3# Aku

85 8 0
                                    

Perkenalkan namaku Arya Wiguna. Kurus, pendiem, tidak suka berenang karena memang tidak bisa. Musim yang aku benci bukan musim hujan atau musim kemarau yakni musim durian. Kata orang durian itu enak, tapi tidak denganku. Aromanya membuat pusing. Sempat bernyali untuk makan beberapa biji namun akhirnya kepala pusing dan kepalaku berasa tidak karuan. Panggil saja Arya, Ar atau Ya.

Aku punya sedikit cerita lalu yang aku benci untuk diingat tapi kalian harus tau agar kalian tau bagaimana cerita ini bermula.

Putus.

Waktu telah menghantarkan jejak-jejak yang tak berbekas. Melawan semua kenang yang telah diukir. Aku merenung melihat jejak itu. Ketika aku berfikir untuk menjadi abadi, kau memilih untuk mengahiri dengan sempurna dengan caramu.

Perpisahan, adalah  bentuk kesepakatan yang disetujui oleh satu pihak. Memutuskan untuk bersama semua kenangan ini. Sebelum aku pergi dari kota ini, aku ingin mengubur semu luka. Masih ada memori bagaimana cara sempurnamu untuk mengakhiri kisah kita yang tak lama.

"Kak lebih baik kita udahan saja?,"

"Kenapa Zahra?,"

"Udah kak, nggak perlu lagi untuk dipertahankan, dan nggak ada lagi yang perlu dipertanyakan," Zahra berucap.

"Putus?,"

"Iya kak,"

Karena kamu ada untuk datang, datang singgah lalu pergi.

.....

Kereta ini masih diam menunggu perintah untuk segera berangkat. Singgah beberapa menit untuk menaikan penumpang dari satu stasiun ke stasiun berikutnya. Sebuah perjalanan yang jauh dan waktu yang akan cukup lama sekitar empat tahun, mungkin sekitar itu. Meninggalkan berbagai macam suasana kota marmer ini. Sederhana namun tetap saja kota kelahiran selalu membawa kesan tersendiri.

Duduk disisi jendela gerbong sambil melihat terakhir kali sebelum aku pergi jauh. Tepatnya pergi kuliah. Awalnya Ibu tak merestuiku, namun tekadku sudah bulat dan ini pilihan bagiku. Meskipun aku tak tega harus meninggalkan ia yang renta di rumah, namun ini adalah jalan yang aku hendaki.

Pergi dan mencari suasana baru. Bila bukan karena beasiswa mungkin perjalanan ini tak akan ada. Sekaligus tak mungkin aku bisa kuliah. Dengan penghasilan pas-pasan dari Bapak hanya cukup untuk sehari-hari. Mbak Yu juga sedang kuliah. Bagiku ini sebuah keajaiban.

Aku tak mau terus tergerus akan masa lalu. Berusaha sesegera mungkin untuk pergi dari zona gelap tersebut. Memang masih jelas diingatan apa yang telah terjadi. Namun bukankah hidup bukan untuk meratapi masa lalu? Semoga saja raga ini bisa hanyut lepas landasnya kereta ini dan kenangan yang ada tertinggal dalam stasiun pemberangkatan.

Prittttt!

Pertanda kereta akan bergerak melaju. Lambat laun kereta yang diam bergerak pelan dan melaju seirama. Hari ini akan panjang rasa kantuk sedikit menyelimuti, ini akibat tidur yang tak sesuai dengan waktu yang dikehendaki. Aku merasa deg-degan, ini perjalanan jauh dan beberapa tahun kedepan aku akan sendiri. Semua harus aku lakukan sendiri, adalah fakta yang aku terima saat ini. Suasana kereta sedikit sesak, dipenuhi orang-orang hilir mudik entah kemana.

Seketika aku berfikiran untuk memberikan ucapan perpisahan, tapi perlukah?

Jangan bodoh Arya. Satu tahun semenjak kalian berpisah dengan Zahra ia tidak peduli sedikitpun denganmu. Baru muncul kembali dua hari yang lalu tiba-tiba meminta maaf padamu saat upacara perpisahan kelulusan dan sekarang kau akan ucapan kata perpisahan? Hello Arya ini bukan drama Korea atau sinetron di FTV

Aku tahu ini bukan rencana bagus. Tapi apa salahnya untuk sekedar memberitahu saja. Tak akan ada apa-apa bukan dengan hal sederhana ini? Dalam hati terus bergejolak.

Pesan singkat aku kirim.
"Zahra, selamat tinggal. Aku hari ini berangkat ke kampus ku, pergi dalam waktu yang mungkin cukup lama dan akan pulang bila libur tiba. Aku hanya ingin memberimu kabar ini saja, semoga sukses" -Arya

.....

Bowo sempat tak setuju dengan hal ini. "Kalau aku sih ogah Ya, buat apa kamu pamitin. Liat tuh dia udah punya pacar. Tiap hari unggah foto sok mesra, jalan-jalan tiap Minggu sama pacarnya. Arya kamu  bukan apa-apanya lagi move on ya move on cari cewe lain, lupain Zahra." Bowo tak setuju dengan apa yang aku pikirkan. "Nggak ingat apa yang telah dia lakuin sama kamu ya? Bangun Ya, jangan jadi malaikat yang sok baik Ya," sambung Bowo.

"Bukan gitu Wo, tapi-" sela ku pada Bowo

"Tapi apa Ya, aku sahabat kamu Arya tiga tahun kita temenan. Aku udah ngerti semua yang kamu alami!. Tentang semua sifat-sifat kamu," Bowo sedikit menghela nafas. Sedikit memelankan suara. "Habis putus, nggak ada seminggu dia udah pacaran sama orang lain?," kalimat pamungkas Bowo yang menutup perseteruan ini.

"Iya bener yang kamu bilang," aku harus menyerah kepada Bowo untuk hal yang satu ini. Bowo adalah temanku paling dekat. Sekarang Bowo akan kuliah di Bandung, meskipun Bowo sering bikin ulah disekolah ia adalah rekan OSIS yang kerja keras. Bowo sebenarnya cerdas. Meskipun kadang tidur dikelas dan jarang ngerjain PR berkat usahanya ia berhasil kuliah di Bandung. Sekarang selain aku harus meninggalkan kenangan di kota ini. Aku harus kehilangan sahabat dekatku, Bowo.

.....

Semakin lama kereta ini semakin menjauh. Menghampiri penumpang dari stasiun satu ke stasiun berikutnya. Namun kereta ini rupanya harus sering mengalah dengan kereta lain. Harus berhenti sejenak agak lama di stasiun untuk memberikan jalan kereta lain untuk lewat. Tahukan kalau jalurnya hanya satu. Kereta satu dengan satu harus bergantian begitulah ritme kereta. Karena kereta bukan seperti bus yang bisa menyelip dan menerobos. 

Handphone ku bergetar. Tanda pesan masuk. Mungkin ini Bowo yang tengah pamer bisa jalan-jalan di Bandung. Atau mungkin Anang yang sesekali menanyakan kabar. Aku meraba dalam saku membuka pesan. Aku hanya tertegun sesaat. Bukan Bowo, bukan Anang, atau Ibu atau orang-orang yang aku duga. Ini dari Zahra.

"Selamat jalan kak, hati-hati disana. Perjalanan yang jauh bukan? Semoga kakak sehat selalu dan pulang dengan membawa keberhasilan mu"- Zahra

Pesan singkat itu membawa kekaburan di  pikiranku.

Meskipun aku tengah berupaya menutup semua tentangnya ia hadir dan hadir lagi. Aku bisa bohong dengan Bowo, aku bisa berbohong dengan lisan. Namun aku tidak bisa bohong dengan diriku sendiri. Berbohong bahwa sebenarnya aku masih mencintai Zahra.

......

Semua catatan-catatan ini harus dibaca satu per satu. Banyak banyak catatan ku yang harus kusalin. Pak Firman hari ini memberikan tugas resume yang lumayan banyak yang harus dikumpulkan lusa. Kamar kos ini sedikit berantakan yang harus segera ditata. Kadang malas dengan rutinitas baru ini aku mulai terbiasa. 

Beberapa tumpuk buku bersanding disebelah tubuh. Menjadi sumber pustaka dan candangan jawaban untuk beberapa tugas. Kadang kali rindu bila hidup di perantauan, jauh dan tanpa didekat orang tua.

"Udah selesei tugas mu?," Tanya Iwan. Iwan adalah teman satu kamarku. Ya ia sama denganku, sama-sama anak hukum.

"Tinggal dikit," aku tebak bahwa Iwan baru kencan dengan kenalanya yang sama-sama anak hukum juga. "Nggak ada tugas Wan?," balik ku bertanya.

"Ada, cuma masih lama ngumpulinya, santai lah," balas Iwan "Ihh serius amat ," sambunya.

"Duarius nggak cuma serius, wan hehehe,"

Hingga akhirnya aku menikmati masa ini dengan kesibukanku aku berusaha untuk lupa darinya. 

Definisi RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang