagasi," ucap Dodo, kemudian berjalan masuk ke mobilnya, tidak peduli pada sopirnya.

rivalover ; c.hw + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang